Senin, 09 Desember 2013

Cerpen : Hanormal Lexa

ini cerpen yang kata temen-temen ku cerpen yang menarik buat di lanjutin, tapi sampai sekarang aku masih bingung buat ngelanjutinnya XD



Hanormal Lexa
Semuanya berubah. Semuanya gak sama lagi. Aku gak ngerti. Entah lingkunganku yang berubah atau pola pikirku yang berubah. Sekarang semuanya terasa berbeda. Kehidupanku gak sama lagi. Mereka bukan seperti orang-orang yang aku kenal atau aku yang menarik diri. Aku merasa aku tak pernah merasa cocok lagi dengan semua orang. Aku mulai menjauh. Aku mulai merasa tempatku di persempit. Aku mulai berpikir disini bukan tempatku, bukan duniaku yang sebenarnya. Pikiranku selalu melayang. Aku tau tak satupun orang yang memahami pikiran seorang cewek yang mempunyai tingkat daya khayal setinggi aku. Semua orang pasti akan menganggapku aneh atau bodoh karna telah mempunyai pola pikir secetek ini. Itu yang membuat ku merasa jauh dan berbeda. Aku lebih sering menutup diriku dengan diam. Apa kalian tahu, saat aku diam seluruh pikiranku melayang. Semua yang ku pikirkan terpaut menjadi satu. Saat aku menatap seseorang yang ada di depan mataku. aku tidak tahu apa pola pikir kalian sama seperti ku. Tapi bagiku, saat aku menatap seseorang aku selalu memikirkan bagaimana cerita hidupnya. bagaimana masalah yang ia hadapi, apa yang dia sembunyikan. Entah kenapa pikiranku melayang sejauh itu. Apa aku Normal?
          Aku, Alexa. Aku merasa aku adalah seorang gadis 16 tahun yang normal, yang menjalani kehidupanku sama seperti teman-temanku yang lain. Aku mempunyai siklus kehidupan yang sama seperti mereka. Setiap pagi aku berangkat sekolah, pulang kerumah, makan, tidur, bangun, mandi, belajar, dan tidur lagi. Itulah kegiatan pokokku sehari-hari. Aku punya kedua orang tua yang lengkap dan harmonis dan seorang kakak yang selalu mengerti aku. Kakak ku itu sangat baik dan manis padaku, aku sangat menyayanginya. Aku Punya teman-teman. Punya kehidupan, punya pergaulan, aku bisa di katakan punya semua yang manusia butuhkan. Aku punya cowok yang tentunya sayang denganku. Tapi sayangnya aku tidak punya sahabat. Aku tidak pernah menganggap satu orang pun di sekolah sebagai sahabatku. Kata sahabat itu bagiku cukup berat untuk di lantikkan kepada satu orang bagiku. Sulit bagiku memilih seseorang yang bisa di jadikan sahabat. Entah kenapa. Sepanjang perjalanan kehidupanku aku telah bertemu dengan berbagai macam orang, berbagai macam sifat dan kepribadian tentunya. Hal itulah yang membuatku takut untuk melantik seseorang di dalam kehidupanku. Maka dari itu semua orang yang ada di sekelilingku sekarang ku anggap teman. Aku bergabung dengan mereka semua. Aku dekat dengan mereka semua. Aku tertawa bersama mereka. Tapi aku tidak akan menetap. Aku takut suatu saat mereka akan menyakitiku. Dan itu semua pasti…
          Aku adalah orang yang sangat sulit untuk beradaptasi di lingkungan baru. Aku bukan orang yang pandai dalam berkata-kata. Aku hanya bisa menyusun kata-kata itu di dalam otakku tapi bukan untuk di keluarkan dan di konsumsi khalayak.
          Tapi aku salah. Sebelum ini, aku tidak pernah punya daya pikir seperti ini. Sudah ku katakan, aku ini cewek normal. Tapi aku tidak pernah menyangka aku punya cerita sejauh ini, setelah aku bertemu dengan seorang teman yang bisa mengerti aku. Ku rasa dia mengerti aku lebih dari semua orang yang ada di sekelilingku sekarang. Dia tau apa yang aku pikirkan. Dia mengerti. Dia menjelaskan semua pikiranku yang tidak aku mengerti. Dia mengajari aku tentang semua hal. Terkadang aku sangat marah karna ia tau semua tentang aku, bahkan aku sempat takut menemuinya lagi karna hal ini, aku takut untuk di salahkan lagi. Aku merasa aku di salahkan dalam semua hal yang menimpa kehidupanku. Aku merasa dia membohongi aku tentang semua hal. Tapi, ketika aku dapat masalah, Cuma dia yang aku datangi, Cuma dia yang ada, Cuma dia yang mau susah payah mendengar tangisku, Cuma dia yang mau menghabiskan air liurnya untuk marah-marah padaku karna kesalahanku, Cuma dia yang membawaku berpetualang sejauh ini dan akhirnya aku sadar Cuma dia yang memahami pola pikirku.
          “gak kangen sama gue ? udah sebulan lo kita gak ketemu, bahkan smsan pun gak ada” kataku pada Hana sore itu di warung tempat biasa kami makan, Hana seneng banget sama tempat ini karna dulu cowok yang paling dia sayang ngajak dia makan disini katanya, kata cowok itu dulu dia sama ayahnya sering kesini, soalnya tempatnya enak dan murah, Hana sering mengenang cowok itu karna cowok itu sekarang sudah pindah jauh dan gak pernah balik lagi, jadi sekarang buat ngilangi rasa kangen dia sama tuh cowok aku sering nganterin dia kesini dan aku juga ikutan suka karna di warung ini ada siomaynya jadilah kami sering kesini. nah Cewek ini nih yang sedari tadi ku ceritakan.
          “gak”
          “ih gila, kurang ajar banget”
          “haha. Gimana kehidupan lo sekarang. Udah lebih baik ?”
          “ehm, lumayan. Feel better” aku menyendok siomayku.
          “bentar-bentar aku mau nanya. Sebenernya kamu di sekolah punya temen gak sih Lex ?”
          “kenapa kamu nanya gitu ?” tanyaku.
          “gak aja. Masa sih di sekolah segede itu kamu gak punya temen”
          “ada kok. Cuma aku gak banyak cerita sama mereka kaya aku cerita sama kamu, cuman itu bedanya”
          “kenapa kamu percaya banget sama aku?”
          Aku tersenyum sinis. “karna kamu yang ngerti gimana jalan pikiraku Hana Andjani”
          “mereka semua itu bisa kamu jadiin teman, mereka semua mengerti kamu tapi kamu yang merasa selalu gak dimengerti. Coba pikirin, emang selama ini aku ngertiin kamu ? enggak kan ?”
          Aku diam mendengar penuturan  Hana. Sebenarnya benar, dia gak selalu mengerti apa yang aku rasakan. Karna semua manusia tidak akan bisa merasakan perasaan manusia lain jika mereka tidak menjadi manusia itu. Tapi entah kenapa, 3 tahun belakangan ini aku merasa sangat cocok punya teman seperti Hana.
          “terus gimana hubungan kamu sama Vito? Baik-baik ajakan?” tanyanya sambil menyendok mie ayamnya.
          “mau denger kabar baik dulu atau kabar buruk dulu?” tawarku.
          “oke, kabar baik dulu”
          “kabar baiknya. baik-baik aja. Seperti biasa.” Aku menunduk saat mengatakan hal itu pada Hana.
          “ya, kabar buruknya. baik aja bohongnya. Aku tau”
          Inilah yang aku sukai dari seorang Hana. Dia selalu tahu tanpa ku beri tahu. Aku sangat menyayangi sahabatku ini. Dia seorang yang periang dan punya selera humor yang baik. Selama aku mengenalnya, hampir 4 tahun ini, aku mengenal cewek ini sebagai sosok yang kuat. Hana punya kepribadian yang kokoh. Selama hampir 4 tahun kalian tahu? Aku hanya pernah melihatnya menangis 2 kali. Sedangkan aku, mungkin sudah berates-ratus kali datang di depan pintu kamarnya dengan seabrek air mata. Hana tidak pernah bercerita banyak tentang hidupnya padaku selama ini. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membuatku tertawa. Tapi aku tahu, di belakangku kehidupan Hana lebih berat dari pada aku.
          “sudahlah Han, aku baik-baik aja sama Vito”
          Vito itu cowokku. Dia sudah ada semenjak 3 tahun yang lalu. Aku menyayanginya. Cowok bermata besar dan coklat, dan senyumnya yang membuat wajahnya terlihat imut (mungkin bagiku saja yang imut) Vito adalah cowok yang sangat dewasa. Sama seperti Hana. Vito adalah pribadi yang tertutup, dia tidak pernah cerita banyak padaku, tapi biar begitu Aku sangat percaya sama Vito. Vito selalu berusaha ada buatku walaupun terkadang dia tidak bisa bersamaku. Vito type cowok yang baik. Tapi terkadang kedewasaannya terlampau batas, dia selalu menganggap semua hal itu serius. Aku selalu belajar menjadi orang yang sok asik dengan bersikap konyol di hadapan pacarku ini, tapi terkadang dia hanya menatapku dengan tatapan datar bahkan terkesan menganggapku aneh. Aku selalu menatapnya balik, kemudian otakku berfikir—apa aku seaneh itu?
          Sampai aku bertemu dengan seorang cowok yang menyita kehidupanku. Yang akhirnya membuat mimpi-mimpiku semakin nyata dan dekat. Aku mengenal cowok ini di sebuah toko PetShop. Namanya Ryuta. Iya, dia anak yang punya toko PetShop itu. Saat itu aku sedang menemani Rena teman sekelasku membeli makanan untuk ternak-ternak marmutnya, dan saat itulah aku melihat cowok ini. Cowok yang punya senyum yang manis memukauku saat itu, dan tawa khasnya yang membuat matanya menyipit saat dia tertawa dan satu hal lagi cowok ini punya selera humor yang sama sepertiku, dia seorang yang selalu tertawa saat aku berusaha membuatnya tertawa dan yang paling penting dia juga selalu bisa membuatku tertawa dengan tingkah konyolnya. Hingga akhirnya aku menyukainya tanpa sadar. Semua kebaikan, ketulusan, kepolosan tawanya yang membuat ini semua terjadi.
***
“GAK! GUE GAK SETUJU ELO SAMA RYUTA!” amuk Hana saat aku kerumahnya menceritakan semuanya.
“kenapa sih?”
“dia beda sama Vito. Dia Cuma main-main sama kamu”
Aku diam sesaat. Kemudian meceritakan semua tentang Ryuta kepada Hana. Kebaikan Ryuta. Sifat Ryuta. Kepribadian Ryuta. Semua tentang Ryuta dengan semangat ku ceritakan. Tapi Hana hanya mendengarkan dengan tampang dingin.
“aku sudah bilang, dia gak akan serius sama kamu. Kamu bisa buktikan kata-kataku”
          “Han, kamu tau kan Vito itu gak pernah denger aku, dia punya dunianya sendiri. Dia terlalu masa bodoh dengan aku. Aku merasa jauh dan beda sekarang dari mereka bahkan dari Vito. Aku gak ngerti entah aku yang berubah atau mereka semua.”
          “cowok yang kaya Vito gak akan pernah kamu temui lagi, dia gak akan bisa di gantikan oleh 10 orang cowok kaya Ryuta. Kamu bisa dapetin 20 cowok kayak Ryuta tapi gak kayak Vito. Vito itu denger kamu, dia menyerap semua yang kamu omongin ke kepala dia, dan dia ingat, tapi ingat Ryuta dia Cuma menghargai semua yang kamu katakan dengan ketawa, padahal hatinya bilang kamu itu cewek paling ngebosenin sedunia”
          “aku ngerasa Ryuta tulus”
          “itu perasaan kamu. Emang kamu tau perasaan dia ?”
          “emang kamu juga tau perasaan dia sama aku? Jangan sok tau deh!” makiku balik kepada Hana. Entah kenapa aku merasa muak kepada sikap Hana selama ini. Aku merasa sudah cukup untuk diroboti oleh orang lain.
          “aku gak sok tau, karna aku emang tau. Elo kenal dia cuma setengah dari kehidupan dia, tapi seluruh kehidupan dia aku tau, biarpun aku Cuma denger namanya!”
          “terserah!” aku kemudian beranjak pergi dari rumah Hana. Aku muak dengan semuanya. Saat ini tidak satupun orang mengerti kehidupanku. Akhirnya aku mengerti, akulah yang harus menyelesaikan hidupku sendiri.
          Setelah kejadian pertengkaran ku dengan Hana, aku tidak pernah lagi menemui Hana. Aku menyimpan rapat semua ceritaku sendiri. Aku perlahan belajar menjadi seorang yang munafik dalam menjalani hidup. Aku tertawa di tengah mereka semua, tapi di dalam hatiku aku memaki kehidupanku sendiri. Akhirnya aku memutuskan memilih jalan hidupku. Iya, akhirnya aku meninggalkan Vito dengan sekuat tenaga dengan alasan Vito tidak pernah mendengarkan aku, dan tidak bisa membuatku tertawa.
          “kita putus aja ya”
          Vito diam.
          “aku gak bisa lanjutin hubungan tanpa komunikasi yang baik, mungkin kamu juga gak bisa memahami aku”
          “aku gak bisa memahami dunia khayalmu itu”

Aku sangat merindukan Hana. Aku ingin cerita banyak hal, tapi rasa gengsiku mengalahkan segalanya. Aku jadian dengan Ryuta 2 bulan setelah aku berpisah dengan Vito. Tapi entah kenapa aku merasa Semuanya berubah. Semuanya gak sama lagi. Aku gak ngerti. Entah lingkunganku yang berubah atau pola pikirku yang berubah. Sekarang semuanya terasa berbeda. Kehidupanku gak sama lagi. Mereka seperti orang-orang yang aku kenal atau aku yang menarik diri. Aku merasa aku tak pernah merasa cocok lagi dengan semua orang. Aku mulai menjauh. Aku mulai merasa tempatku di persempit. Aku mulai berpikir disini bukan tempatku, bukan duniaku yang sebenarnya. Pikiranku selalu melayang. Aku tau tak satupun orang yang memahami pikiran seorang cewek yang mempunyai tingkat daya khayal setinggi aku. Semua orang pasti akan menganggapku aneh atau bodoh karna telah mempunyai pola pikir secetek ini. Itu yang membuat ku merasa jauh dan berbeda. Aku lebih sering menutup diriku dengan diam. Apa kalian tahu, saat aku diam seluruh pikiranku melayang. Semua yang ku pikirkan terpaut menjadi satu. Saat aku menatap seseorang yang ada di depan mataku. aku tidak tahu apa pola pikir kalian sama seperti ku. Tapi bagiku, saat aku menatap seseorang aku selalu memikirkan bagaimana cerita hidupnya bagaimana masalah yang ia hadapi, apa yang dia sembunyikan.Entah kenapa pikiranku melayang sejauh itu. Apa aku normal? Sampai pada akhirnya aku merasa aku dan Ryuta tak sama lagi.
          “kenapa aku ngerasa kita berubah waktu pacaran?” kataku sambil menyedot jus mangga ku dalam.
          “kamu seneng banget mikir kayagitu, kenapa sih?”
          “yakan aku Cuma nanya”
          “kamu bosan sama aku ?”
          Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Aku memang merasa Ryuta berubah. Atau aku yang berubah. Aku mulai merasa semua perkataan Hana itu benar. Aku tenggelam di dalam emosiku selama ini.
***
          Aku melangkah gontai menyusuri jalan sepanjang rumahku. Pikiranku kembali menerawang. Semenjak aku mengenal Ryuta dia memang mengerti kehidupanku. Dia mampu mengelola dunia khayalku dengan baik. Dia memahami aku. Tapi setelah kami semakin dalam saling mengenal entah kenapa aku merasa dia lebih cocok menjadi temanku.
          oke kalau keputusan kamu begitu, aku bisa apa. Makasih buat selama ini” Ryuta menatapku.
          “maaf. Kamu orang yang baik. Sangat baik. Kamu bisa membuat hal yang hina menjadi suatu hal yang menawan. Bagiku kamu ku sebut tuhan, karena kamu setiap hari melihat semua hal yang bisa saja menyakiti kamu tapi kamu masih bisa tersenyum. Aku bangga pernah mengenal orang sepertimu”
          Ryuta pergi tanpa sepatah katapun. Matanya jelas menunjukan kekecewaan. Tapi aku mengambil keputusan begitu saja.
***
          “Hana, maaf. Kamu benar. Maaf aku sudah mengecewakan kamu, maaf aku tak mendengarkanmu” Aku menatap lekat ke sebuah rumah yang berada tidak jauh dari rumahku. Siang ini aku sengaja mengunjungi rumah itu berniat untuk mengunjungi Hana untuk minta maaf. Tapi kakiku tak menapaki rumah itu, aku bertengger di depan rumah yang sudah di tumbuhi rumput jalar hingga menutupi jendela rumah itu. Rumah yang sudah di penuhi lumut di tepi-tepinya. “Hana!” aku memanggil-manggil dari luar rumah. Tapi tak juga ada sahutan seperti biasanya yang menyambutku dengan bawelnya. Aku kemudian melangkah masuk ke teras rumah berniat ingin mengetuk rumah Hana untuk mengajaknya berjalan-jalan sebentar.
          “ngapain kamu disini, ayo kita pulang” panggil seseorang di belakangku. Aku menoleh ternyata itu kakakku Nathan.
          “aku mau ngajak Hana jalan-jalan sebentar”
          “ayo pulang. Berhentilah mengkhayal. Hana itu tidak ada!” teriak kak Nathan.
          Aku tak kuasa menampik kekuatan kak Nathan yang menarikku menjauh dari rumah Hana.
          “kak, aku mau ketemu Hana, aku mau minta maaf sama dia” pintaku terisak.
          “sadarlah Lex, Hana itu gak ada. Lihat rumah itu, rumah itu sudah tidak berpenghuni semenjak kita kecil, berhentilah berharap Hana membukakan pintu untukmu!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar