Selasa, 10 Desember 2013

Cerpen: Ending Madding



 Ending Madding
Oleh : Aidha Aprilyza

      Beberapa hari ini telah membuatku hampir saja kehilangan akal sehat. Begitu ya ? bukannya sekarang aku benar-benar sudah gila. Heh ? ini dia yang sering aku sebut krisis jati diri. Maklum lah anak ABG, baru tau yang namanya cinta monyet. Tapi kalian yang dewasa tau gak sih, kalau cinta monyet itu ternyata rasanya lebih nyata dari apa yang pernah kalian rasa ? bukan-bukan kalian tak akan yakin menyebut ini sebagai cinta monyet jika kalian merasakan sendiri. aku berani bertaruh duit seribu untuk hal ini. Aku bisa saja menjadi schizofrenia karena ini. oh omegot ! oh no ! terus gueh mesti bilang WOW getoh ? ya enggak lah ! karna ini ceritaku, dan apa ceritamu hahaha
Akhir-akhir aku merasakan jenuh, jenuh dengan seluruh kehidupanku, semua rutinitasku. Tapi sebuah hal menghambatku untuk beristirahat dan bermain dengan alam mimpiku. Aku deadline untuk menyelesaikan sebuah cerita yang akan ku pajang pada madding mingguan karna itulah pekerjaan ku di sekolah selain makan di kantin dan belajar, ya di SMA ini. aku ikut ambil bagian dalam pengisi mading setiap minggunya untuk menulis satu cerita teenlit anak remaja selain mengisi berita madding bulanan. Biasanya aku membuat cerita hanya sesuai imajinasi ku ini saja, tapi kali ini aku ingin membuat sebuah hal yang berbeda pada ceritaku. Aku ingin menulis cerita sesuai pengamatanku sendiri dengan waktu yang sangat terbatas dan sangat sempit ini dan gara-gara ide gila ku ini lah ceritaku di mulai ..
“aku pengen buat satu cerita yang aku amati sendiri, dan itu real” jelas ku lembut pada Dio.
“contohnya ?” Dio mengaduk-aduk mie ayamnya yang hampir dingin itu kemudian ia masukkan ke dalam mulutnya.
“ya cerita yang aku amati, kalo bisa aku alami sendiri”
“jadi ?” Tanya Dio lagi kemudian menyedot jus mangga nya dalam-dalam sambil manatapku.
Aku mulai kesal dengan tingkah Dio yang seperti tidak terlalu merespon perkataanku. Aku hanya menarik nafas panjang kemudian berkata “jadi, habisin aja mie ayam kamu dulu” kataku dengan nada yang mulai berubah.
“iya iya, aku dengerin kamu sayang” dengan cepat tanggap dan sepertinya tahu tentang jalan pikiranku ia langsung berhenti memakan mie ayam. Ya jelas, itu karena mie ayam miliknya sudah habis.
“kamu tuh, kadang-kadang pengen ku cakar deh”
“jangan, entar mukaku gak ganteng lagi. Kamu emangnya mau punya pacar gak ganteng?”
“Dio, aku serius” mukaku memerah dan memelas padanya.
“hahaha, iya sayang iya, maaf ya, terus sekarang kamu maunya gimana ?”
“dalam seminggu ini aku mau meneliti orang yang gak setia sama pacarnya”
“caranya gimana ?”
“ya nanya ke seleruh sekolah kek, gimana kek,” aku menyeruput jus mangga Dio sebelum dia mengambilnya karna aku juga sangat haus.
“gak semudah itu kali Nel, itu akan mejadi pertanyaan yang tertuju buat privacy orang lain”
“terus gimana ? apa yang bisa terjadi dalam seminggu?”
“ya apa aja bisa terjadi sih ?”
Aku mengangkat alis kananku menatap Dio. Aku melihat sebuah keragu-raguan terpancar dari matanya.
“aku gak yakin, kamu baru pertama kali bikin cerita mading sesuai kenyataan” katanya kemudian.
“trust me, I will be fine, okay” aku tersenyum menatapnya sambil merengkuh tangannya.
“kamu bisa aja…”
Sebelum Dio meneruskan kalimatnya aku buru-buru memotongnya. “otak mu terlalu tolol untuk memikirkan ini” aku blak-blakan pada Dio. Entah apa yang membuatku tiba-tiba marah padanya. Aku tak memikirkan perasaannya. Karna memang aku tak menginginkan memikirkan perasaanya. Sekarang yang ku pikirkan adalah aku. Aku hanya ingin menyelesaikan pekerjaanku dan Dio mencoba untuk tidak mengerti.
            Mataku menyapu seluruh pandangan. Kemudian aku beranjak pergi meninggalkan Dio yang terbengong-bengong menatapku di meja kantin. Dio hanya menatapku kosong. Aku benar-benar marah saat itu. Tapi pikiranku melayang jauh. Kenapa aku ? apa yang baru saja ku lakukan ? batinku.

Braaakkkkk

Aku menubruk sesuatu hingga terpental jatuh. Dan “auuuwwwww” pekik ku. Aku menatap kearah apa yang ku tubruk. Sepasang mata menatap ku tajam dan aku tahu itu tatapan siapa. Aku telah kenyang menatap sepasang bola mata yang hampir saja ingin ku congkel itu dan ku makan mentah-mentah. Mata yang biasanya siap menyerangku. Bodoh, kenapa aku sampai bisa menubruk perempuan kacangan ini, batinku.
“punya mata gak lo !” teriaknya di depan mukaku.
“gue punya mata, Cuma gak seboros elo, gue punya porsi.” Jawabku dingin sambil berdiri dan membersihkan rok ku dari kotoran tanah.
Perempuan itu melotot ke arah ku. Sepertinya beberapa menit lagi mata itu akan lepas dari tempatnya.
“lo gak perlu menatap gue dengan tatapan sinis KAMSEUPAY lo ! disini bukan Cuma elo yang punya mata, gue juga. Jangan nangis kalo suatu saat tu mata bakalan ilang” aku ngeloyor pergi. Karna aku sudah enek pengen muntah di hadapannya.
Perempuan itu melepasku dengan tatapan dendam, aku tahu karna aku juga dendam padanya. Sejak dulu ..
Dia Inesa Thunrania Yufita, ya dia adalah .. bagaimana kalau kalian deskripsikan saja sendiri karna aku sangat oh ralat pakai “banget sangat benci” dia. Oh tidak, kalian gak akan mungkin menebaknya sendiri. Biar ku persingkat ceritanya, begini dia adalah orang yang senantiasa ingin sekali menghancurkan hubunganku dengan Dio. Ya, walaupun aku tau dia gak berhasil dan ingat gak akan berhasil tapi dia tetap saja secara terang-terangan seperti ingin memperkosaku di depan supermarket. Dia selalu berusaha merebut Dio dariku, ya tapi aku memang tak terlalu menanggapinya, karna itu tak penting. Aku yakin, jika Dio serius padaku dia tak akan pergi. Mungkin aku saja yang terlalu banyak berkhayal, iya, terlalu banyak menonton sinetron. Lupakan dia, dan aku harus pergi sekarang.
Aku melangkah masuk ke dalam ruangan office para pengurus madding sekolah. Kemudian duduk di meja kerjaku sendiri. Aku mengacak-ngacak rambutku seperti otakku yang sedang teracak-acak. Yang ku fikirkan adalah, kali ini Dio benar-benar tak mendukungku sama sekali ! tapi bagaimanapun juga aku harus menyelesaikan tugasku dalam seminggu ini. ini membuatku gila.

***
“pulang bareng ?” Tanya seseorang di belakangku yang menghentikan langkahku di koridor.
“Dio..” aku menoleh ke arah suara itu.
Disana Dio berdiri dengan perawakannya yang tegap dan senyumnya yang selalu saja memukauku itu. Aku bahagia sekali melihatnya disana setelah seharian ini kami tidak bertegur sapa di sekolah gara-gara insiden kecil di kantin tadi.
Dio membalas senyumku. “pulang bareng ?” Tanyanya sekali lagi.
Tanpa intruksi aku langsung mengangguk dan berlari mendekatinya kemudian memeluknya. “maafin aku ya” kataku.
“iya, gak apa-apa. Aku kasih kamu izin kok buat nyelesein deadline kamu” katanya.
“beneran?” aku menatapnya.
Ia tersenyum manis, dan masih dengan mata teduhnya itu.
Dio, orang yang sudah hampir setahun ini bersamaku. Ku rasa hanya dia yang mengerti tentang aku. Lebay banget gak sih ? but jujur, ini yang ku rasa. Memang terkadang pertengkaran kecil sering mewarnai hubungan kami. Tapi hal-hal itu tak pernah membuat kami berhenti untuk melanjutkan hubungan ini. dia bukan hanya pacar, dia sekaligus sahabat dan kaka yang selalu bisa dan ada dan dengan semua kesederhanaannya. Kadang dia tidak mengerti bagaimana harus menghadapiku dan semua egoku, tapi aku salut padanya bisa bertahan denganku, itulah yang membuatku menyayanginya.

***
“ada anak baru tuh kelas 12 Ips 1, bakalan jadi kreatif juga disini” kata Popy sembari duduk di atas meja kerjaku.
“kreatif ? madding ?” tanyaku pada Popy.
“iyalah, masa kreatif direktur, yang bener aja”
“anak baru ?” tanyaku pada Popy.
“iya,”
“kok cepet banget sih, bukannya dia anak baru ?”
“kata kepsek dulu di sekolahnya yang lama dia juga jadi kreatif mading, jadi disini dia gantiin Edo yang udah kelas 3, yang lagi fokus buat ujian”
“ohh” jawabku singkat padat dan jelas.
Dan gak lama kemudian, Elsa ketua osis membawa seorang cowok masuk ke ruang office mading dan memperkenalkannya pada kami semua.
“temen-temen ini Doni, anak baru di sekolah terus anak baru juga di office madding ini, dia bakalan jadi kreatif disini, semoga kalian bisa kerja sama dengan baik ya” begitulah isi pidato yang di sampaikan Elsa kurang lebihnya mohon di maafkan.
Aku menatap cowok itu, kira-kira tingginya 168cm, berkulit sawo matang, ya untuk ukuran cowok sih dia memang bisa di katakan “keren” karna kepiawaiannya berdandan ala-ala pria metro-seksual. Seperti itulah deskripsiku pada cowok itu.
“dan kamu Nely, Doni ini mungkin akan lebih banyak kerja sama sama kamu buat menyelesaikan berita madding bulanan” kata Elsa padaku.
Aku ternganga kemudian menunjuk diriku sendiri dengan tatapan yang sumpah idiot sekali.
Elsa kemudian meninggalkan Doni di ruang Office kami. Seluruh cewek berhamburan menyalaminya ingin berkenalan, tapi aku tetap saja duduk manis di bangku ku sambil mencoret-coret kertas yang di atas mejaku. Beginilah caraku mencari inspirasi.
Kemudian Yola menarikku dari meja kerja ku, melangkah keluar.
“hey, whats wrong ?” tanyaku pada Yola.
“itu Doni ?” tanyanya padaku. Teman sekelasku ini sepertinya terlihat aneh.
“yes, yang ku dengar memang namanya Doni. Kenapa ?” tanyaku sedikit penasaran.
“oh god !” pekiknya.
“goat ada di ladang hahaha” aku sedikit bercanda mencairkan keadaan.
“bukan, dia itu yang pernah membuat sahabatku Sinta patah hati akut” jelasnya sedikit.
“hah?” aku menatap Yola sedikit bengong tak mengerti dengan ucapannya.
“iya, dia yang membuat Sinta patah hati dulu, kata Sinta dia punya banyak cewek, dan Sinta yang udah terlanjur sayang sama dia, ya jadinya gitu deh”
“masa ?” aku langsung antusias mendengar cerita Yola. Otakku berfikir diluar batas kesadaranku, ada yang ingin kulakukan untuk mendapatkan inspirasi dari cerita maddingku minggu ini. hahaha dan setan di dalam hatikupun ikut bicara.
“iya..” and then.. bla-bla-bla bercerita lah Yola panjang lebar tentang Doni kepadaku, ku dengarkan dengan baik benar dan seksama.
This will be awesome, batinku.
            Niatku untuk menyelesaikan tulisan ku ini sangatlah besar. Kemudian setelah kedatangan Doni semuanya berubah. Ini mungkin menjadi rencana yang sangat mengerikan, dan sebelumnya aku harus mempersiapkan seabrek kata maaf untuk akhir cerita ini.

***
            Hari ini kehidupanku sedikit lebih baik dari pada kemaren. Oke refresh otak dan seluruh isi kepalaku. Baik.
            “hii” sapa Doni sembari menarik kursi dan duduk di depan meja kerjaku.
            Aku tak terlalu menanggapinya. Aku hanya tersenyum seperti biasa pertanda aku menerimanya dengan baik. Seluruh siswa staf office madding melihat ke arah kami berdua. Norak, kataku dalam hati.
“aku Doni” katanya memperkenalkan diri.
“sudah tau” aku tak terlalu merespon supaya gak terlihat norak seperti cewek lain.
“nama kamu ?”
“Nely Alicia, panggil aja Nely” kataku.
“namamu lucu” komentarnya. Dia memang seorang yang piawai sekali.
“ah masa ? kok aku gak ketawa sih ?”
Doni bengong. “hehe, selera humor mu bagus” katanya menutupi ketololannya akibat sahutanku.
“hahaha, mau ngapain ?” tanyaku.
“ngomongin berita bulanan buat madding, katanya sama kamu kan ?”
“oh iya..” otakku tiba-tiba terhenti kemudian .. “eh Don, gimana kalo kita ngomonginnya entar sore aja, sambil minum-minum di café gitu” kata-kata itu spontan keluar dari mulutku dan of course..
“emm, oke deh” meski sedikit bingung, akhirnya ia mengiyakan juga tawaranku.
“oke, ku tunggu entar sore ya jam 4 di Red Café”
“oke” katanya. Kemudian beranjak menjauh keluar office.
Kemudian tak berapa lama Doni keluar, Dio datang menghampiriku di office. Tumben sekali hari ini dia kemari. Mungkin ada yang penting.
“hay” sapanya padaku.
“hey” ku balas dengan senyum termanisku.
“siapa tadi ?” pertanyaan itu sedikit membuatku terkejut. Berarti dari jauh tadi Dio mengintaiku. Sukurlah aku tak melakukan hal-hal yang aneh.
“anak baru katanya 12 Ips 1, kreatif baru disini, kerja sama, sama aku buat berita madding bulanan, kenapa ?” tanyaku ragu.
“oh enggak papa, makan di kantin yuk, aku laper, temenin hehe” pinta Dio.
“iya sayang, ayo sekarang” aku menyeretnya keluar.
Dio tersenyum.
“aku sore ini keluar ya?” aku minta izin pada Dio.
“kemana ?”
“nyari buku ke toko buku” jawabku ragu, dengan rasa bersalah, aku berbohong.
“oh, aku temenin ?”
“gak, gak usah, aku sama mamah sekalian ke salon”
“oh, iya deh”
Aku memalingkan wajahku agar Dio tak menangkap kebohongan dari air mukaku. Maaf Dio, membatin.
***
Jam 16.15 di tanganku yang ku lihat. Aku telah sampai di Red Café tempat aku janjian dengan Doni. Agak ngaret 15 menit, karna itulah kebiasaanku. Mataku celingak celinguk mencari Doni. Terlihatlah Doni duduk di salah satu meja di sudut café dengan lekas aku mendatanginya.
“Don..” kataku.
“hey Nel”
“udah lama ?”
“gak juga sih, baru juga 15 menit”
“oh iya, maaf ya ngaret”
“gak apa-apa, kamu mau pesan apa ?”
“aku minum aja deh, coffee latte ya”
“gak makan ?”
Aku menggeleng. “kenyang” sambil tersenyum.
“oke” kemudian Doni memanggil mbak-mbak café.
“mbak, 1 coffee latte, 1 ice cappucinno sama 1 nasi goreng spesialnya ya..mbak…”
“oh, iya mas”
Kemudian mbak itu kembali ke dapur.
“jadi gimana ?” Doni membuka percakapan.
“ya, menurut kamu gimana, sebagai kreatif harusnya kamu punya banyak ide dong buat berita bulan ini, haahahaha”
“lebay deh”
“emang bener kan Don ? haha”
Doni bersandar di kursi. “menurut aku lebih baik kita angkat berita tentang anak muda gitu deh, kita kan SMA ya menurut gue gimana kalo Cinta Monyet, kita bikin aja artikel tentang Cinta Monyet and then all about cerita tentang Cinta Monyet, gimana ?”
Aku menatap Doni tajam.
“kenapa ?” tanyanya.
“gak realistis” jawabku singkat.
“emang harus ya ?”
Aku tak menjawab kemudian pelayan café itu datang lagi mengantarkan pesanan di meja kami.
“ini mbak, mas, selamat menikmati”
“ya mbak” seperti biasa Doni menebar senyum manisnya itu.
Aku langsung menyeruput coffee latte ku, setidaknya itu dapat meleburkan kebekuan otakku saat ini.
“kamu yakin gak makan ?” Tanya Doni lagi sambil mengunyah nasi gorengnya dengan teratur.
Aku menggeleng.
“coba deh, enak lho* kamu nyesel kalo gak coba” katanya kemudian meyendokkan sesendok nasi goreng dan menyuapkannya ke mulutku, dengan dongonya aku pun terpaksa memakannya dan mengunyahnya.
“enak kan ?” tanyannya.
Aku mengangguk terpaksa. Ini dia yang membuat perempuan jadi klepek-klepek. Perlakuan playboy pada setiap wanita akan terlihat sangat sempurna di mata wanita. Aku merasakannya. Pantas saja, pikirku. Baru segini saja aku sudah bisa mengambil kesimpulan.
Drrtt-drrtt-drrrttt
Terdengar suara hape Doni bergetar di atas meja. Doni yang asik memakan nasi goreng tak memperhatikan akhirnya aku yang angkat bicara.
“Don, hape kamu tuh”
Doni mengangkat mukanya kemudian melihat kearah hapenya.
“bentar ya” katanya.
“oke”
Doni mengangkat telepon tersebut.
“Hallo, hey, Iya-iya, ada kok, malam ini ? bisa di atur, oke kita ketemuan di Café Hello aja ya, oke” Ia menutup teleponnya. dengan bahasa yang sopan santun dan sangat lemah lembut Doni bercakap dengan seseorang di seberang telepon itu. Itu pasti cewek, pikirku.
Aku tersenyum manja, itu lah ciri khas ku jika sedang dalam kondisi seperti ini. “pacar?”
“emh ? bukan.” Katanya. Dia tak terlalu menanggapi pertanyaanku, ya mungkin dia menutupi sesuatu dariku. Mungkin.
Kriinggg!!!Kriiinggg!!!Kriingg!!
Dan inilah giliran handphone ku yang berbunyi. Sebuah pesan baru masuk ke handphoneku.
Dimana? Tanya Dio di sms itu.
Di salon sama mamah. Entar aku kabarin lagi ya. And-Send.
“pacar?” Tanya Doni melihatku asik memegang handphone ku. Sembari menyulut rokoknya.
“emh ?” aku melirik kearahnya sambil menggeleng kecil dan tersenyum manja.

Percakapan panjangku dengan Doni di café itu sudah mampu membantuku menyelesaikan 3 lembar halaman awal cerpen maddingku. Lega juga rasanya. Imajinasi keluar tak terduga. Banyak hal baru yang aku dapatkan.
Jam sudah menunjukan pukul 23.10 WIB dan waktunya aku kembali bermain di alam bawah sadarku. Dio sudah duluan tidur setelah ia meneleponku jam 9 tadi. Kasian dia, pikirku. Tapi apa boleh buat. Kamu tau aku sayang kamu, aku berbicara sendiri di dalam hati.

***
Pagi ini Dio mengajakku untuk makan di kantin. Karna dia tak memasak di kostnya. Karna otakku sedang mumet aku hanya memesan minum saja, hanya menemani Dio makan.
Aku melihat Dio mengaduk-aduk makanannya di atas meja seperti biasa kemudian menyendoknya.
“gimana kabar mama ?” Tanya Dio memulai percakapan.
“baik kok.” Jawabku sambil menyeruput coffee latte ku.
“oh, terus kemana aja kemaren ?” tanyanya lagi mengunyah makanannya.
“ke toko buku, terus ke salon” aku langsung memalingkan mukaku ke arah lain agar Dio tak menangkap air mukaku.
“oh okey”
“aku mau dong..” kataku meminta kepada Dio. Entah kenapa aku ingin sekali melakukan ini.
Dio sejenak dia menatap wajahku. Kemudian meletakkan sendok dan garpu di atas piring dan menyodorkan piringnya ke arahku.
Aku melongo tak percaya dengan apa yang di lakukan Dio. Aku pikir dia akan melakukan hal yang sama seperti yang Doni lakukan kepadaku kemarin. Ternyata perkiraanku salah besar, sama seperti pada nilai nol pada ujian matematika ku dulu. Aku langsung tak bersemangat lagi.
“kok di diemin, jadi gak ?” Tanya Dio.
Aku hanya diam kemudian menyendok makanan itu dan menyuapnya sendiri ke mulutku. Cuma 1 hal yang aku pikirkan sekarang. Sangat tidak romantis.
            “oya siang ini aku kayaknya ada rapat pengurus madding, jadi kamu pulang duluan gak apa-apa kok” kataku.
            “oh, gitu ya ? oke deh” Dio sama sekali tak merasakan apa yang aku rasakan dan aku mulai merasa kecewa.

***
            Ini adalah hari 4 untuk penelitian cerpen madding pada Doni. aku sudah bisa menangkap ending dari ceritaku. aku dan Doni semakin dekat saja. Aku bagaikan mendekatinya, begitupun Doni, ia menyambutku dengan sangat baik dengan semua kebaikannya yang selalu tak pernah ku duga. Aku bagaikan di istimewakannya. Harusnya aku berterimakasih pada Doni tentang hal ini, tapi itu tak akan mungkin ku lakukan kalian pasti tahu alasannya kenapa?
            “hey” sapa Doni di depan meja kerja ku di ruangan office.
            “ya” jawabku seadanya.
            Doni duduk di atas meja kerjaku seperti teman-teman lain jika ingin mengobrol dengnku. Aku sedikit tak suka dan kurang nyaman jika Doni lakukan itu, karna ia baru saja mengenalku.
            “jika di situ teman khayalanku sedang duduk, apa kamu akan tetap duduk di situ” tanyaku.
            “oh, maaf, aku gak tau kalau teman khayalanmu sering nongkrong di atas meja ini”
            Aku tersenyum tipis. Kemudian Dino pindah dan menarik kursi ke depan meja kerjaku.
            “aku tadi liat kamu makan sama cowok, itu cowokmu ?” tanyanya.
            “oh, tadi pagi itu ya, itu…” sejenak aku terhenti, jika aku menyebut kata ya, cerpenku takkan berhasil, tapi jika.. “gak dia bukan cowokku” sambungku sangat cepat.
            “oh..” sahut Dio singkat. Sialan, batinku.
            “iya” aku sedikit tersenyum getir.
            “kamu ada acara malam ini ?” Tanya Doni.
            “kenapa ?”
            “aku Cuma mau ngajak kamu makan di luar aja” ajaknya.
            Aku berfikir keras. “oke, aku bisa kok malam ini”
            “oke, aku jemput jam 7 ya”
            “sip”
            Doni pun beranjak pergi meninggalkan aku. And aku harus katakan “wow” kali ini, karna dalam kurun waktu empat hari aku mampu membuatnya sedikit penasaran dan tertarik padaku. Aku mulai berfikir, aku teringat Dio, lagi-lagi seabrek kata maaf tertulis di hatiku untuk Dio.  

Tetetttt-tettteett
            Terdengar suara bel yang mengagetkan ku, memaksaku melangkah masuk ke kelas. Sepertinya tuhan memang tak mengijinkan aku memikirkan Doni.

            Seperti perjanjian tadi siang dengan Doni pukul 18.45 aku telah siap hanya perlu polesan bibir sedikit. Tiba-tiba di luar kamarku terdengar ketukan. Itu pasti mama.
            “masuk ma?” kataku dari dalam kamar.
            Kemudian pintu di buka kecil dan masuklah mama. Mama yang selalu menemaniku selama ini, mama yang selalu ada dan mengerti keadaanku, aku sangat menyayanginya. Aku menatapnya. Kemudian mama memelukku, karna seharian ini kami baru bertemu sekarang, mama sibuk di bakery yang baru saja buka sekitar setahun ini setelah kepergian papa bekerja di singapura dan hanya pulang setahun sekali. mungkin bakery lagi ramai hari ini.
            “cantik banget, mau kemana kamu ?” mama tersenyum mengelus rambutku yang lagi berdandan.
            “pergi ma”
            “sama siapa ? Dio ?” mama memang sangat mengenal Dio. Aku sangat beruntung memiliki mama. Karna dia, selalu mendukungku dalam kondisi apapun.
            “bukan, sama temen” jawabku lembut.
            “cowok ?”
            Aku menatap mama. “emmm, mama plis diam ya, soalnya Dio taunya aku malam ini ada rapat sama temen-temen madding, soalnya dia cemburuan banget sama temen cowokku yang ini” jelasku pada mama meminta pengertian.
            “jadi, kalo Dio datang kesini kamu minta mama bohong” mama tersenyum menggodaku.
            “hehe-hehe-hehe” aku terkikik.
            Tet-tet-tteettt
            Suara klakson mobil terdengar dari luar.
            “nah itu mungkin temen kamu, kamu hati-hati ya, oya satu pertanyaan lagi, kamu baik-baik aja kan sama Dio ?” kata mama.
            “ya mam, aku baik-baik aja kok sama Dio. Aku berangkat ya ma” setelah mencium mama, aku beranjak dan keluar menghampiri Doni.
            Doni sudah bertengger di depan mobilnya dengan baju hem yang sangat cocok di kenakannya malam itu, dan tetap dengan gaya ala pria metro seksual nya. Sedangkan aku, oh my god, aku hanya menggunakan sepatu kets dan atasan berbahan sifon dan tentunya tak ketinggalan jeans dan tas saja. Sangat biasa sekali. Yasudahlah, untuk malam ini saja.
            Doni kemudian membukakan pintu mobil depan untukku. Astaga, aku makin saja di buatnya ternganga, karna Dio tak pernah lakukan hal itu.
            Sepanjang jalan di isi dengan canda tawa. Doni memang benar-benar bisa menjadi perfect dimataku. Ia mampu membuat percakapan antara kami berdua sangat hidup. Ia selalu menyambut pertanyaan-pertanyaan konyolku dengan caranya yang membuat ku sama sekali tidak merasakan bosan. Ya aku tau, aku ini gadis yang sangat unik, aku kadang secara spontan mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan konyol dan tak masuk akal dan akan membuat para pendengarnya bingung atau bisa saja mengira aku punya kelainan jiwa. Dio selalu memasang muka sinis dan sangat tidak suka jika aku memberikan dia pertanyaan yang membuatnya risih, terganggu atau terpaksa harus mengeluarkan banyak huruf, kata dan kalimat dari mulutnya untuk mejawab hal yang tak penting sama sekali itu. Tapi tidak yang di lakukan Doni, ia selalu melihat pertanyaan yang aku keluarkan itu dengan sunggingan senyumnya ber ciri khas itu dan tak terlihat wajah jenuhnya sama sekali, atau mungkin itu memang triknya untuk memikatku. Tapi.. Astaga, aku tak tahu apa yang aku rasakan. Ini perasaan ter-idiot yang pernah aku rasakan. Ingat Nel, dia bukan laki-laki baik. Tapi, tetap saja, aku memaknai dia sebagai laki-laki yang baik. Ia berhasil menutupi identitasnya sendiri di mataku dan membuatku terpukau dan memesona nya. Perasaan ini menyeruak tak tertahan. Perasaan ini menggeliat-liat di lumpur hati dan coba untuk memperdengarkan bunyi denyutnya ke seluruh penjuru dunia. Seiring dengan hadirnya Doni…

            Malam ini mungkin adalah malam terindah di hidupku. Aku mendapatkan sesuatu yang sempurna. Aku asik dengan dunia ku sendiri dan kalian sudah bisa ambil kesimpulan kan ? aku terjebak pada rencanaku sendiri. aku tak menyangka ini semua akan terjadi. Malam ini Doni berhasil membuatku merasakan sesuatu yang aneh, yang sering ku sebut perasaan Idiot. Tapi, tidak! Ini gak boleh terjadi, bagaimana dengan Dio ? lupakan !

            “makasih buat malam ini” kata Dio di dalam mobil.
            “iya, oke” aku mencoba bersikap sebiasa mungkin di hadapannya.
            “malam minggu ini kamu ada acara lagi gak ?” tanyanya.
            “kenapa ?”
            “aku mau ajak kamu jalan lagi.” Katanya sambil menyetir mobil menuju rumahku.
            Aku sedikit heran “kamu memangnya gak jalan sama cewekmu ?”
            “hahaha, Nely, aku gak punya cewek”
            Aku hanya diam. Kemudian Doni keluar membukakan pintu mobil untukku.
            “jadi, gimana dengan tawaranku ?” Tanya Doni sekali lagi.
            “oke deh” jawabku.
            “oke” Doni kemudian masuk ke dalam mobil dan aku melepaskan kepergian mobilnya yang hilang di telan malam komplek rumahku.
            Kemudian aku mencek hapeku. Dan ternyata 56 panggilan tak terjawab dan 5 sms masuk dan semuanya dari Dio..

***
            Aku tak habis pikir apa yang terjadi dengan ku. Aku terjebak dengan perasaanku sendiri. Sial, jeritku dalam hati. But, aku telah menyelesaikan 6 lembar dan 4 lembar lagi ku targetkan menjadi endingnya. Jadi ini bagaimana ? gimana aku nyelesein endingnya ? aku menarik nafas dalam, menghadap ke depan laptop. Jari jemari ku terhenti untuk menyelesaikan cerita ini. aku tak yakin..

***
            Kedekatanku dengan Doni yang tak di ketahui Dio membuatku makin tak terkontrol. Dio sudah mulai curiga. Aku harus buru-buru mengambil keputusan sebelum terlambat. Malam minggu ini aku memutuskan untuk mundur dari kehidupan Doni. aku tak mungkin melanjutkannya. Aku harus melakukan ini, sebelum terjadi sesuatu.
            “malam minggu ini aku mau pulang ke Jakarta sama temen satu kost, uang bulanan udah habis” kata Dio padaku saat makan siang hari ini.
            Aku terdiam. Mataku menjuling ke samping mendengar berita ini. ini akan berhasil, pikirku. “oya, gak apa-apa kok”
            “iya, maaf ya minggu ini gak sama kamu” Dio membelai pipiku lembut.
            “iya, gak apa-apa kok sayang” kataku tersenyum manis.
            “habis ini aku antarin kamu pulang ya, soalnya aku mau nyiapin baju buat berangkat ke jakarta malam ini”
            “oh oke sayang”
            Seperti janji Dio, dia mengantarkan aku pulang. Tiba-tiba saja saat aku melihat dia menyetir aku menatap nya lekat. Aku ingin sekali bersamanya. Dio berhenti di depan rumahku. Dia menatapku masih seperti biasa sebelum aku keluar dari mobilnya.
            “sini” katanya. Dia mencium keningku kemudian memelukku lembut. “kamu baik-baik ya tanpa aku, aku sayang kamu” katanya. Ia mencium bibirku lembut.
            Tiba-tiba saja aku meneteskan air mataku. Aku memeluknya erat seperti tak ingin kehilangan dia.
            “kamu kok nangis ?” tanyanya mengusap air mataku.
            “gak kok, aku Cuma kangen kamu” kataku.
            “iya, maaf ya sayang. Aku pergi, nanti kamu aku kabarin ya”
            Aku mengangguk.
            Kemudian aku membuka mobil dan keluar melepaskan kepergian Dio. Ini sangat aneh pikirku.

***
           
Ini dia nih yang ku sebut dengan seabrek kata maaf!
            Malam ini, jam sudah menunjukan pukul 7 malam, Doni sudah stand by menjemputku di depan rumah. Kemudian seperti biasa ia membukakan pintu mobil untukku dan membawa ku ke sebuah resto café.
            “ngomong kamu dikit malam ini, makan kamu juga dikit Nel, kenapa ? ada masalah?” kata Doni setelah makan. Doni sepertinya menangkap air mukaku yang tidak seperti biasanya.
            “gak ada kok, cuman ada yang mau aku omongin aja ke kamu” kataku.
            “apa ? ngomong aja”
            Aku menarik nafas dalam dan mempersiapkan diri. “begini, kamu mungkin ngerasa aku ngedeketin kamu selama seminggu ini, kita makan, keluar, ngobrol, dan deket, kamu mungkin terpancing dengan apa yang aku lakuin, dan maaf aku gak bermaksud kayagitu. Aku Cuma mau nyelesein cerpen maddingku minggu ini, tapi yang secara nyata aku lihat, dan aku menjadikan kamu sebagai..”
            “bahan penelitian ?” Doni memotong pembicaraanku.
            “ya, mungkin. Tapi-tapi aku gak bermaksud. Aku gak tau semuanya bakalan jadi kayak gini”
            Doni diam. Terlihat dia terkejut. “Nel jujur, aku suka kamu, dari awal kita kenal, dan aku gak niat main-main dengan semua ini.”
            “bukannya kamu punya banyak cewek ?”
            “siapa ? temen, keluarga, mama ? kaka ?”
            “yang sering nelponin kamu dan ngajak kamu jalan ?”
            “itu semua temen, terkadang kaka dan mama”
            Aku sedikit tak percaya dengan apa yang dikatakan Doni. entah kenapa. “sebelum terlambat, dan sebelum aku jatuh cinta beneran sama kamu, aku mundur, maaf” kataku.
            “kenapa ? kita bisa lanjutkan ini ?”
            “aku gak bisa.. aku sudah punya pacar yang waktu itu kamu lihat makan berdua denganku” jelasku.
            “tapi-tapi kamu bilang ?”
            “iya aku tau, aku mau minta maaf, maaf, aku gak bisa, aku masih sayang dia”
            Terlihat raut kekecewaan di wajah Doni. “oke, aku ngerti” jawabnya lemas.
            “maaf” kata itu terucap sekali lagi di bibirku.
            “oke, ku rasa saatnya kita pulang”
            Aku mengangguk.
            Di dalam mobil Doni hanya diam. Tak seperti sebelumnya. Aku jadi merasa sangat bersalah. Tak berselang berapa lama kemudian, mobil Doni terhenti di depan rumah ku. Ia keluar untuk membukakan pintu mobil.
            “maaf, sekali lagi” kataku dengan rasa sangat bersalah.
            Doni tersenyum. “gak apa-apa kok, makasih untuk seminggu ini ya Nel”
            Aku mengangguk.
            “a kiss for us to say good bye” pinta Doni.
            Aku terdiam terpaku mendengar penuturannya dan ternyata aku mengiyakannya juga.
            Doni mencium ku. Ya tuhan ! apa yang aku lakukan. Entahlah, aku tak tahu ini keputusan yang benar atau tidak. Dan semuanya gelap ..
           
***
            Hujan deras mengguyur kota. Hari ini hari minggu, jam sudah menunjukan pukul 09.15 wib. Aku menunggu kabar dari Dio yang tak kunjung juga meneleponku seperti biasa sambil duduk di kursi tamu. Tadi malam saat aku pulang mama sudah tidur. Jadi aku langsung masuk kamar dan tidur.
            “pagi sayang” kata mama keluar dari kamar sambil membenarkan piamanya.
            “pagi ma” kataku lesu tak bersemangat.
            “oya, tadi malam Dio kesini, nungguin kamu, katanya dia gak jadi berangkat karna temennya ada kepentingan lain yang gak bisa di tinggal.”
            Teh yang baru saja ku seruput langsung muncrat mendengar penuturan mama. “what? Kenapa mama gak bilang?”
            “kamu pulang pas mama udah tidur”
            Aku bergegas memakai jaket dengan baju kaos seadanya dan celana pendek keluar dari rumah. “ma aku mau pergi, ada kepentingan!” teriakku.
            Dengan cepat aku melangkah memanggil taksi dan pergi ke kost Dio. Yang benar saja, yang ku temui hanya Gery teman satu kost Dio.
            “Dio mana ?” tanyaku panik. Aku benar-benar sangat panik.
            “jangan cari orang yang gak mau di cari” kata Gery.
            Aku lemas. Semua menjadi kacau. Aku terkulai lemah, terduduk di lantai, menangis sejadi-jadinya. Semuanya terlambat! Aku berteriak, menjerit sejadi-jadinya. Maaf Dio, maaf, aku gak ada maksud. Teriakku dalam hati. Tapi Dio tak mendengar dan tak akan pernah mendengar.
            “tadi malam, aku dan Dio gak jadi berangkat ke Jakarta. Dio sempet nganterin aku ke tempat tanteku buat ada urusan, terus di mobil hape dia bunyi, samar-samar aku lihat ada sms masuk tulisannya kayak gini coba kamu ke rumah pacarmu sekarang dan lihat apa yang terjadi. Padahal Dio baru aja dari rumah kamu, tapi katanya kamu gak ada. Sebenarnya Dio gak percaya, dengan cepet dia nganterin aku dan balik ke rumahmu, dan ternyata…”
            “dia lihat semuanya ?”
            Gery mengangguk.
            “itu gak kaya yang dia bayangin” aku mengacak-acak rambutku. Otakku berfikir keras siapa yang melakukan semua ini, dan aku langsung mendapatkan jawabannya.
            Aku langsung pergi menuju kost Ines. Kemudian menggedor-gedor kostnya.
            “keluar lo sialan !” teriakku.
            Di bukalah pintu oleh Ines dan tanpa basa basi lagi Ines langsung mendapat cap 5 jari ku.
            “hey, apa-apaan sih lo !” teriaknya marah-marah.
            “setan lo ! seneng kan lo ! puaskan lo ? buat gue dan Dio berakhir !”
            Ines tertawa sambil memegang pipi bekas tamparanku. “iya, gue puas banget ! dan gue bisa kembali sama Dio ! Ha to the Ha !”
            “kurang ajar lo !” aku mencakar muhanya dan sialnya lagi aku makin terperangah di buatnya karna Dio keluar dari dalam kost Ines dengan wajah sayu seperti setelah menangis dan tertidur.
            Aku menganga. Mataku tanpa berhenti menumpahkan cairan bening yang sering ku sebut air mata. Ingin sekali aku histeris, tapi aku menjaga harga diriku di hadapan perempuan Nista ini.
            “makasih Nel” kata Dio. Hanya dua kata itu yang keluar dari mulutnya. Ini cukup untuk menjelaskan semuanya bagiku. Dia membalasku.

***
            Ini dia ending dari seluruh cerita yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Bahkan aku tak pernah merencanakan ini sebelumnya bahkan untuk cerpen maddingku pun sekalipun. Akhirnya cerpen madding ku mendapatkan ending nya setelah seminggu, begitupun juga aku dan Dio ternyata juga mendapatkan ending kami setelah seminggu. Hanya dalam seminggu…
Aku tak mungkin menyesal sekarang karna aku telah terlambat. Karna semuanya telah menjadi senjata makan tuan untukku. Takkan ada lagi Dio yang menyayangiku, aku telah menyia-nyiakan semuanya, menyia-nyiakan rasa sayang tulus dari seseorang yang sangat sulit di cari kembarannya. Kini aku melihatnya bersama orang yang sangat ku benci. Oke, sekarang Ines menang, aku terima. Karna mungkin aku tak bisa mengelak, ini kenyataanku dan ini aku. Kemudian Doni kini kembali kepada Sinta, teman Yola itu, mereka sangat serasi, pikirku. Ini saatnya aku belajar menghargai yang sudah ku punya. Kehilangan Dio adalah salah satu pukulan terberat dalam hidupku, tapi juga awal yang baru untuk kehidupanku.
“Nely-“ sapa seseorang setelah aku menempel cerpen madding yang penyelesaiannya harus menumbalkan hubungan ku dan Dio itu saat sekolah masih sepi di pagi hari buta. Aku menoleh, seperti suara Dio, pikirku.
Tapi setelah aku menoleh—kosong. Tak ada seorangpun berdiri disana. Aku hanya tersenyum kearahnya. Entah siapa.
*The End*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar