Hanormal Lexa
Semuanya berubah. Semuanya gak sama lagi. Aku gak
ngerti. Entah lingkunganku yang berubah atau pola pikirku yang berubah.
Sekarang semuanya terasa berbeda. Kehidupanku gak sama lagi. Mereka bukan
seperti orang-orang yang aku kenal atau aku yang menarik diri. Aku merasa aku
tak pernah merasa cocok lagi dengan semua orang. Aku mulai menjauh. Aku mulai
merasa tempatku di persempit. Aku mulai berpikir disini bukan tempatku, bukan
duniaku yang sebenarnya. Pikiranku selalu melayang. Aku tau tak satupun orang
yang memahami pikiran seorang cewek yang mempunyai tingkat daya khayal setinggi
aku. Semua orang pasti akan menganggapku aneh atau bodoh karna telah mempunyai
pola pikir secetek ini. Itu yang membuat ku merasa jauh dan berbeda. Aku lebih
sering menutup diriku dengan diam. Apa kalian tahu, saat aku diam seluruh
pikiranku melayang. Semua yang ku pikirkan terpaut menjadi satu. Saat aku
menatap seseorang yang ada di depan mataku. aku tidak tahu apa pola pikir
kalian sama seperti ku. Tapi bagiku, saat aku menatap seseorang aku selalu
memikirkan bagaimana cerita hidupnya. bagaimana masalah yang ia hadapi, apa
yang dia sembunyikan. Entah kenapa pikiranku melayang sejauh itu. Apa aku Normal?
Aku, Alexa. Aku merasa aku adalah
seorang gadis 16 tahun yang normal, yang menjalani kehidupanku sama seperti
teman-temanku yang lain. Aku mempunyai siklus kehidupan yang sama seperti
mereka. Setiap pagi aku berangkat sekolah, pulang kerumah, makan, tidur,
bangun, mandi, belajar, dan tidur lagi. Itulah kegiatan pokokku sehari-hari.
Aku punya kedua orang tua yang lengkap dan harmonis dan seorang kakak yang
selalu mengerti aku. Kakak ku itu sangat baik dan manis padaku, aku sangat
menyayanginya. Aku Punya teman-teman. Punya kehidupan, punya pergaulan, aku
bisa di katakan punya semua yang manusia butuhkan. Aku punya cowok yang
tentunya sayang denganku. Tapi sayangnya aku tidak punya sahabat. Aku tidak
pernah menganggap satu orang pun di sekolah sebagai sahabatku. Kata sahabat itu
bagiku cukup berat untuk di lantikkan kepada satu orang bagiku. Sulit bagiku
memilih seseorang yang bisa di jadikan sahabat. Entah kenapa. Sepanjang
perjalanan kehidupanku aku telah bertemu dengan berbagai macam orang, berbagai
macam sifat dan kepribadian tentunya. Hal itulah yang membuatku takut untuk
melantik seseorang di dalam kehidupanku. Maka dari itu semua orang yang ada di
sekelilingku sekarang ku anggap teman. Aku bergabung dengan mereka semua. Aku
dekat dengan mereka semua. Aku tertawa bersama mereka. Tapi aku tidak akan
menetap. Aku takut suatu saat mereka akan menyakitiku. Dan itu semua pasti…
Aku adalah orang yang sangat sulit
untuk beradaptasi di lingkungan baru. Aku bukan orang yang pandai dalam
berkata-kata. Aku hanya bisa menyusun kata-kata itu di dalam otakku tapi bukan
untuk di keluarkan dan di konsumsi khalayak.
Tapi aku salah. Sebelum ini, aku tidak
pernah punya daya pikir seperti ini. Sudah ku katakan, aku ini cewek normal. Tapi
aku tidak pernah menyangka aku punya cerita sejauh ini, setelah aku bertemu
dengan seorang teman yang bisa mengerti aku. Ku rasa dia mengerti aku lebih
dari semua orang yang ada di sekelilingku sekarang. Dia tau apa yang aku
pikirkan. Dia mengerti. Dia menjelaskan semua pikiranku yang tidak aku
mengerti. Dia mengajari aku tentang semua hal. Terkadang aku sangat marah karna
ia tau semua tentang aku, bahkan aku sempat takut menemuinya lagi karna hal
ini, aku takut untuk di salahkan lagi. Aku merasa aku di salahkan dalam semua
hal yang menimpa kehidupanku. Aku merasa dia membohongi aku tentang semua hal.
Tapi, ketika aku dapat masalah, Cuma dia yang aku datangi, Cuma dia yang ada,
Cuma dia yang mau susah payah mendengar tangisku, Cuma dia yang mau
menghabiskan air liurnya untuk marah-marah padaku karna kesalahanku, Cuma dia
yang membawaku berpetualang sejauh ini dan akhirnya aku sadar Cuma dia yang
memahami pola pikirku.
“gak kangen sama gue ? udah sebulan lo kita gak
ketemu, bahkan smsan pun gak ada” kataku pada Hana sore itu di warung
tempat biasa kami makan, Hana seneng banget sama tempat ini karna dulu cowok
yang paling dia sayang ngajak dia makan disini katanya, kata cowok itu dulu dia
sama ayahnya sering kesini, soalnya tempatnya enak dan murah, Hana sering
mengenang cowok itu karna cowok itu sekarang sudah pindah jauh dan gak pernah
balik lagi, jadi sekarang buat ngilangi rasa kangen dia sama tuh cowok aku
sering nganterin dia kesini dan aku juga ikutan suka karna di warung ini ada
siomaynya jadilah kami sering kesini. nah Cewek ini nih yang sedari tadi ku
ceritakan.
“gak”
“ih
gila, kurang ajar banget”
“haha. Gimana kehidupan lo sekarang.
Udah lebih baik ?”
“ehm, lumayan. Feel better” aku menyendok
siomayku.
“bentar-bentar aku mau nanya. Sebenernya kamu di
sekolah punya temen gak sih Lex ?”
“kenapa kamu nanya gitu ?” tanyaku.
“gak aja. Masa sih di sekolah segede itu kamu gak
punya temen”
“ada kok. Cuma aku gak banyak cerita
sama mereka kaya aku cerita sama kamu, cuman itu bedanya”
“kenapa kamu percaya banget sama aku?”
Aku tersenyum sinis. “karna kamu yang ngerti
gimana jalan pikiraku Hana Andjani”
“mereka semua itu bisa kamu jadiin
teman, mereka semua mengerti kamu tapi kamu yang merasa selalu gak dimengerti.
Coba pikirin, emang selama ini aku ngertiin kamu ? enggak kan ?”
Aku diam mendengar penuturan Hana. Sebenarnya benar, dia gak selalu
mengerti apa yang aku rasakan. Karna semua manusia tidak akan bisa merasakan
perasaan manusia lain jika mereka tidak menjadi manusia itu. Tapi entah kenapa,
3 tahun belakangan ini aku merasa sangat cocok punya teman seperti Hana.
“terus gimana hubungan kamu sama Vito? Baik-baik
ajakan?”
tanyanya sambil menyendok mie ayamnya.
“mau denger kabar baik dulu atau kabar buruk dulu?”
tawarku.
“oke, kabar baik dulu”
“kabar baiknya. baik-baik aja. Seperti
biasa.”
Aku menunduk saat mengatakan hal itu pada Hana.
“ya, kabar buruknya. baik aja
bohongnya. Aku tau”
Inilah yang aku sukai dari seorang
Hana. Dia selalu tahu tanpa ku beri tahu. Aku sangat menyayangi sahabatku ini.
Dia seorang yang periang dan punya selera humor yang baik. Selama aku
mengenalnya, hampir 4 tahun ini, aku mengenal cewek ini sebagai sosok yang
kuat. Hana punya kepribadian yang kokoh. Selama hampir 4 tahun kalian tahu? Aku
hanya pernah melihatnya menangis 2 kali. Sedangkan aku, mungkin sudah
berates-ratus kali datang di depan pintu kamarnya dengan seabrek air mata. Hana
tidak pernah bercerita banyak tentang hidupnya padaku selama ini. Dia lebih
banyak menghabiskan waktunya untuk membuatku tertawa. Tapi aku tahu, di
belakangku kehidupan Hana lebih berat dari pada aku.
“sudahlah Han, aku baik-baik aja sama
Vito”
Vito itu cowokku. Dia sudah ada
semenjak 3 tahun yang lalu. Aku menyayanginya. Cowok bermata besar dan coklat,
dan senyumnya yang membuat wajahnya terlihat imut (mungkin bagiku saja yang
imut) Vito adalah cowok yang sangat dewasa. Sama seperti Hana. Vito adalah
pribadi yang tertutup, dia tidak pernah cerita banyak padaku, tapi biar begitu
Aku sangat percaya sama Vito. Vito selalu berusaha ada buatku walaupun
terkadang dia tidak bisa bersamaku. Vito type cowok yang baik. Tapi terkadang
kedewasaannya terlampau batas, dia selalu menganggap semua hal itu serius. Aku
selalu belajar menjadi orang yang sok asik dengan bersikap konyol di hadapan
pacarku ini, tapi terkadang dia hanya menatapku dengan tatapan datar bahkan
terkesan menganggapku aneh. Aku selalu menatapnya balik, kemudian otakku
berfikir—apa aku seaneh itu?
Sampai aku bertemu dengan seorang
cowok yang menyita kehidupanku. Yang akhirnya membuat mimpi-mimpiku semakin
nyata dan dekat. Aku mengenal cowok ini di sebuah toko PetShop. Namanya Ryuta.
Iya, dia anak yang punya toko PetShop itu. Saat itu aku sedang menemani Rena
teman sekelasku membeli makanan untuk ternak-ternak marmutnya, dan saat itulah
aku melihat cowok ini. Cowok yang punya senyum yang manis memukauku saat itu,
dan tawa khasnya yang membuat matanya menyipit saat dia tertawa dan satu hal
lagi cowok ini punya selera humor yang sama sepertiku, dia seorang yang selalu
tertawa saat aku berusaha membuatnya tertawa dan yang paling penting dia juga
selalu bisa membuatku tertawa dengan tingkah konyolnya. Hingga akhirnya aku
menyukainya tanpa sadar. Semua kebaikan, ketulusan, kepolosan tawanya yang
membuat ini semua terjadi.
***
“GAK! GUE GAK SETUJU ELO SAMA RYUTA!” amuk Hana saat
aku kerumahnya menceritakan semuanya.
“kenapa sih?”
“dia beda sama Vito. Dia Cuma main-main sama kamu”
Aku diam sesaat. Kemudian meceritakan
semua tentang Ryuta kepada Hana. Kebaikan Ryuta. Sifat Ryuta. Kepribadian
Ryuta. Semua tentang Ryuta dengan semangat ku ceritakan. Tapi Hana hanya
mendengarkan dengan tampang dingin.
“aku sudah bilang, dia gak akan serius sama kamu.
Kamu bisa buktikan kata-kataku”
“Han, kamu tau kan Vito itu gak pernah
denger aku, dia punya dunianya sendiri. Dia terlalu masa bodoh dengan aku. Aku
merasa jauh dan beda sekarang dari mereka bahkan dari Vito. Aku gak ngerti
entah aku yang berubah atau mereka semua.”
“cowok yang kaya Vito gak akan pernah
kamu temui lagi, dia gak akan bisa di gantikan oleh 10 orang cowok kaya Ryuta.
Kamu bisa dapetin 20 cowok kayak Ryuta tapi gak kayak Vito. Vito itu denger
kamu, dia menyerap semua yang kamu omongin ke kepala dia, dan dia ingat, tapi
ingat Ryuta dia Cuma menghargai semua yang kamu katakan dengan ketawa, padahal
hatinya bilang kamu itu cewek paling ngebosenin sedunia”
“aku ngerasa Ryuta tulus”
“itu perasaan kamu. Emang kamu tau
perasaan dia ?”
“emang kamu juga tau perasaan dia sama
aku? Jangan sok tau deh!” makiku balik kepada Hana. Entah kenapa aku merasa
muak kepada sikap Hana selama ini. Aku merasa sudah cukup untuk diroboti oleh
orang lain.
“aku gak sok tau, karna aku emang tau. Elo kenal dia
cuma setengah dari kehidupan dia, tapi seluruh kehidupan dia aku tau, biarpun
aku Cuma denger namanya!”
“terserah!” aku kemudian beranjak pergi dari rumah
Hana. Aku muak dengan semuanya. Saat ini tidak satupun orang mengerti
kehidupanku. Akhirnya aku mengerti, akulah yang harus menyelesaikan hidupku
sendiri.
Setelah kejadian pertengkaran ku
dengan Hana, aku tidak pernah lagi menemui Hana. Aku menyimpan rapat semua
ceritaku sendiri. Aku perlahan belajar menjadi seorang yang munafik dalam
menjalani hidup. Aku tertawa di tengah mereka semua, tapi di dalam hatiku aku
memaki kehidupanku sendiri. Akhirnya aku memutuskan memilih jalan hidupku. Iya,
akhirnya aku meninggalkan Vito dengan sekuat tenaga dengan alasan Vito tidak
pernah mendengarkan aku, dan tidak bisa membuatku tertawa.
“kita putus aja ya”
Vito diam.
“aku gak bisa lanjutin hubungan tanpa
komunikasi yang baik, mungkin kamu juga gak bisa memahami aku”
“aku gak bisa memahami dunia khayalmu
itu”
Aku sangat merindukan Hana. Aku ingin
cerita banyak hal, tapi rasa gengsiku mengalahkan segalanya. Aku jadian dengan
Ryuta 2 bulan setelah aku berpisah dengan Vito. Tapi entah kenapa aku merasa
Semuanya berubah. Semuanya gak sama lagi. Aku gak ngerti. Entah lingkunganku
yang berubah atau pola pikirku yang berubah. Sekarang semuanya terasa berbeda.
Kehidupanku gak sama lagi. Mereka seperti orang-orang yang aku kenal atau aku
yang menarik diri. Aku merasa aku tak pernah merasa cocok lagi dengan semua
orang. Aku mulai menjauh. Aku mulai merasa tempatku di persempit. Aku mulai
berpikir disini bukan tempatku, bukan duniaku yang sebenarnya. Pikiranku selalu
melayang. Aku tau tak satupun orang yang memahami pikiran seorang cewek yang
mempunyai tingkat daya khayal setinggi aku. Semua orang pasti akan menganggapku
aneh atau bodoh karna telah mempunyai pola pikir secetek ini. Itu yang membuat
ku merasa jauh dan berbeda. Aku lebih sering menutup diriku dengan diam. Apa
kalian tahu, saat aku diam seluruh pikiranku melayang. Semua yang ku pikirkan
terpaut menjadi satu. Saat aku menatap seseorang yang ada di depan mataku. aku
tidak tahu apa pola pikir kalian sama seperti ku. Tapi bagiku, saat aku menatap
seseorang aku selalu memikirkan bagaimana cerita hidupnya bagaimana masalah
yang ia hadapi, apa yang dia sembunyikan.Entah kenapa pikiranku melayang sejauh
itu. Apa aku normal? Sampai pada akhirnya aku merasa aku dan Ryuta tak sama
lagi.
“kenapa aku ngerasa kita berubah waktu pacaran?” kataku sambil
menyedot jus mangga ku dalam.
“kamu seneng banget mikir kayagitu, kenapa sih?”
“yakan aku Cuma nanya”
“kamu bosan sama aku ?”
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Aku
memang merasa Ryuta berubah. Atau aku yang berubah. Aku mulai merasa semua
perkataan Hana itu benar. Aku tenggelam di dalam emosiku selama ini.
***
Aku melangkah gontai menyusuri jalan
sepanjang rumahku. Pikiranku kembali menerawang. Semenjak aku mengenal Ryuta
dia memang mengerti kehidupanku. Dia mampu mengelola dunia khayalku dengan
baik. Dia memahami aku. Tapi setelah kami semakin dalam saling mengenal entah
kenapa aku merasa dia lebih cocok menjadi temanku.
“oke kalau keputusan kamu begitu, aku bisa apa.
Makasih buat selama ini” Ryuta menatapku.
“maaf. Kamu orang yang baik. Sangat
baik. Kamu bisa membuat hal yang hina menjadi suatu hal yang menawan. Bagiku
kamu ku sebut tuhan, karena kamu setiap hari melihat semua hal yang bisa saja
menyakiti kamu tapi kamu masih bisa tersenyum. Aku bangga pernah mengenal orang
sepertimu”
Ryuta pergi tanpa sepatah katapun.
Matanya jelas menunjukan kekecewaan. Tapi aku mengambil keputusan begitu saja.
***
“Hana, maaf. Kamu benar. Maaf aku sudah mengecewakan
kamu, maaf aku tak mendengarkanmu” Aku menatap lekat ke sebuah rumah yang
berada tidak jauh dari rumahku. Siang ini aku sengaja mengunjungi rumah itu
berniat untuk mengunjungi Hana untuk minta maaf. Tapi kakiku tak menapaki rumah
itu, aku bertengger di depan rumah yang sudah di tumbuhi rumput jalar hingga
menutupi jendela rumah itu. Rumah yang sudah di penuhi lumut di tepi-tepinya. “Hana!” aku
memanggil-manggil dari luar rumah. Tapi tak juga ada sahutan seperti biasanya
yang menyambutku dengan bawelnya. Aku kemudian melangkah masuk ke teras rumah
berniat ingin mengetuk rumah Hana untuk mengajaknya berjalan-jalan sebentar.
“ngapain kamu disini, ayo kita pulang” panggil
seseorang di belakangku. Aku menoleh ternyata itu kakakku Nathan.
“aku mau ngajak Hana jalan-jalan sebentar”
“ayo pulang. Berhentilah mengkhayal.
Hana itu tidak ada!”
teriak kak Nathan.
Aku tak kuasa menampik kekuatan kak
Nathan yang menarikku menjauh dari rumah Hana.
“kak, aku mau ketemu Hana, aku mau minta maaf sama
dia”
pintaku terisak.
“sadarlah Lex, Hana itu gak ada. Lihat rumah itu,
rumah itu sudah tidak berpenghuni semenjak kita kecil, berhentilah berharap
Hana membukakan pintu untukmu!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar