beberapa bulan ini gak ngeblog lagi, soalnya sibuk banget sama tugas sekolah. sempat bikin beberapa cerpen sih waktu iseng. let me show to you ya! oke :)
Kalau
kamu, Lulus?
Lala membuka telapak tangannya, ia
masih bisa merasakan butiran-butiran kecil nan halus itu menyentuh tangannya.
Jam di tangannya sudah menunjukan pukul 15.30 WIB, sekolah sudah bubar satu jam
yang lalu tapi ia belum juga bisa pulang karna hujan lebat mengguyur kota sore
itu. Ia melihat sekelilingnya sambil menggigit bibirnya, benar-benar tak ada
pemandangan yang menarik, aku cuma ingin pulang sekarang, pikir Lala dengan
wajah yang sukses di tekuknya. sekolah sudah setengah sepi, hanya sebagian yang
bertahan menunggu hujan berhenti. Tapi Lala masih saja dengan posisi yang sama,
membuka telapak tangannya dan membiarkan air-air itu membasahi tangannya, Lala
selalu lakukan ini jika hujan, entah kenapa ia merasakan sesuatu ketenangan
jika ia bisa merasakan hujan membasahi tangannya.
“itu tangan gak pegel kayagitu terus?”
suara itu sontak membuat Lala kaget dengan respon menoleh kearah suara itu.
Tapi Lala tak kaget dengan seseorang
yang sekarang berada di sebelahnya itu, karna ia cukup mengenal orang itu.
Seorang cowok berperawakan sedang dengan senyum tengilnya yang khas mengembang,
berwajah oriental dan mungkin cukup laku di pasaran untuk ukuran anak kelas 3
SMA, alisnya yang serasi mengikuti bentuk wajahnya, dan kedua matanya yang coklat
dan akan menyipit jika ia sedang tertawa.
“ngapain ka disini? Belum pulang?”
tanya Lala sekedar basa-basi.
“hujan”
“alasan klasik” jawab Lala.
“lah terus maunya jawabannya apa? Kamu
sendiri ngapain masih disini ?”
“hujan” ketus Lala.
“tuh kan alasan klasik”
“orang emang bener hujan kok, rasain
aja sendiri”
“aku udah liat”
Lala manyun. Cowok ini, ahh. Namanya
Prima, dia kaka kelas Lala di sekolah ini. Lala mengenalnya karna dia sering
nongol di hadapan Lala entah kenapa. Lala mengenal Prima sejak setahun
belakangan ini dan pertemuan pertama kali itu pun karna hal yang sangat konyol
sekali, saat itu Lala mengikuti audisi theater di sekolahnya, mereka akan
memainkan cerita Cinderella dengan cerita yang di improvisasi oleh kaka Pembina
theater mereka. Saat itu Prima lah yang menjadi pangerannya, semenjak tahu
kalau Prima yang bakal jadi pangerannya ia jadi bersemangat mengikuti seleksi
pemeran Cinderella itu, kalau terpilih artinya ia akan bersanding dengan Prima
dan Lala yang saat itu sangat seringkali memimpi-impikan Prima dari jaman MOS
itu kemudian mati-matian mencoba berbagai macam cream pemutih agar kulitnya
tampak putih bersih dan terpilih sebagai pemeran Cinderella, karna menurut
Lala, Cinderella itu adalah sosok yang putih, bersih, cantik dan anggun. Lala
memang tidak memiliki kulit yang hitam, kulitnya kuning langsat dan sehat
tetapi entah kenapa Lala ingin kulitnya lebih putih lagi, mungkin keinginan
menggebu-gebu dari seorang gadis muda yang ingin bersanding dengan pangeran
berpegasus seperti Prima (oh my god!). tetapi pada akhirnya Lala sama sekali
tak terpilih menjadi pemeran Cinderella itu, tetapi berkat cream pemutih itulah
Lala bisa sedekat ini dengan Prima. Saat Lala casting bersama Prima tiba-tiba
saja ada satu kejadian tolol yang
membuatnya sangat malu luar biasa tiba-tiba Prima memegang lengannya dan
berkata “kok bulu tangan kamu putih semua sih?” hampir saja Lala pingsan di
tempat saat itu karna ulah Prima dan dengan muka panas, Lala menarik lengannya
dan diamatinya baik-baik. ya, ternyata bulu tangan Lala sekarang berwarna
pirang keputih-putihan. semuanya gara-gara cream pemutih itu, tetapi sejak saat
itulah Prima jadi sering meledek Lala dan frekuensi pertemuan mereka jadi lebih
berarti sejak saat itu.
saat pertama Lala mengenal Prima
secara resmi, Lala kira Prima itu orangnya kalem, pendiam, kutu buku gitu, tapi
ternyata semua berbalik 180 derajat dari yang ia perkirakan. Prima itu ternyata
orangnya ngeselin, bawel, gak pernah bisa serius, sok ganteng, sok keren, sok
segala-galanya dan ketawa tengilnya itu yang selalu membuat Lala geregetan dan
dongkol.
Tapi Prima ya Prima tetap P-R-I-M-A!
selalu saja membuat Lala mati gaya saat melihatnya. Tapi Prima sepertinya hanya
menganggap Lala sebagai adik kecilnya, mereka hampir setiap hari bersama,
hampir setiap hari berbagi cerita. Saling berbagi suka maupun duka. Tapi sejauh
itu, tidak juga keluar dari mulut Prima kalau ia menyukai Lala. Mereka berdua
memiliki banyak persamaan, tetapi mungkin hanya satu yang tidak sama. Perasaan
Prima pada Lala tak seperti perasaan Lala pada Prima. Tapi Lala tak bisa
berbuat apa-apa, Lala tak ingin memikirkan hal ini terlalu jauh, dekat dengan
Prima sejauh ini pun sedah lebih dari berkah yang berlimpah untuk Lala.
***
“eh kok bisa putih sih bulunya ?” tanya
Prima penasaran untuk kesekian ribu kalinya pada Lala. Entah kenapa cowok ini
selalu saja menanyakan hal itu tiap mereka bertemu dan Lala tak pernah mau
menjawab pertanyaan super memalukan itu sehingga membuat Prima penasaran
sekali. Jawaban standar Lala untuk pertanyaan itu hanya tersenyum semanis
mungkin pada Prima.
Prima menarik nafas panjang sembari
duduk berhadapan dengan Lala di kantin siang itu. Lala masih terus saja asik
meneruskan membaca novelnya sambil menyeruput jus mangganya sedari tadi.
“gak ada bosan-bosannya nanyain itu
melulu?” cetus Lala sambil membaca novelnya, ia tak menatap Prima sedikitpun.
“gak bosan sampai kamu mau bilang apa
penyebabnya, hehehe”
“astaga, kaka tau gak, kakak nanyain
itu tiap hari selama setahun ini ?” akhirnya Lala mau juga menatap Prima.
“gak” jawab Prima dengan nada yang
super tengil itu yang kadang-kadang bisa membuat Lala ingin sekali melempar
mukanya yang sok ganteng itu dengan sepatu.
“terserah deh” Lala menutup novelnya
kemudian menyeruput jus mangganya dalam-dalam.
“jadi kapan kamu mau jawab pertanyaan
kakak yang udah setahun gak di jawab-jawab”
“gak bakal jawab”
“emm, yakin ? 3 bulan lagi kakak lulus
lho ? kalo gak di jawab, jangan salahin kakak ya kalo nyesal” goda Prima.
“emang lulus kemana ?” tanya Lala. “kakak
berangkat ke Amerika” jawab Prima.
Lala tersentak kaget mendengar
penuturan Prima barusan. Lala baru ingat Prima sebentar lagi lulus. Lala
mencerna baik-baik kalimat Prima barusan. Berarti sebentar lagi Prima tidak
akan lagi berada di sekolah ini, Prima tidak akan lagi ia lihat setiap pagi,
Prima tidak lagi tersenyum ke arahnya setiap ia melihat seperti biasanya dan
Prima tidak lagi mengusik kehidupannya seperti hari-hari kemarin, mungkin saja Lala
tidak akan bertemu lagi dengan Prima. Ahh, rasanya urat-urat Lala mengendur
saat mengingat semua yang akan ia alami tanpa Prima lagi di sekolah ini,
semangat pagi itu sepertinya akan terbang jauh, terbang jauh bersama kepergian
Prima. Andai saja Lala bisa menahan Prima lebih lama lagi. Semua kenangan yang
ia lewati saat Prima ada disekolah ini, Ahhh, Lala dia Cuma pindah bukannya
mati! Tapi tetap saja, Amerika itu gak akan nyampe kalo Cuma naik angkot karna
JAUH, apa mungkin masih bisa ketemu ?
“gak” sahut Lala.
Lala menunduk kemudian mengambil
novelnya yang belum selesai ia baca karna ada gangguan alam dari Prima tadi, ia
kemudian membaca novel itu sambil menutupi wajahnya dari hadapan Prima. Lala terisak
di balik buku novel itu. Tangisnya pecah saat itu juga.
Prima terdiam. Samar-samar ia mendengar
isak Lala di balik buku bacaannya. Tapi Prima sekuat tenaga menahan tawanya
pecah karena tersadar melihat novel itu ternyata terbalik.
“aku tau kamu nangis” Prima menahan
senyumnya.
“kata siapa ? aku lagi nyambung baca”
dalih Lala.
“model 2013 baca buku kebalik ya
sekarang?”
Spontan Lala langsung membalik cover
novel itu. Wajahnya bersemu merah menahan malu dengan matanya yang basah.
“emm, ketahuan kan” goda Prima.
Sepertinya cowok ini bahagia sekali jika melihat orang lain menderita.
Lala menutup wajahnya dengan kedua
tangannya sambil terus menahan tangisnya yang pecah. Ia tidak mungkin menangis
di kantin yang umatnya se-indonesia raya ini, gila aja, muka gak bisa di taro
di plastik masalahnya.
“kenapa nangis sih La ?” Prima
bertanya. Kali ini nadanya berubah datar dan terlihat serius, Prima tak pernah
seserius ini pada Lala.
Lala menatap Prima dengan air mata yang
menggenang.
“hey? Jawab kakak”
“kakak mau lulus, gak akan lagi ada
kakak, gak ada lagi orang yang gangguin Lala tiap hari, gak akan lagi ada yang
nyemangatin Lala, dan gak akan ada lagi orang yang tengilnya kaya kakak” Lala
menyelesaikan kalimatnya dengan penuh perjuangan sambil menutup wajahnya dengan
kedua tangannya.
Prima tersenyum. Kemudian mengacak-acak
rambut Lala. Prima melihat ketulusan dari air mata Lala. Seandainya aku bisa bertahan lebih lama lagi, batin Prima. “Lala,
sudah, masih lama. Masih 3 bulan lagi. Eh, mau coklat gak ?” Prima berusaha
menghibur Lala.
Seketika wajah Lala berubah berseri
mendengar kata coklat. Prima sangat tahu kalau Lala sangat menyukai coklat.
Bahkan Prima pernah membelikan satu keranjang besar coklat sebagai hadiah ulang
tahun Lala dan dalam waktu 2 hari, satu keranjang besar coklat itu habis di
lahap Lala tanpa sisa. Amazing!
“mau!”
“oke, pulang sekolah kita ke
supermarket ya beli coklat yang banyak supaya kamu gak sedih lagi”
Lala mengangguk bahagia. Inilah yang
Lala sukai dari seorang Prima. Prima selalu mengerti apa yang ia inginkan,
Prima tak pernah kasar dengannya bahkan saat Lala merengek cengeng, Prima
bahkan selalu bisa membuat Lala tersenyum bahkan dalam kondisi hati Lala yang
begitu sedihpun Prima mampu membuatnya tertawa. Lala sangat menyukai cara
berkomunikasi Prima yang sangat baik padanya, Prima selalu nyambung saat
membicarakan apapun dengan Lala.
Lala menatap Prima dalam.
Aku
pasti akan sangat merindukan kamu. Aku pasti akan selalu mengingat kamu. Selama
ini alasanku bertahan di sekolah ini ya karna ada kamu. Aku pasti akan sangat
merindukan dimana kamu yang selalu mengusik kehidupanku, yang selalu ku ajak
serius tapi tak pernah bisa serius, yang selalu mempunyai tawa khas tengil yang
selalu membuat ku ingin melempar kamu pake batu, aku pasti mengenang semua
kenangan manis itu, aku pasti akan merindukan saat kamu mendengarkan semua
ceritaku yang membosankan, saat kamu yang tidak pernah sedikitpun mengeluh
padaku, aku pasti merindukan semua hal konyol yang kamu lakukan untuk membuat
semua orang di sekitarmu tertawa dan aku pasti akan sangat merindukan senyuman
kamu. You know ? You’re have a beautiful smile…
Entah sampai saat ini pun Lala tak
pernah tahu apa yang sebenarnya Prima rasakan padanya. Tapi Lala memilih untuk
tidak mau tahu. Prima akan pergi jauh meninggalkan dirinya, dan setelah
kepergian Prima ia kembali harus menyusun kehidupannya lagi, membiasakan
dirinya tanpa kehadiran Prima. Hanya itu yang harus ia lakukan. Prima adalah
cowok yang sangat berarti pada masa ini dan Lala sangat merasa bersyukur pernah
di pertemukan dengan Prima di masa ini. Walaupun pada akhirnya Lala akan
melihat Prima pergi, mungkin tidak akan kembali lagi, dan akan melupakan Lala
begitu saja dan itulah kenyataannya…
“jadi kapan mau jawab pertanyaan yang
setahun gak di jawab-jawab”
Kalau biasanya Lala hanya membalas
dengan senyum atau diam kali ini Lala berkata “nanti waktu kakak Lulus, aku
pasti kasih tau kakak” jawab Lala sambil tersenyum.
“kalau aku lulus, I will miss you so
much, La”
Lala mematung mendengar penuturan
Prima barusan. Astaga, Lala mencubit lengannya diam-diam—enggak ini bukan
mimpi. Lala setengah terisak mendengar kalimat Prima. Yah, dan kalau kamu
lulus—I will miss you too, Kak Prima…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar