Ending Madding
Oleh : Aidha Aprilyza
Beberapa
hari ini telah membuatku hampir saja kehilangan akal sehat. Begitu ya ?
bukannya sekarang aku benar-benar sudah gila. Heh ? ini dia yang sering aku
sebut krisis jati diri. Maklum lah anak ABG, baru tau yang namanya cinta
monyet. Tapi kalian yang dewasa tau gak sih, kalau cinta monyet itu ternyata
rasanya lebih nyata dari apa yang pernah kalian rasa ? bukan-bukan kalian tak
akan yakin menyebut ini sebagai cinta monyet jika kalian merasakan sendiri. aku
berani bertaruh duit seribu untuk hal ini. Aku bisa saja menjadi schizofrenia
karena ini. oh omegot ! oh no ! terus gueh mesti bilang WOW getoh ? ya enggak
lah ! karna ini ceritaku, dan apa ceritamu hahaha
Akhir-akhir
aku merasakan jenuh, jenuh dengan seluruh kehidupanku, semua rutinitasku. Tapi
sebuah hal menghambatku untuk beristirahat dan bermain dengan alam mimpiku. Aku
deadline untuk menyelesaikan sebuah cerita yang akan ku pajang pada madding
mingguan karna itulah pekerjaan ku di sekolah selain makan di kantin dan
belajar, ya di SMA ini. aku ikut ambil bagian dalam pengisi mading setiap
minggunya untuk menulis satu cerita teenlit anak remaja selain mengisi berita
madding bulanan. Biasanya aku membuat cerita hanya sesuai imajinasi ku ini
saja, tapi kali ini aku ingin membuat sebuah hal yang berbeda pada ceritaku.
Aku ingin menulis cerita sesuai pengamatanku sendiri dengan waktu yang sangat
terbatas dan sangat sempit ini dan gara-gara ide gila ku ini lah ceritaku di
mulai ..
“aku
pengen buat satu cerita yang aku amati sendiri, dan itu real” jelas ku lembut
pada Dio.
“contohnya
?” Dio mengaduk-aduk mie ayamnya yang hampir dingin itu kemudian ia masukkan ke
dalam mulutnya.
“ya
cerita yang aku amati, kalo bisa aku alami sendiri”
“jadi
?” Tanya Dio lagi kemudian menyedot jus mangga nya dalam-dalam sambil
manatapku.
Aku
mulai kesal dengan tingkah Dio yang seperti tidak terlalu merespon perkataanku.
Aku hanya menarik nafas panjang kemudian berkata “jadi, habisin aja mie ayam
kamu dulu” kataku dengan nada yang mulai berubah.
“iya
iya, aku dengerin kamu sayang” dengan cepat tanggap dan sepertinya tahu tentang
jalan pikiranku ia langsung berhenti memakan mie ayam. Ya jelas, itu karena mie
ayam miliknya sudah habis.
“kamu
tuh, kadang-kadang pengen ku cakar deh”
“jangan,
entar mukaku gak ganteng lagi. Kamu emangnya mau punya pacar gak ganteng?”
“Dio,
aku serius” mukaku memerah dan memelas padanya.
“hahaha,
iya sayang iya, maaf ya, terus sekarang kamu maunya gimana ?”
“dalam
seminggu ini aku mau meneliti orang yang gak setia sama pacarnya”
“caranya
gimana ?”
“ya
nanya ke seleruh sekolah kek, gimana kek,” aku menyeruput jus mangga Dio
sebelum dia mengambilnya karna aku juga sangat haus.
“gak
semudah itu kali Nel, itu akan mejadi pertanyaan yang tertuju buat privacy
orang lain”
“terus
gimana ? apa yang bisa terjadi dalam seminggu?”
“ya
apa aja bisa terjadi sih ?”
Aku
mengangkat alis kananku menatap Dio. Aku melihat sebuah keragu-raguan terpancar
dari matanya.
“aku
gak yakin, kamu baru pertama kali bikin cerita mading sesuai kenyataan” katanya
kemudian.
“trust
me, I will be fine, okay” aku tersenyum menatapnya sambil merengkuh tangannya.
“kamu
bisa aja…”
Sebelum
Dio meneruskan kalimatnya aku buru-buru memotongnya. “otak mu terlalu tolol
untuk memikirkan ini” aku blak-blakan pada Dio. Entah apa yang membuatku
tiba-tiba marah padanya. Aku tak memikirkan perasaannya. Karna memang aku tak
menginginkan memikirkan perasaanya. Sekarang yang ku pikirkan adalah aku. Aku
hanya ingin menyelesaikan pekerjaanku dan Dio mencoba untuk tidak mengerti.
Mataku menyapu seluruh pandangan.
Kemudian aku beranjak pergi meninggalkan Dio yang terbengong-bengong menatapku
di meja kantin. Dio hanya menatapku kosong. Aku benar-benar marah saat itu.
Tapi pikiranku melayang jauh. Kenapa aku
? apa yang baru saja ku lakukan ? batinku.
Braaakkkkk
Aku
menubruk sesuatu hingga terpental jatuh. Dan “auuuwwwww” pekik ku. Aku menatap
kearah apa yang ku tubruk. Sepasang mata menatap ku tajam dan aku tahu itu
tatapan siapa. Aku telah kenyang menatap sepasang bola mata yang hampir saja
ingin ku congkel itu dan ku makan mentah-mentah. Mata yang biasanya siap
menyerangku. Bodoh, kenapa aku sampai
bisa menubruk perempuan kacangan ini, batinku.
“punya
mata gak lo !” teriaknya di depan mukaku.
“gue
punya mata, Cuma gak seboros elo, gue punya porsi.” Jawabku dingin sambil
berdiri dan membersihkan rok ku dari kotoran tanah.
Perempuan
itu melotot ke arah ku. Sepertinya beberapa menit lagi mata itu akan lepas dari
tempatnya.
“lo
gak perlu menatap gue dengan tatapan sinis KAMSEUPAY lo ! disini bukan Cuma elo
yang punya mata, gue juga. Jangan nangis kalo suatu saat tu mata bakalan ilang”
aku ngeloyor pergi. Karna aku sudah enek pengen muntah di hadapannya.
Perempuan
itu melepasku dengan tatapan dendam, aku tahu karna aku juga dendam padanya. Sejak
dulu ..
Dia
Inesa Thunrania Yufita, ya dia adalah .. bagaimana kalau kalian deskripsikan
saja sendiri karna aku sangat oh ralat pakai “banget sangat benci” dia. Oh
tidak, kalian gak akan mungkin menebaknya sendiri. Biar ku persingkat
ceritanya, begini dia adalah orang yang senantiasa ingin sekali menghancurkan
hubunganku dengan Dio. Ya, walaupun aku tau dia gak berhasil dan ingat gak akan
berhasil tapi dia tetap saja secara terang-terangan seperti ingin memperkosaku
di depan supermarket. Dia selalu berusaha merebut Dio dariku, ya tapi aku
memang tak terlalu menanggapinya, karna itu tak penting. Aku yakin, jika Dio
serius padaku dia tak akan pergi. Mungkin aku saja yang terlalu banyak
berkhayal, iya, terlalu banyak menonton sinetron. Lupakan dia, dan aku harus
pergi sekarang.
Aku
melangkah masuk ke dalam ruangan office para pengurus madding sekolah. Kemudian
duduk di meja kerjaku sendiri. Aku mengacak-ngacak rambutku seperti otakku yang
sedang teracak-acak. Yang ku fikirkan adalah, kali ini Dio benar-benar tak
mendukungku sama sekali ! tapi bagaimanapun juga aku harus menyelesaikan
tugasku dalam seminggu ini. ini membuatku gila.
***
“pulang
bareng ?” Tanya seseorang di belakangku yang menghentikan langkahku di koridor.
“Dio..”
aku menoleh ke arah suara itu.
Disana
Dio berdiri dengan perawakannya yang tegap dan senyumnya yang selalu saja
memukauku itu. Aku bahagia sekali melihatnya disana setelah seharian ini kami
tidak bertegur sapa di sekolah gara-gara insiden kecil di kantin tadi.
Dio
membalas senyumku. “pulang bareng ?” Tanyanya sekali lagi.
Tanpa
intruksi aku langsung mengangguk dan berlari mendekatinya kemudian memeluknya.
“maafin aku ya” kataku.
“iya,
gak apa-apa. Aku kasih kamu izin kok buat nyelesein deadline kamu” katanya.
“beneran?”
aku menatapnya.
Ia
tersenyum manis, dan masih dengan mata teduhnya itu.
Dio,
orang yang sudah hampir setahun ini bersamaku. Ku rasa hanya dia yang mengerti
tentang aku. Lebay banget gak sih ? but jujur, ini yang ku rasa. Memang
terkadang pertengkaran kecil sering mewarnai hubungan kami. Tapi hal-hal itu
tak pernah membuat kami berhenti untuk melanjutkan hubungan ini. dia bukan
hanya pacar, dia sekaligus sahabat dan kaka yang selalu bisa dan ada dan dengan
semua kesederhanaannya. Kadang dia tidak mengerti bagaimana harus menghadapiku
dan semua egoku, tapi aku salut padanya bisa bertahan denganku, itulah yang
membuatku menyayanginya.
***
“ada
anak baru tuh kelas 12 Ips 1, bakalan jadi kreatif juga disini” kata Popy
sembari duduk di atas meja kerjaku.
“kreatif
? madding ?” tanyaku pada Popy.
“iyalah,
masa kreatif direktur, yang bener aja”
“anak
baru ?” tanyaku pada Popy.
“iya,”
“kok
cepet banget sih, bukannya dia anak baru ?”
“kata
kepsek dulu di sekolahnya yang lama dia juga jadi kreatif mading, jadi disini
dia gantiin Edo yang udah kelas 3, yang lagi fokus buat ujian”
“ohh”
jawabku singkat padat dan jelas.
Dan
gak lama kemudian, Elsa ketua osis membawa seorang cowok masuk ke ruang office
mading dan memperkenalkannya pada kami semua.
“temen-temen
ini Doni, anak baru di sekolah terus anak baru juga di office madding ini, dia
bakalan jadi kreatif disini, semoga kalian bisa kerja sama dengan baik ya”
begitulah isi pidato yang di sampaikan Elsa kurang lebihnya mohon di maafkan.
Aku
menatap cowok itu, kira-kira tingginya 168cm, berkulit sawo matang, ya untuk
ukuran cowok sih dia memang bisa di katakan “keren” karna kepiawaiannya berdandan
ala-ala pria metro-seksual. Seperti
itulah deskripsiku pada cowok itu.
“dan
kamu Nely, Doni ini mungkin akan lebih banyak kerja sama sama kamu buat
menyelesaikan berita madding bulanan” kata Elsa padaku.
Aku
ternganga kemudian menunjuk diriku sendiri dengan tatapan yang sumpah idiot
sekali.
Elsa
kemudian meninggalkan Doni di ruang Office kami. Seluruh cewek berhamburan
menyalaminya ingin berkenalan, tapi aku tetap saja duduk manis di bangku ku
sambil mencoret-coret kertas yang di atas mejaku. Beginilah caraku mencari
inspirasi.
Kemudian
Yola menarikku dari meja kerja ku, melangkah keluar.
“hey,
whats wrong ?” tanyaku pada Yola.
“itu
Doni ?” tanyanya padaku. Teman sekelasku ini sepertinya terlihat aneh.
“yes,
yang ku dengar memang namanya Doni. Kenapa ?” tanyaku sedikit penasaran.
“oh
god !” pekiknya.
“goat
ada di ladang hahaha” aku sedikit bercanda mencairkan keadaan.
“bukan,
dia itu yang pernah membuat sahabatku Sinta patah hati akut” jelasnya sedikit.
“hah?”
aku menatap Yola sedikit bengong tak mengerti dengan ucapannya.
“iya,
dia yang membuat Sinta patah hati dulu, kata Sinta dia punya banyak cewek, dan
Sinta yang udah terlanjur sayang sama dia, ya jadinya gitu deh”
“masa
?” aku langsung antusias mendengar cerita Yola. Otakku berfikir diluar batas kesadaranku,
ada yang ingin kulakukan untuk mendapatkan inspirasi dari cerita maddingku
minggu ini. hahaha dan setan di dalam hatikupun ikut bicara.
“iya..”
and then.. bla-bla-bla bercerita lah Yola panjang lebar tentang Doni kepadaku,
ku dengarkan dengan baik benar dan seksama.
This will be awesome, batinku.
Niatku untuk menyelesaikan tulisan
ku ini sangatlah besar. Kemudian setelah kedatangan Doni semuanya berubah. Ini
mungkin menjadi rencana yang sangat mengerikan, dan sebelumnya aku harus
mempersiapkan seabrek kata maaf untuk akhir cerita ini.
***
Hari ini kehidupanku sedikit lebih
baik dari pada kemaren. Oke refresh otak dan seluruh isi kepalaku. Baik.
“hii” sapa Doni sembari menarik
kursi dan duduk di depan meja kerjaku.
Aku tak terlalu menanggapinya. Aku
hanya tersenyum seperti biasa pertanda aku menerimanya dengan baik. Seluruh
siswa staf office madding melihat ke arah kami berdua. Norak, kataku dalam hati.
“aku
Doni” katanya memperkenalkan diri.
“sudah
tau” aku tak terlalu merespon supaya gak terlihat norak seperti cewek lain.
“nama
kamu ?”
“Nely
Alicia, panggil aja Nely” kataku.
“namamu
lucu” komentarnya. Dia memang seorang yang piawai sekali.
“ah
masa ? kok aku gak ketawa sih ?”
Doni
bengong. “hehe, selera humor mu bagus” katanya menutupi ketololannya akibat
sahutanku.
“hahaha,
mau ngapain ?” tanyaku.
“ngomongin
berita bulanan buat madding, katanya sama kamu kan ?”
“oh
iya..” otakku tiba-tiba terhenti kemudian .. “eh Don, gimana kalo kita
ngomonginnya entar sore aja, sambil minum-minum di café gitu” kata-kata itu
spontan keluar dari mulutku dan of course..
“emm,
oke deh” meski sedikit bingung, akhirnya ia mengiyakan juga tawaranku.
“oke,
ku tunggu entar sore ya jam 4 di Red Café”
“oke”
katanya. Kemudian beranjak menjauh keluar office.
Kemudian
tak berapa lama Doni keluar, Dio datang menghampiriku di office. Tumben sekali
hari ini dia kemari. Mungkin ada yang penting.
“hay”
sapanya padaku.
“hey”
ku balas dengan senyum termanisku.
“siapa
tadi ?” pertanyaan itu sedikit membuatku terkejut. Berarti dari jauh tadi Dio
mengintaiku. Sukurlah aku tak melakukan hal-hal yang aneh.
“anak
baru katanya 12 Ips 1, kreatif baru disini, kerja sama, sama aku buat berita
madding bulanan, kenapa ?” tanyaku ragu.
“oh
enggak papa, makan di kantin yuk, aku laper, temenin hehe” pinta Dio.
“iya
sayang, ayo sekarang” aku menyeretnya keluar.
Dio
tersenyum.
“aku
sore ini keluar ya?” aku minta izin pada Dio.
“kemana
?”
“nyari
buku ke toko buku” jawabku ragu, dengan rasa bersalah, aku berbohong.
“oh,
aku temenin ?”
“gak,
gak usah, aku sama mamah sekalian ke salon”
“oh,
iya deh”
Aku
memalingkan wajahku agar Dio tak menangkap kebohongan dari air mukaku. Maaf Dio, membatin.
***
Jam
16.15 di tanganku yang ku lihat. Aku telah sampai di Red Café tempat aku janjian
dengan Doni. Agak ngaret 15 menit, karna itulah kebiasaanku. Mataku celingak
celinguk mencari Doni. Terlihatlah Doni duduk di salah satu meja di sudut café
dengan lekas aku mendatanginya.
“Don..”
kataku.
“hey
Nel”
“udah
lama ?”
“gak
juga sih, baru juga 15 menit”
“oh
iya, maaf ya ngaret”
“gak
apa-apa, kamu mau pesan apa ?”
“aku
minum aja deh, coffee latte ya”
“gak
makan ?”
Aku
menggeleng. “kenyang” sambil tersenyum.
“oke”
kemudian Doni memanggil mbak-mbak café.
“mbak,
1 coffee latte, 1 ice cappucinno sama 1 nasi goreng spesialnya ya..mbak…”
“oh,
iya mas”
Kemudian
mbak itu kembali ke dapur.
“jadi
gimana ?” Doni membuka percakapan.
“ya,
menurut kamu gimana, sebagai kreatif harusnya kamu punya banyak ide dong buat
berita bulan ini, haahahaha”
“lebay
deh”
“emang
bener kan Don ? haha”
Doni
bersandar di kursi. “menurut aku lebih baik kita angkat berita tentang anak
muda gitu deh, kita kan SMA ya menurut gue gimana kalo Cinta Monyet, kita bikin
aja artikel tentang Cinta Monyet and then all about cerita tentang Cinta
Monyet, gimana ?”
Aku
menatap Doni tajam.
“kenapa
?” tanyanya.
“gak
realistis” jawabku singkat.
“emang
harus ya ?”
Aku
tak menjawab kemudian pelayan café itu datang lagi mengantarkan pesanan di meja
kami.
“ini
mbak, mas, selamat menikmati”
“ya
mbak” seperti biasa Doni menebar senyum manisnya itu.
Aku
langsung menyeruput coffee latte ku, setidaknya itu dapat meleburkan kebekuan
otakku saat ini.
“kamu
yakin gak makan ?” Tanya Doni lagi sambil mengunyah nasi gorengnya dengan
teratur.
Aku
menggeleng.
“coba
deh, enak lho* kamu nyesel kalo gak coba” katanya kemudian meyendokkan sesendok
nasi goreng dan menyuapkannya ke mulutku, dengan dongonya aku pun terpaksa
memakannya dan mengunyahnya.
“enak
kan ?” tanyannya.
Aku
mengangguk terpaksa. Ini dia yang membuat perempuan jadi klepek-klepek.
Perlakuan playboy pada setiap wanita akan terlihat sangat sempurna di mata
wanita. Aku merasakannya. Pantas saja, pikirku. Baru segini saja aku sudah bisa
mengambil kesimpulan.
Drrtt-drrtt-drrrttt
Terdengar
suara hape Doni bergetar di atas meja. Doni yang asik memakan nasi goreng tak
memperhatikan akhirnya aku yang angkat bicara.
“Don,
hape kamu tuh”
Doni
mengangkat mukanya kemudian melihat kearah hapenya.
“bentar
ya” katanya.
“oke”
Doni
mengangkat telepon tersebut.
“Hallo,
hey, Iya-iya, ada kok, malam ini ? bisa di atur, oke kita ketemuan di Café
Hello aja ya, oke” Ia menutup teleponnya. dengan bahasa yang sopan santun dan
sangat lemah lembut Doni bercakap dengan seseorang di seberang telepon itu. Itu pasti cewek, pikirku.
Aku
tersenyum manja, itu lah ciri khas ku jika sedang dalam kondisi seperti ini.
“pacar?”
“emh
? bukan.” Katanya. Dia tak terlalu menanggapi pertanyaanku, ya mungkin dia
menutupi sesuatu dariku. Mungkin.
Kriinggg!!!Kriiinggg!!!Kriingg!!
Dan
inilah giliran handphone ku yang berbunyi. Sebuah pesan baru masuk ke
handphoneku.
Dimana? Tanya Dio di sms itu.
Di salon sama mamah. Entar
aku kabarin lagi ya.
And-Send.
“pacar?”
Tanya Doni melihatku asik memegang handphone ku. Sembari menyulut rokoknya.
“emh
?” aku melirik kearahnya sambil menggeleng kecil dan tersenyum manja.
Percakapan
panjangku dengan Doni di café itu sudah mampu membantuku menyelesaikan 3 lembar
halaman awal cerpen maddingku. Lega juga rasanya. Imajinasi keluar tak terduga.
Banyak hal baru yang aku dapatkan.
Jam
sudah menunjukan pukul 23.10 WIB dan waktunya aku kembali bermain di alam bawah
sadarku. Dio sudah duluan tidur setelah ia meneleponku jam 9 tadi. Kasian dia,
pikirku. Tapi apa boleh buat. Kamu tau aku sayang kamu, aku berbicara sendiri
di dalam hati.
***
Pagi
ini Dio mengajakku untuk makan di kantin. Karna dia tak memasak di kostnya.
Karna otakku sedang mumet aku hanya memesan minum saja, hanya menemani Dio
makan.
Aku
melihat Dio mengaduk-aduk makanannya di atas meja seperti biasa kemudian
menyendoknya.
“gimana
kabar mama ?” Tanya Dio memulai percakapan.
“baik
kok.” Jawabku sambil menyeruput coffee latte ku.
“oh,
terus kemana aja kemaren ?” tanyanya lagi mengunyah makanannya.
“ke
toko buku, terus ke salon” aku langsung memalingkan mukaku ke arah lain agar
Dio tak menangkap air mukaku.
“oh
okey”
“aku
mau dong..” kataku meminta kepada Dio. Entah kenapa aku ingin sekali melakukan
ini.
Dio
sejenak dia menatap wajahku. Kemudian meletakkan sendok dan garpu di atas
piring dan menyodorkan piringnya ke arahku.
Aku
melongo tak percaya dengan apa yang di lakukan Dio. Aku pikir dia akan
melakukan hal yang sama seperti yang Doni lakukan kepadaku kemarin. Ternyata
perkiraanku salah besar, sama seperti pada nilai nol pada ujian matematika ku
dulu. Aku langsung tak bersemangat lagi.
“kok
di diemin, jadi gak ?” Tanya Dio.
Aku
hanya diam kemudian menyendok makanan itu dan menyuapnya sendiri ke mulutku.
Cuma 1 hal yang aku pikirkan sekarang. Sangat tidak romantis.
“oya siang ini aku kayaknya ada
rapat pengurus madding, jadi kamu pulang duluan gak apa-apa kok” kataku.
“oh, gitu ya ? oke deh” Dio sama
sekali tak merasakan apa yang aku rasakan dan aku mulai merasa kecewa.
***
Ini adalah hari 4 untuk penelitian
cerpen madding pada Doni. aku sudah bisa menangkap ending dari ceritaku. aku
dan Doni semakin dekat saja. Aku bagaikan mendekatinya, begitupun Doni, ia
menyambutku dengan sangat baik dengan semua kebaikannya yang selalu tak pernah
ku duga. Aku bagaikan di istimewakannya. Harusnya aku berterimakasih pada Doni
tentang hal ini, tapi itu tak akan mungkin ku lakukan kalian pasti tahu
alasannya kenapa?
“hey” sapa Doni di depan meja kerja
ku di ruangan office.
“ya” jawabku seadanya.
Doni duduk di atas meja kerjaku seperti
teman-teman lain jika ingin mengobrol dengnku. Aku sedikit tak suka dan kurang
nyaman jika Doni lakukan itu, karna ia baru saja mengenalku.
“jika di situ teman khayalanku
sedang duduk, apa kamu akan tetap duduk di situ” tanyaku.
“oh, maaf, aku gak tau kalau teman
khayalanmu sering nongkrong di atas meja ini”
Aku tersenyum tipis. Kemudian Dino
pindah dan menarik kursi ke depan meja kerjaku.
“aku tadi liat kamu makan sama
cowok, itu cowokmu ?” tanyanya.
“oh, tadi pagi itu ya, itu…” sejenak
aku terhenti, jika aku menyebut kata ya, cerpenku takkan berhasil, tapi jika..
“gak dia bukan cowokku” sambungku sangat cepat.
“oh..” sahut Dio singkat. Sialan, batinku.
“iya” aku sedikit tersenyum getir.
“kamu ada acara malam ini ?” Tanya
Doni.
“kenapa ?”
“aku Cuma mau ngajak kamu makan di
luar aja” ajaknya.
Aku berfikir keras. “oke, aku bisa
kok malam ini”
“oke, aku jemput jam 7 ya”
“sip”
Doni pun beranjak pergi meninggalkan
aku. And aku harus katakan “wow” kali ini, karna dalam kurun waktu empat hari
aku mampu membuatnya sedikit penasaran dan tertarik padaku. Aku mulai berfikir,
aku teringat Dio, lagi-lagi seabrek kata maaf tertulis di hatiku untuk Dio.
Tetetttt-tettteett
Terdengar suara bel yang mengagetkan
ku, memaksaku melangkah masuk ke kelas. Sepertinya tuhan memang tak mengijinkan
aku memikirkan Doni.
Seperti perjanjian tadi siang dengan
Doni pukul 18.45 aku telah siap hanya perlu polesan bibir sedikit. Tiba-tiba di
luar kamarku terdengar ketukan. Itu pasti mama.
“masuk ma?” kataku dari dalam kamar.
Kemudian pintu di buka kecil dan
masuklah mama. Mama yang selalu menemaniku selama ini, mama yang selalu ada dan
mengerti keadaanku, aku sangat menyayanginya. Aku menatapnya. Kemudian mama
memelukku, karna seharian ini kami baru bertemu sekarang, mama sibuk di bakery
yang baru saja buka sekitar setahun ini setelah kepergian papa bekerja di
singapura dan hanya pulang setahun sekali. mungkin bakery lagi ramai hari ini.
“cantik banget, mau kemana kamu ?”
mama tersenyum mengelus rambutku yang lagi berdandan.
“pergi ma”
“sama siapa ? Dio ?” mama memang
sangat mengenal Dio. Aku sangat beruntung memiliki mama. Karna dia, selalu
mendukungku dalam kondisi apapun.
“bukan, sama temen” jawabku lembut.
“cowok ?”
Aku menatap mama. “emmm, mama plis
diam ya, soalnya Dio taunya aku malam ini ada rapat sama temen-temen madding,
soalnya dia cemburuan banget sama temen cowokku yang ini” jelasku pada mama
meminta pengertian.
“jadi, kalo Dio datang kesini kamu
minta mama bohong” mama tersenyum menggodaku.
“hehe-hehe-hehe” aku terkikik.
Tet-tet-tteettt
Suara klakson mobil terdengar dari
luar.
“nah itu mungkin temen kamu, kamu
hati-hati ya, oya satu pertanyaan lagi, kamu baik-baik aja kan sama Dio ?” kata
mama.
“ya mam, aku baik-baik aja kok sama
Dio. Aku berangkat ya ma” setelah mencium mama, aku beranjak dan keluar
menghampiri Doni.
Doni sudah bertengger di depan
mobilnya dengan baju hem yang sangat cocok di kenakannya malam itu, dan tetap
dengan gaya ala pria metro seksual nya. Sedangkan aku, oh my god, aku hanya
menggunakan sepatu kets dan atasan berbahan sifon dan tentunya tak ketinggalan
jeans dan tas saja. Sangat biasa sekali. Yasudahlah, untuk malam ini saja.
Doni kemudian membukakan pintu mobil
depan untukku. Astaga, aku makin saja di buatnya ternganga, karna Dio tak
pernah lakukan hal itu.
Sepanjang jalan di isi dengan canda
tawa. Doni memang benar-benar bisa menjadi perfect dimataku. Ia mampu membuat
percakapan antara kami berdua sangat hidup. Ia selalu menyambut
pertanyaan-pertanyaan konyolku dengan caranya yang membuat ku sama sekali tidak
merasakan bosan. Ya aku tau, aku ini gadis yang sangat unik, aku kadang secara
spontan mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan konyol dan tak masuk akal dan akan
membuat para pendengarnya bingung atau bisa saja mengira aku punya kelainan
jiwa. Dio selalu memasang muka sinis dan sangat tidak suka jika aku memberikan
dia pertanyaan yang membuatnya risih, terganggu atau terpaksa harus mengeluarkan
banyak huruf, kata dan kalimat dari mulutnya untuk mejawab hal yang tak penting
sama sekali itu. Tapi tidak yang di lakukan Doni, ia selalu melihat pertanyaan
yang aku keluarkan itu dengan sunggingan senyumnya ber ciri khas itu dan tak
terlihat wajah jenuhnya sama sekali, atau mungkin itu memang triknya untuk
memikatku. Tapi.. Astaga, aku tak tahu apa yang aku rasakan. Ini perasaan
ter-idiot yang pernah aku rasakan. Ingat Nel, dia bukan laki-laki baik. Tapi,
tetap saja, aku memaknai dia sebagai laki-laki yang baik. Ia berhasil menutupi
identitasnya sendiri di mataku dan membuatku terpukau dan memesona nya. Perasaan
ini menyeruak tak tertahan. Perasaan ini menggeliat-liat di lumpur hati dan
coba untuk memperdengarkan bunyi denyutnya ke seluruh penjuru dunia. Seiring
dengan hadirnya Doni…
Malam ini mungkin adalah malam
terindah di hidupku. Aku mendapatkan sesuatu yang sempurna. Aku asik dengan
dunia ku sendiri dan kalian sudah bisa ambil kesimpulan kan ? aku terjebak pada
rencanaku sendiri. aku tak menyangka ini semua akan terjadi. Malam ini Doni
berhasil membuatku merasakan sesuatu yang aneh, yang sering ku sebut perasaan
Idiot. Tapi, tidak! Ini gak boleh terjadi, bagaimana dengan Dio ? lupakan !
“makasih buat malam ini” kata Dio di
dalam mobil.
“iya, oke” aku mencoba bersikap
sebiasa mungkin di hadapannya.
“malam minggu ini kamu ada acara
lagi gak ?” tanyanya.
“kenapa ?”
“aku mau ajak kamu jalan lagi.”
Katanya sambil menyetir mobil menuju rumahku.
Aku sedikit heran “kamu memangnya
gak jalan sama cewekmu ?”
“hahaha, Nely, aku gak punya cewek”
Aku hanya diam. Kemudian Doni keluar
membukakan pintu mobil untukku.
“jadi, gimana dengan tawaranku ?”
Tanya Doni sekali lagi.
“oke deh” jawabku.
“oke” Doni kemudian masuk ke dalam
mobil dan aku melepaskan kepergian mobilnya yang hilang di telan malam komplek
rumahku.
Kemudian aku mencek hapeku. Dan
ternyata 56 panggilan tak terjawab dan 5 sms masuk dan semuanya dari Dio..
***
Aku tak habis pikir apa yang terjadi
dengan ku. Aku terjebak dengan perasaanku sendiri. Sial, jeritku dalam hati. But, aku telah menyelesaikan 6 lembar dan
4 lembar lagi ku targetkan menjadi endingnya. Jadi ini bagaimana ? gimana aku
nyelesein endingnya ? aku menarik nafas dalam, menghadap ke depan laptop. Jari
jemari ku terhenti untuk menyelesaikan cerita ini. aku tak yakin..
***
Kedekatanku dengan Doni yang tak di
ketahui Dio membuatku makin tak terkontrol. Dio sudah mulai curiga. Aku harus
buru-buru mengambil keputusan sebelum terlambat. Malam minggu ini aku memutuskan
untuk mundur dari kehidupan Doni. aku tak mungkin melanjutkannya. Aku harus
melakukan ini, sebelum terjadi sesuatu.
“malam minggu ini aku mau pulang ke
Jakarta sama temen satu kost, uang bulanan udah habis” kata Dio padaku saat
makan siang hari ini.
Aku terdiam. Mataku menjuling ke
samping mendengar berita ini. ini akan berhasil, pikirku. “oya, gak apa-apa
kok”
“iya, maaf ya minggu ini gak sama
kamu” Dio membelai pipiku lembut.
“iya, gak apa-apa kok sayang” kataku
tersenyum manis.
“habis ini aku antarin kamu pulang
ya, soalnya aku mau nyiapin baju buat berangkat ke jakarta malam ini”
“oh oke sayang”
Seperti janji Dio, dia mengantarkan
aku pulang. Tiba-tiba saja saat aku melihat dia menyetir aku menatap nya lekat.
Aku ingin sekali bersamanya. Dio berhenti di depan rumahku. Dia menatapku masih
seperti biasa sebelum aku keluar dari mobilnya.
“sini” katanya. Dia mencium keningku
kemudian memelukku lembut. “kamu baik-baik ya tanpa aku, aku sayang kamu”
katanya. Ia mencium bibirku lembut.
Tiba-tiba saja aku meneteskan air
mataku. Aku memeluknya erat seperti tak ingin kehilangan dia.
“kamu kok nangis ?” tanyanya
mengusap air mataku.
“gak kok, aku Cuma kangen kamu”
kataku.
“iya, maaf ya sayang. Aku pergi,
nanti kamu aku kabarin ya”
Aku mengangguk.
Kemudian aku membuka mobil dan
keluar melepaskan kepergian Dio. Ini sangat aneh pikirku.
***
Ini
dia nih yang ku sebut dengan seabrek kata maaf!
Malam ini, jam sudah menunjukan
pukul 7 malam, Doni sudah stand by menjemputku di depan rumah. Kemudian seperti
biasa ia membukakan pintu mobil untukku dan membawa ku ke sebuah resto café.
“ngomong kamu dikit malam ini, makan
kamu juga dikit Nel, kenapa ? ada masalah?” kata Doni setelah makan. Doni
sepertinya menangkap air mukaku yang tidak seperti biasanya.
“gak ada kok, cuman ada yang mau aku
omongin aja ke kamu” kataku.
“apa ? ngomong aja”
Aku menarik nafas dalam dan
mempersiapkan diri. “begini, kamu mungkin ngerasa aku ngedeketin kamu selama
seminggu ini, kita makan, keluar, ngobrol, dan deket, kamu mungkin terpancing
dengan apa yang aku lakuin, dan maaf aku gak bermaksud kayagitu. Aku Cuma mau
nyelesein cerpen maddingku minggu ini, tapi yang secara nyata aku lihat, dan
aku menjadikan kamu sebagai..”
“bahan penelitian ?” Doni memotong
pembicaraanku.
“ya, mungkin. Tapi-tapi aku gak
bermaksud. Aku gak tau semuanya bakalan jadi kayak gini”
Doni diam. Terlihat dia terkejut.
“Nel jujur, aku suka kamu, dari awal kita kenal, dan aku gak niat main-main
dengan semua ini.”
“bukannya kamu punya banyak cewek ?”
“siapa ? temen, keluarga, mama ?
kaka ?”
“yang sering nelponin kamu dan
ngajak kamu jalan ?”
“itu semua temen, terkadang kaka dan
mama”
Aku sedikit tak percaya dengan apa
yang dikatakan Doni. entah kenapa. “sebelum terlambat, dan sebelum aku jatuh
cinta beneran sama kamu, aku mundur, maaf” kataku.
“kenapa ? kita bisa lanjutkan ini ?”
“aku gak bisa.. aku sudah punya
pacar yang waktu itu kamu lihat makan berdua denganku” jelasku.
“tapi-tapi kamu bilang ?”
“iya aku tau, aku mau minta maaf,
maaf, aku gak bisa, aku masih sayang dia”
Terlihat raut kekecewaan di wajah
Doni. “oke, aku ngerti” jawabnya lemas.
“maaf” kata itu terucap sekali lagi
di bibirku.
“oke, ku rasa saatnya kita pulang”
Aku mengangguk.
Di dalam mobil Doni hanya diam. Tak
seperti sebelumnya. Aku jadi merasa sangat bersalah. Tak berselang berapa lama
kemudian, mobil Doni terhenti di depan rumah ku. Ia keluar untuk membukakan
pintu mobil.
“maaf, sekali lagi” kataku dengan
rasa sangat bersalah.
Doni tersenyum. “gak apa-apa kok,
makasih untuk seminggu ini ya Nel”
Aku mengangguk.
“a kiss for us to say good bye”
pinta Doni.
Aku terdiam terpaku mendengar
penuturannya dan ternyata aku mengiyakannya juga.
Doni mencium ku. Ya tuhan ! apa yang
aku lakukan. Entahlah, aku tak tahu ini keputusan yang benar atau tidak. Dan
semuanya gelap ..
***
Hujan deras mengguyur kota. Hari ini
hari minggu, jam sudah menunjukan pukul 09.15 wib. Aku menunggu kabar dari Dio
yang tak kunjung juga meneleponku seperti biasa sambil duduk di kursi tamu.
Tadi malam saat aku pulang mama sudah tidur. Jadi aku langsung masuk kamar dan
tidur.
“pagi sayang” kata mama keluar dari
kamar sambil membenarkan piamanya.
“pagi ma” kataku lesu tak
bersemangat.
“oya, tadi malam Dio kesini, nungguin
kamu, katanya dia gak jadi berangkat karna temennya ada kepentingan lain yang
gak bisa di tinggal.”
Teh yang baru saja ku seruput
langsung muncrat mendengar penuturan mama. “what? Kenapa mama gak bilang?”
“kamu pulang pas mama udah tidur”
Aku bergegas memakai jaket dengan
baju kaos seadanya dan celana pendek keluar dari rumah. “ma aku mau pergi, ada
kepentingan!” teriakku.
Dengan cepat aku melangkah memanggil
taksi dan pergi ke kost Dio. Yang benar saja, yang ku temui hanya Gery teman
satu kost Dio.
“Dio mana ?” tanyaku panik. Aku
benar-benar sangat panik.
“jangan cari orang yang gak mau di
cari” kata Gery.
Aku lemas. Semua menjadi kacau. Aku
terkulai lemah, terduduk di lantai, menangis sejadi-jadinya. Semuanya
terlambat! Aku berteriak, menjerit sejadi-jadinya. Maaf Dio, maaf, aku gak ada
maksud. Teriakku dalam hati. Tapi Dio tak mendengar dan tak akan pernah
mendengar.
“tadi malam, aku dan Dio gak jadi
berangkat ke Jakarta. Dio sempet nganterin aku ke tempat tanteku buat ada
urusan, terus di mobil hape dia bunyi, samar-samar aku lihat ada sms masuk
tulisannya kayak gini coba kamu ke rumah
pacarmu sekarang dan lihat apa yang terjadi. Padahal Dio baru aja dari
rumah kamu, tapi katanya kamu gak ada. Sebenarnya Dio gak percaya, dengan cepet
dia nganterin aku dan balik ke rumahmu, dan ternyata…”
“dia lihat semuanya ?”
Gery mengangguk.
“itu gak kaya yang dia bayangin” aku
mengacak-acak rambutku. Otakku berfikir keras siapa yang melakukan semua ini,
dan aku langsung mendapatkan jawabannya.
Aku langsung pergi menuju kost Ines.
Kemudian menggedor-gedor kostnya.
“keluar lo sialan !” teriakku.
Di bukalah pintu oleh Ines dan tanpa
basa basi lagi Ines langsung mendapat cap 5 jari ku.
“hey, apa-apaan sih lo !” teriaknya
marah-marah.
“setan lo ! seneng kan lo ! puaskan
lo ? buat gue dan Dio berakhir !”
Ines tertawa sambil memegang pipi
bekas tamparanku. “iya, gue puas banget ! dan gue bisa kembali sama Dio ! Ha to
the Ha !”
“kurang ajar lo !” aku mencakar
muhanya dan sialnya lagi aku makin terperangah di buatnya karna Dio keluar dari
dalam kost Ines dengan wajah sayu seperti setelah menangis dan tertidur.
Aku menganga. Mataku tanpa berhenti
menumpahkan cairan bening yang sering ku sebut air mata. Ingin sekali aku
histeris, tapi aku menjaga harga diriku di hadapan perempuan Nista ini.
“makasih Nel” kata Dio. Hanya dua
kata itu yang keluar dari mulutnya. Ini cukup untuk menjelaskan semuanya
bagiku. Dia membalasku.
***
Ini dia ending dari seluruh cerita
yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Bahkan aku tak pernah merencanakan
ini sebelumnya bahkan untuk cerpen maddingku pun sekalipun. Akhirnya cerpen
madding ku mendapatkan ending nya setelah seminggu, begitupun juga aku dan Dio ternyata
juga mendapatkan ending kami setelah seminggu. Hanya dalam seminggu…
Aku
tak mungkin menyesal sekarang karna aku telah terlambat. Karna semuanya telah
menjadi senjata makan tuan untukku. Takkan ada lagi Dio yang menyayangiku, aku
telah menyia-nyiakan semuanya, menyia-nyiakan rasa sayang tulus dari seseorang
yang sangat sulit di cari kembarannya. Kini aku melihatnya bersama orang yang
sangat ku benci. Oke, sekarang Ines menang, aku terima. Karna mungkin aku tak
bisa mengelak, ini kenyataanku dan ini aku. Kemudian Doni kini kembali kepada
Sinta, teman Yola itu, mereka sangat serasi, pikirku. Ini saatnya aku belajar
menghargai yang sudah ku punya. Kehilangan Dio adalah salah satu pukulan
terberat dalam hidupku, tapi juga awal yang baru untuk kehidupanku.
“Nely-“
sapa seseorang setelah aku menempel cerpen madding yang penyelesaiannya harus menumbalkan
hubungan ku dan Dio itu saat sekolah masih sepi di pagi hari buta. Aku menoleh,
seperti suara Dio, pikirku.
Tapi
setelah aku menoleh—kosong. Tak ada seorangpun berdiri disana. Aku hanya
tersenyum kearahnya. Entah siapa.
*The End*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar