Well,
U R From Mars and I am From Venus, so ?
Langkah kakiku
terhenti di depan sebuah gerbang sekolah yang berdiri angkuh membentengi sebuah
gedung yang sama angkuhnya dengan gerbang sekolah ini. Aku menarik nafas
panjang memandangi sekeliling halaman sekolah ini. Sekolah yang selama dua
tahun terakhir ini telah menjadi tempatku menghabiskan seluruh sisa-sisa masa
sekolahku, tempat yang menjadi saksi berbagai macam kenangan yang telah ku
alami bersama orang-orang yang telah bersedia turut ikut campur dalam
kehidupanku, sekolah yang akan menjadi tempat terakhir dimana aku tak akan lagi
menemukan baju seragam yang sama sepertiku setiap hari, sekolah yang
mempertemukan aku dengan berbagai macam sahabat, teman dan seseorang yang
tiba-tiba bisa menjadi sangat spesial, sekolah ini pulalah yang menjadi saksi
terakhir masa-masa kekanakanku dan aku menyadari kelak ketika aku dewasa nanti
aku pasti merindukan masa-masa seperti ini, karna waktu tak akan pernah lagi
bisa di putar ulang—
Aku menatap papan tulis dengan malas
sambil memelintir-lintir pensil di rambutku. Ini menjadi sejarah kesekian
kalinya aku merasa sangat bosan berada di sekolah ini. Berulang kali ku bolak
balik buku kimia di hadapanku ini, tapi tetap saja rumus-rumus itu tak berhasil
ku masukkan ke dalam otakku bahkan dengan cara di paksa sekali pun. Kesekian
kalinya aku menatap lagi papan tulis yang penuh dengan rumus kimia keparat yang
di tulis oleh Bu Laras, aku mengerinyitkan dahi, ku lepaskan pensil itu dari
lilitan rambutku dan—praakkkk—dengan
sukses pensil itu patah oleh kedua tanganku. Yap! Inilah kebiasaan buruk ku
yang tak pernah bisa ku hilangkan jika moodku sedang berada di ujung jurang.
Entah sudah berapa ratus pensilkah yang kehidupannya harus berakhir sia-sia
karna ulah ku. Sangat di sesalkan. Sungguh malang nasib pensil-pensil itu.
“Ve, hobi banget sih matahin pensil,
heran deh!” Tegur Niar padaku.
Aku hanya nyengir seadanya menatap
ke arah Niar. Niar seharusnya gak perlu heran lagi dengan kelakuan ku yang satu
ini karna mungkin tiap pelajaran kimia berlangsung satu buah pensil pasti akan
melayangkan nyawanya dengan sia-sia karna ulah ku.
Niar menarik nafas panjang menatap ku
“nikmatin ajalah”
“kimia gak bisa di nikmatin dengan
cara apapun” tukas ku cepat.
Krriiinggg-
Dan akhirnya aku bisa bernafas lega
karna bel pulang baru saja berbunyi. aku menarik nafas yang teramat panjang
untuk kelegaanku yang satu ini, akhirnya aku bisa terlepas juga dari maut yang
bisa saja menghentikan nafasku secara perlahan tapi pasti itu. Dengan cepat aku
mengemasi barang-barangku dan ingin segera pulang dan kemudian menghempaskan
tubuhku ke kasur yang sangat empuk di dalam kamar.
“cepet keluar yuk, aku gak mau jadi
batu lama-lama bertapa di kelas jelek ini” dengan muka yang cemberut aku menarik
Niar keluar dari kelas dan dengan cepat menggiringnya berjalan menuju koridor
sekolah.
Deg-
Jantung ku serasa berhenti berdetak
saat melihat apa yang ku lihat saat ini. Semua hal yang lebih menarik dari
segala hal yang menarik yang pernah ku temui di sekolah ini. Niar spontan
menyenggol bahuku dengan sengaja sambil terus memonyong-monyongkan bibirnya
kearah seseorang yang membuat ku terpana sedari tadi.
“Kak Rama tuh” Bisik Niar sambil
terus saja monyong-monyong.
“iya aku tau”
Aku menatap apa yang ada di depannya,
seorang cowok yang sedang berjalan ke arah ku dan Niar sambil membawa
gitar—tersenyum manis ke arahku.
Ini dia yang selalu saja sukses mengubah
seluruh agenda kehidupan ku. Ya, namanya Rama. aku sih biasanya lebih senang
memanggilnya dengan sebutan kak Rama,
terlalu naïf memang. tapi menurut ku panggilan itu terlihat manis jika di pakai
untuk memanggil seorang yang setiap hari membuatku kalang kabut tiap cowok itu show off di depanku dengan gaya khasnya
yang tentu saja membuat ku megap-megap kehabisan oksigen jika meliatnya barang
sekilas saja.
Aku
memang menyukai Rama yang menjabat menjadi kakak kelasku itu sejak aku masuk
SMA. Tapi menurutku ini hanya sekedar perasaan suka dan kagum yang sewajarnya
dari seorang adik kelas ke kakak kelasnya yang menurutnya keren. Tapi aku
memang seperti seorang yang sangat mengagumi seorang selebritis jika meliat
sosok Rama dari kejauhan sejak awal aku melihatnya-tertawa, rasanya aku merasa
amat sial jika sehari saja tidak meliat keberadaan artis idola ku ini hahaha. Aku bukan cinta pada cowok ini, aku hanya
menyukainya—catat. Karna bagiku, rasa kagum dan rasa jatuh cinta itu sangat
berbeda.
Cowok
berbadan sedang dan berkulit sawo matang. Cowok ini punya gaya khas berjalan
dan cara berpakaian yang menurut ku sangat unik, mungkin hanya menurut ku, bisa
saja bagi orang lain tidak, karna bisa saja aku sudah di butakan oleh rasa
kagumku pada seorang Rama. Rasa kagum? dan satu lagi yang membuat ku makin
menyukai cowok ini—senyumannya—ya, cowok ini mempunyai senyuman yang sangat
manis, dan bagi ku senyuman itu tak akan pernah sama dengan seluruh senyuman
yang pernah aku temui seumur hidupku. Cukup sederhana bukan ? atau malah sangat
sederhana ? ya, kalau di lihat-lihat Rama itu bukan cowok yang sangat populer
di sekolah ini. Di dalam daftar cowok populer SMA ini, masih ada lima nama lagi
yang bisa di pertanggung jawabkan sebagai pemegang tahta cowok terpopuler di
sekolahku, bahkan dua diantaranya bisa di katakan sebagai cowok paling sempurna
di SMA ini dan mereka semua tentu saja adalah para kakak kelas yang seangkatan
dengan Rama bukan cowok seangkatan ku yang masih ingusan dan kekanakan sekali.
Tapi
Rama juga tidak jelek-jelek amat. Rama mempunyai wajah oriental dengan di hiasi
matanya yang agak sipit tapi serasi dengan wajahnya sehingga membuatnya
terlihat manis apalagi saat dia menarik kedua ujung bibirnya saat tersenyum.
Rama adalah seorang yang sangat supel dalam pergaulannya tak heran banyak para
adik kelas yang mengincarnya, paling tidak berharap menjadi adik angkatnya pun
sudah lebih dari bersyukur. Dia aktif sekali dalam kegiatan sekolah baik dalam
bidang olahraga dan akademik jadi tidak sulit untuk menemukan Rama dalam
berbagai kesempatan emas. Rama punya gaya yang menurut ku cukup begeng,
ternyata untuk pendapat yang satu ini semua teman-teman dekat ku pun
menyetujuinya. Cara bicara Rama yang begitu sederhana tapi berlogat juga
menjadi salah satu daya tariknya. jadi ? Rama gak jelek-jelek amat kan ?
walaupun tidak sepopuler lima cowok yang termasuk dalam daftar cowok terpopuler
SMA Pelita Bangsa tetapi senyumannya
membuat ku sangat menyukai memandangi Rama dari kejauhan daripada memandangi
lima cowok populer tadi.
Sedangkan
aku ?
Verda
Dinata— aku di kenal sebagai cewek yang sangat … entahlah! aku ini sulit di
tebak, karna aku tidak pandai dalam menilai diriku sendiri. Karna kehidupanku
dari A sampai dengan Z sangat sulit di urutkan (Sampai-sampai aku yang menulis
cerita ini pun bingung mendeskripsikan jalan hidupnya). Aku tidak mempunyai
kehidupan yang cukup istimewa, Aku juga bukan gadis populer di kalangan teman
satu angkatanku, aku hanya seorang gadis biasa yang menjalankan kesehariaku
juga dengan sangat biasa dan dengan gaya yang apa adanya (bahkan terkadang aku
sangatlah amburadul). Tapi, terkadang menurutku aku bisa mendapatkan
keberuntungan yang sangat luar biasa dan tidak terbayangkan sebelumnya. Dan aku
sangat bersyukur karenanya.
Aku tak pernah menyangka bisa
berkenalan sejauh ini dengan seorang Rama. Seorang yang dulu hanya bisa ku
lihat dari kejauhan. Seorang yang membuatku megap-megap kehabisan oksigen di
balik pintu kelas saat meliat cowok itu lewat di depan kelasku dengan gaya
begeng-sok-cool-minta-dijotos itu. Seorang yang selalu membuatku berkhayal
setinggi langit dan sedalam samudera (plis deh!), tapi aku tak pernah
sedikitpun memimpikan bahwa aku akan bertemu langsung dengan Rama di masa depan
dan mengenal Rama lebih baik dari sebelumnya. Membayangkannya saja sudah
membuatku lemas dan melayang.
Aku yakin hal itu tak akan pernah menjadi
nyata dan pada akhirnya aku hanya menjalankan hari-hariku seperti biasa, hanya
menjadi seorang secret admirer, dan
aku tidak pernah memikirkan lebih jauh lagi tentang seorang Rama. Yang ku tahu
hanyalah, aku menyukai caranya tersenyum. Yah, Cuma itu.
***
Bruuukkk!!!
Auuu!!!
“pake mata dong kalo jalan! Panas
nih!” pekikku pada seseorang yang baru
saja menumpahkan pop mie ku di depan kantin hingga membasahi bajuku.
“sorry, panas ya?”
Dasar goblok ya jelas lah, pop mie
yang asepnya segini ngebulnya, masa gak bisa mikir sih? Pake nanya lagi.
Aku sudah siap melanjutkan makianku
pada orang yang tak tahu diri ini sekaligus gobloknya gak ketolongan ini.
“eh, lain kali tu mata….” Aku
langsung tercekat meliat apa yang ada di depanku yang pada akhirnya membuatku
mengurungkan niatku untuk melanjutkan sumpah serapahku.
Dia Rama.
Rama menatapku dengan tatapan
nih-cewek-aneh-banget-sih. Sedangkan aku masih saja melongo menatap wajahnya
yang superganteng itu dan aku sangat bersyukur aku tidak menatapnya dengan
mulut yang menganga dan meneteskan iler yang pastinya akan sukses membuatnya
ilfill sejak pandangan pertama padaku.
“Hei? Panas ya?” Rama
melambai-lambaikan tangannya di depan mataku.
Dengan cepat aku menyadarkan diriku
dan kemudian mengalihkan perhatianku dengan mengelap rok ku yang basah karena
ketumpahan air pop mie. “gak, aku gak apa-apa kok” cetusku pada Rama dengan
memasang nada yang sok keren.
“Maaf ya, aku buru-buru tadi, gak
liat kamu bakalan keluar dari kantin”
“oh eh, gak apa-apa kok kak” jawabku
spontan.
Rama tersenyum.
Gila cowok ini membuatku mati gaya!
Sialan. Aku merasa sangat bloon saat itu. Aku tak tau lagi apa yang harus ku
bahas pada pertemuan tak terduga ini.
Rama berdehem kecil. “sorry ya, aku
buru-buru, mau ke kantor guru soalnya” katanya dengan cara bicara berlogatnya
yang khas yang membuat seluruh tubuhku rasanya lemas.
Aku tersenyum semanis mungkin
menatap kepergian Rama yang menjauh.
Kok
cepet banget sih? Gak pengen kenalan nih? Batinku melonjak menjerit.
***
Handphone
ku tiba-tiba saja bergetar sore itu. Tumben,
biasanya nih hape sepi-sepi aja, batin ku. Memang benar pasca putusnya aku
dengan Gilang beberapa bulan yang lalu, handphone ku seketika berubah menjadi
kuburan darurat, hanya ada beberapa sms penting dari beberapa temanku yang
mengisi inbox kotak masuk smsku.
Berminggu-minggu aku berusaha dengan sekuat tenaga menghilangkan rasa
sakit hatiku pada Gilang yang memilih memutuskanku dan memilih cewek keparat
yang menjadi selingkuhannya itu. Aku memergoki Gilang sedang berjalan
bergandengan di mall dengan cewek
yang tidak pernah ingin aku ketahui namanya itu dan aku juga tidak perduli
apapun yang bersangkutan dengan tetek bengek cewek itu. Dan saat itu juga aku
langsung menambahkan Gilang pada daftar nama-nama orang yang tidak ingin ku
kenal lagi seumur hidupku. Aku juga tidak akan pernah lupa, betapa cewek itu
menunjukan senyum kemenangannya terang-terangan di hadapan ku saat itu, ingin
sekali rasanya aku mencabik-cabik wajah perempuan murahan itu kemudian memakan
isi perutnya mentah-mentah karna telah berani merebut Gilang, tapi aku tidak
akan pernah melakukan hal konyol seperti itu hanya untuk mempertahankan
laki-laki idiot yang tega
menyelingkuhiku dengan wanita jalang dan tidak selevel denganku itu. Walau
akhirnya Gilang sukses juga membuat mataku sembab hingga berhari-hari. aku
masih mengingat dengan jelas kata-kataku sendiri yang aku lontarkan pada Gilang
saat itu dengan yakin…
“gue masih bisa nemuin cowok yang
lebih baik di banding cowok idiot kaya elo!” bisik ku sinis di telinga Gilang
yang hanya terpaku setelah mendengar bisikan terakhir dari ku. Dan aku yakin,
aku mampu buktikan hal itu pada Gilang suatu saat nanti.
Aku membuyarkan ingatanku yang
kembali menerawang ke masa lalu itu. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri tak
akan lagi mengingat masa-masa sulit dan suram itu. Ku buka sebuah pesan yang
masuk di dalam handphoneku dengan nomor yang belum di kenal.
Ve,
temenin gue yah kesekolah sekarang, ngambil flashdisk di ruangan TIK
ketinggalan.
Ternyata sms itu dari Niar. Tumben, pikirku. Mungkin hari ini Niar
beruntung, aku sedang tidak sibuk seperti biasa dengan sederet les yang ku
ikuti dan eskul yang membuat seluruh waktuku tersita. Aku sengaja mengikuti
semuanya dan mempersempit waktuku berada di rumah, karna dirumah pun aku akan
di tinggalkan sendirian oleh ayah dan bunda ku untuk bekerja. Setelah kepergian
Gilang, aku berusaha sesibuk mungkin agar tidak ada lagi kesempatan untuk mengingat
cowok kurang ajar itu.
Dan
ku pikir nemenin Niar ke sekolah sore ini boleh juga sekalian jalan-jalan.
Yap,
jemput yak, mandi bentar ya.
Ku tekan tombol send di handphoneku
kemudian dengan cepat melesat pergi ke kamar mandi.
***
Sore ini sekolah sangat ramai.
Murid-murid menjalankan eskul dan beberapa lainnya berolahraga seperti latihan
basket contohnya. Yah, setiap sore sekolah ini pasti ramai kalau tidak hujan.
Aku menyapu mataku ke sekeliling
sekolah sambil berjalan mengikuti Niar yang menggiringku menuju ruang TIK yang
terletak di seberang kantor kepala sekolah yang letaknya memisahkan lapangan
basket dan lapangan voly. Ya, bisa saja di sebut sebagai bangunan utama sekolah
karna letaknya persis di tengah-tengah lahan sekolah yang sekaligus di
sambungkan dengan ruangan-ruangan lain yang mengantre di belakangnya seperti
ruang kelas, UKS, OSIS, BK de el el, ya kaya buntutnya gitu deh, tapi buntut di
bagi dua di bagian sisi kiri dan kanan. Ruangan TIK dan kantor kepala sekolah
ini di lengkapi dengan dua pintu utama kaca besar transparan yang masing-masing
posisinya memungkinkan memantau keadaan lapangan basket dan lapangan voly karna
menghadap kearah dua lapangan kebangsaan sekolah kami itu.
Aku dan Niar melangkah masuk dari
pintu masuk yang letaknya ada di sebelah kiri bangunan sekolah (sebenarnya di
kanan juga ada sih, karna kebetulan pintu yang menghadap lapangan basket
sore-sore gini pasti di kunci) kemudian melewati ruang tata usaha dan masuk
melalui pintu belakang yang menghadap lapangan voly yang ku ceritakan tadi.
Barulah sampai di depan ruang TIK sekolah. pintu ruangan TIK sudah di buka sama
penjaga sekolah karna di minta sama Niar setengah jam yang lalu buat ngambil flashdisk-nya yang ketinggalan.
“aku nunggu disini aja ya” pintaku
pada Niar.
“yaudah,” Niar kemudian melongos
masuk ke ruang TIK.
Aku duduk di bangku tamu yang
letaknya di depan ruangan TIK sambil menunggu Niar. Karna biasanya bangunan ini
di gunakan untuk menerima tamu-tamu kepala sekolah jadilah di letakan bangku
tamu di sini, di tambah dengan dua lemari besar di depan kiri kanan ruangan
kepsek yang isinya piala semua, entah sejak kapan para piala itu di dapatkan,
aku tak pernah mau tahu.
Aku kemudian berdiri dan melangkah
mendekat ke pintu kaca yang menghadap lapangan basket karna tertarik melihat
keramaian anak-anak cowok di lapangan basket yang sedang latihan basket di
balik pintu kaca, ku lihat ada Ka Vito, ini dia yang ku sebut dengan salah satu
pemegang tahta kekuasaan cowok ter-populer-di-SMA-Pelita-Bangsa karna wajahnya
yang seperti blasteran arab-eropa itu. Kemudian Ka Wawan, eits jangan salah
walaupun namanya Wawan, sebenarnya nama aslinya itu Erwan, supaya lebih enak di
panggil sih katanya jadi Wawan, dia itu punya tubuh tinggi dan putih serta
wajah yang mulus dan baby-face gitu,
mirip kaya boyband korea yang lagi di
gandrungi oleh anak muda sekarang, jadi nama gak nentuin tampang kan? Terus ada
Kak Miko yang ku dengar kabarnya cowok ini dalam satu bulan bisa berganti cewek
sampai lima kali, cowok ini punya wajah yang manis dengan rambut yang di gel
bergaya mirip seperti Nial James Horan
dan kharismanya bener-bener emang bisa bikin cewek kelepek-kelepek waktu
berdekatan dengannya, tapi mungkin udah gak terhitung berapa cewek yang dia
pacari kemudian di campakan begitu saja saat dia sudah bosan. Sisanya beberapa
anak cowok dari kelas 10 dan kelas 11. Rata-rata kakak kelas yang populer itu
memang rajin sekali latihan basket di sekolah setiap sore. Jadi tidak sulit
untuk menemukan mereka buat para penggemar rahasia cowok super-cool itu.
Gimana ya
rasanya punya cowok pemain basket ? tiba-tiba tercetus pertanyaan itu di
benak ku. Berbagai jawaban melontar dari celah-celah pori-pori otakku.
“ngapain
bengong sendirian disini ?” tanya seseorang yang kenapa bisa tiba-tiba nongol
di belakangku kaya jin.
“oh
eh” aku mendengus kaget karna ulahnya, kemudian spontan aku menghadap ke
arahnya yang ku belakangi sedari tadi. Aku terdiam menatap apa yang ku hadapi,
rasanya seluruh denyut nadiku berhenti saat itu juga. “gak apa-apa kok” jawabku
cepat menyadarkan diri dari tatapanku pada cowok kurang ajar yang membuatku
segini groginya—Rama.
“tumben
sore-sore disini?” tanya Rama padaku yang mematung di membelakangi pintu yang
menghadap lapangan basket.
“nemenin
temen ngambil sesuatu di ruang TIK” jawabku polos, aku sudah tak tau bagaimana
harus bersikap di depan Rama, aku hanya terus berdoa di dalam hati supaya Kak
Rama tidak ilfill melihatku.
“oh…
nama kamu siapa ? kamu yang aku tabrak waktu di depan kantin itu kan ?” tanya
cowok ini ramah.
“Iya
kak, heh ? namaku ?” aku menunjuk diriku sendiri dengan salting yang sudah
tingkat dewa. “Verda Dinata” lanjutku.
“Oh,
jadi panggilnya Ve aja ya biar hemat”
Iya
deh, terserah elo! Yang penting elo udah tau nama gue siapa.
Aku
menatap Rama dalam. Cowok ini selalu saja berpenampilan yang
sumpah-keren-banget di setiap kesempatan aku melihatnya. Bergaya ala cowok metro-seksual, bukan seperti boyband
yang memakai cardigan yang lebih
menurutku lebih cocok di pakai cewek, ya jelas karna ala boyband bukan lah
seleraku. Dia memakai setelan kaos putih dengan di lengkapi celana jeans
3-per-4 serta sepatu yang serasi dengan pakaiannya sehingga membuatnya terlihat
bergaya ala Greyson Chance hanya saja
rambutnya yang berbeda karna rambut Rama yang di gel lebih mirip seperti Zayn Javadd Malik. Dia terlihat sangat
begeng sore ini. Dan sukses membuatku—argghhhh.
“lah
kakak sendiri, ngapain disini ?” aku bertanya balik.
“kakak
lagi ikut temen aja kesini, temen kakak lagi main basket tuh, ya jadi kakak
keliling-keliling aja di sekolah sebentar”
Aku
ngeh di dalam hatiku sambil tersenyum menatap Rama. kurang kerjaan banget sih, batinku. “kok kakak gak ikut main basket
juga sih? Padahal daripada kakak sore-sore gini ngikut kesekolah sia-sia sama
temen kakak, mending kakak ikutan main, kali aja kakak bakalan seneng mainnya
?” aku menutup mulutku dengan tanganku. aku tiba-tiba saja dengan lancangnya
mengeluarkan kalimat itu. Padahal kan baru aja kenal udah sok-sokan ngasih
pendapat.
Rama
tertawa. “loh kok mulutnya di tutup?”
“sory
kak, aku cerewet ya?”
Aduh lancang
banget sih,
bisikku sambil memukul-mukul kecil bibirku tanpa sepengetahuan Rama.
“ah
gak kok, ada benernya juga sih apa yang kamu bilang itu”
Sore
ini pertama kalinya aku menemukan Rama tersenyum kepadaku. Juga di dalam
percakapanku yang pertama dengannya bertanda kutip resmi.
“emm,
aku kesana dulu ya,” Rama mengarahkan matanya kearah parkiran di bagian kanan
lapangan basket. Ku lihat berkumpulah beberapa cowok yang sudah pasti itu
angkatan Rama, para kakak kelas teman-teman Rama.
“oh
iya kak” jawabku dengan gaya sok-biasa-aja padahal dalam hati menjerit-jerit
sambil dan berteriak ini-hal-yang-sangat-luar-biasa.
Rama
kemudian pergi melangkah meninggalkanku dengan tawa kecil di bibirnya yang
membuatku sukses mengawang di udara. Rasa maluku karna baru-kenal-udah-lancang
seketika sirna saat melihat tawa itu akhirnya pernah ku dapatkan dari seorang
Kak Rama.
“eh
sorry ya lama, aku lupa naroh flashdisk-nya dimana, jadi nyariin… Eh kamu kok
senyum-senyum sendirian?” Niar yang baru saja keluar dari ruang TIK langsung
melongo saat melihatku yang berdiri tersenyum di sampingnya tanpa menyadari
adanya dirinya.
“Kak
Rama, yar!” aku menghambur kearah Niar dengan riang gembira bagaikan baru saja
memenangkan undian lotre senilai lima puluh juta rupiah. Tapi bagiku,
berkenalan dengan Kak Rama saja sudah lebih dari menang lotre.
“Kenapa
Kak Rama ?”
“aku
kenalan sama dia barusan!” aku tertawa berbisik di telinga Niar.
“ciyus
lo ? Miapah ? nda oong kan ?” ternyata mendengar kabar ini Niar juga ikutan
kaget karenanya, bahkan seperti tidak percaya. Bagaimana tidak ? Rama itu tuh
orangnya super-cool banget. Dia Cuma
tersenyum sekedarnya aja kalo dia gak kenal dengan orang lain, apalagi dengan
adik kelas, di senyumin pun sudah merupakan anugrah, Rama lebih banyak cuek
bebek sama orang lain selain sama temen-temennya. Gimana aku bisa tahu, karena aku sering
banget stalk di Dinding facebook-nya sama Timeline twitter-nya Kak Rama hehehe. Di facebook sebenarnya yang nge-like
ataupun coment status cowok ini
banyak, tapi paling Cuma di balas oh,iya,haha, gitu doang tapi terkecuali buat
temen-temennya. Di twiiter, ya sama
juga kali. Apalagi buat kenalan ? apa iya ? sungguh-sangat-sulit-dipercaya.
***
Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!
Kepingin rasanya aku berteriak
sekeras-kerasnya, membanting semua barang yang ada di kamar ini, melempar semua
boneka dan bantal-bantal dari atas kasurku saking bahagianya. Aku mencubit
lengan ku dengan keras sampai akhirnya berteriak Auuuuuuuu!! Dengan keras lalu kemudian aku tertawa karna aku
menyadari yang terjadi saat ini bukanlah mimpiku saja. Ngomong sama Rama! Ya
tuhan, mimpi apa sih aku semalem ? sore itu adalah sejarah awal perkenalanku
secara resmi setelah kejadian tumpah ruah kemarin di depan kantin dengan Rama.
Kamar ini menjadi saksi betapa aku bagaikan seperti orang gila belum sembuh
yang baru saja kabur dari tahanan.
***
Perkenalanku dan Rama sore itu
merupakan awal semuanya. Sejak saat itu frekuensi pertemuan ku dengan Rama
menjadi lebih sering. Entah kenapa bisa ? aku jadi lebih sering berpapasan
dengannya saat melewati koridor ataupun melihatnya sedang bermain basket di
lapangan sekolah, yah pada akhirnya sering ku lihat cowok itu bermain basket
akhir-akhir ini dan benar saja cowok ini terlihat sangat gagah saat
berlari-lari mengejar bola basket, jujur saja kadang-kadang aku bisa
tersenyum-senyum sendiri dari jauh saat melihat Rama yang lari-lari di lapangan
basket di lapangan. Tapi, sampai saat ini aku tidak pernah mengetahui alasannya
pada akhirnya mengikuti basket juga. Saranku ? oh no no. tentu saja tidak!
Mungkin saja memang tuntutan perannya dalam cerita ini. Aku tetap berusaha
menepis rasa itu sekuat mungkin. Mana
mungkin seorang Rama bermain basket hanya gara-gara kata-kataku yang lancang
tempo hari itu padanya?
Dan dengan semua pesan singkat yang
di kirimkannya padaku, aku bisa mengenal Rama jauh lebih baik. Sejak kapan aku
bisa sms-an dengan Rama ? sebenarnya aku juga tidak mengerti sejak kapan, yang
ku ingat hanyalah aku menemukan sebuah pesan di inbox ku dengan kalimat ‘ini Verda?’ dan ternyata semua hal yang
ku anggap keberuntunganku itu tidak hanya berhenti sampai disitu, aku ingat
pertama kali aku mengetahui cowok itu yang mengirim pesan itu, aku langsung
melonjak dari atas kasurku sambil melempar semua buku yang ada di atas meja
belajarku hingga akhirnya aku memecahkan sebuah gelas minumku yang ku letakan
di atas meja belajarku kemudian sesaat itu mama langsung menjerit-jerit
histeris di luar kamar, VERDA GELAS MAMA MAHAL!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Aku
menyukai cara Rama berbicara padaku melewati pesan-pesan singkat itu. Terbukti,
dia memang cowok yang supel. Dia bahkan selalu nyambung saat membahas apapun
denganku, mulai dari buku, film, lelucon-lelucon kecil dan segar, ataupun
membahas tentang kepribadian unik kami masing-masing. Hal itu membuatku makin
menyukai sosok seorang Rama. Di mataku dia sangatlah sempurna sekarang. Apa aku
mulai jatuh cinta pada Rama ? oh tidak, aku sangat berusaha menjauhkan pikiran
itu jauh-jauh.
***
Rama-ya-Rama!
Aku menarik nafas panjang saat
membayangkan wajah cowok superganteng yang sedang dekat denganku itu. Sedang
dekat ? apa bisa aku menyebutnya dengan sebutan ‘sedang dekat’ yang hanya aku lontarkan sepihak dan itupun dari
pihakku. Aku tidak yakin. Bisa saja bukan aku saja yang dia perlakukan sebaik
ini, bisa jadi di belakangku masih ada rentetan antrian panjang, atau di
depanku, mungkin?
Entah kenapa aku bisa berpikiran
seperti itu. Aku merasa Rama memang baik pada semua cewek. Dari caranya
berbicara, caranya melihat, caranya berjalan, arrgggghhh semua bagaikan jam
yang beputar cepat di otakku. Apalagi saat aku mengingat seberapa banyak
perempuan-perempuan yang pernah dekat dengannya, itu baru yang ku tahu saja,
bagaimana dengan mereka yang belum aku ketahui? Oh tuhan, aku memaki keras pada
diriku sendiri jika aku sampai benar-benar jatuh cinta pada Rama.
Tapi memang benar, tak bisa di
pungkiri aku memang sangat bahagia bisa mengenal sosok seorang Rama saat ini.
Aku bahagia bisa menjadi orang yang pernah di kenalnya di masa ini. Rama sangat
baik padaku, semakin jauh aku mengenal seorang Rama semakin banyak hal-hal baik
yang ku rasakan dari cowok ini. Bahkan pada saat malam ulangtahunku Rama dengan
sukarela begadang hanya untuk mengirim pesan selamat ulangtahun padaku tepat
jam 12 malam dengan kata-kata dan doa-doa yang naujubilah panjangnya. Tapi pagi
itu hanya satu hal yang membuatku terpaku saat menatap layar handphoneku dan
membaca sms Rama yang terkirim tadi malam yaitu Rama meletakan kata I Love You di akhir baris sms-nya.
“aku rasa dia suka sama kamu Ve ?”
jawab Niar saat ku ceritakan hal itu padanya.
“masa sih ? kok aku gak yakin ya ?”
“ya kalo kamu udah liat sendiri
gini, dan aku sudah liat buktinya mau gimana lagi ?”
“aku gak yakin” seketika aku merasa
aku sangat tidak pantas menerima semua ini.
“kenapa ?”
“dia masih bisa dapetin cewek yang
lebih baik dari aku, kenapa harus aku ? aku takut dia Cuma main-main yar”
“emm, aku sih curiga juga sama
tampangnya, ku rasa dia playboy”
“darimana kamu tahu ?” seketika aku
lemas mendengarkan penuturan Niar. Padahal di dalam hati, bukan seperti itu
tanggapan yang ku harapkan dari Niar.
“tuh cowok kan pernah pacaran sama
cewek anak kelas 11 IPS 3 itu kan ? kamu tahu, mereka berdua tu putus gara-gara
Rama nyelingkuhin dia, Rama jalan sama cewek lain waktu masih pacaran sama tuh
cewek. terus yang ngefans sama dia kan banyak denger-denger, cowok mah kalo
banyak yang ngefans apalagi dia tau fans-fans-nya itu yang mana-mana aja, dia
pasti ngambil kesempatan”
“ah serius kamu ? tahu darimana coba
?”
“kamu kira aku bego apa, pas aku
tahu kamu kenalan sama Rama, kebetulan waktu itu aku sempet ngobrol gitu sama anak-anak di IPS 3, eh gak tau
kenapa jadi cerita tentang Rama, nah dari situ aku tahu semua keburukan Rama.
Dia itu Cuma manis di mulut doang Ve, katanya dia baik sama semua cewek, coba
deh kamu liat perlakuan dia sama kamu ? semuanya sempurna kan ? persis!
Begitulah playboy memperlakukan cewek. Aku rasa mending aku ngasih tau kamu
sekarang di banding nanti kamu harus nangis-nangis lagi soal cowok, aku care sama kamu, makanya aku ngasih tau
kaya gini. Dia bukan yang terbaik”
Aku membelalak mendengarkan rentetan
cerita yang ku dengar dari Niar barusan. Aku tak menyangka di balik tampang
polosnya Rama ternyata Rama sama saja dengan cowok lain. Yah, akhirnya aku
mengambil kesimpulan kalau semua laki-laki itu sama. Satu type saja.
Aku menarik nafas sesaat kemudian,
aku tak lagi mengatakan apapun pada Niar. Niar sukses membuatku terdiam. Di
pikir-pikir apa yang dikatakan Niar ada benarnya juga dan aku tahu sahabatku
ini tak akan mungkin tega membohongiku. Pada akhirnya akulah yang harusnya
lebih pintar dari Rama. Karna aku tidak ingin hal yang terjadi pada ku dan
Gilang terulang lagi padaku dan Rama.
***
“kok kakak jadi main beneran main
basket sih?” akhirnya aku menanyakan hal ini juga pada Rama setelah aku
menyadari sudah beberapa bulan ini kami saling mengenal dan tidak ada salahnya
aku menanyakan hal ini pada Rama dan kebetulan Malam ini aku mengundang Rama
datang ke café tongkronganku biasa bersama Niar karna aku tadi siang cerita
padanya kalau aku punya tugas olahraga yang lupa ku kerjakan dan ternyata tanpa
ku sangka Rama dengan sukarela mau membantuku mengerjakan tugas itu di sini
padahal dia ada jadwal latihan basket bersama teman-temannya malam ini. Gimana
? dalam hati aku bersorak salut pada cowok ini yang rela mengorbankan sesuatu
untukku. Cowok yang cukup bisa di andalkan, pikirku.
Rama meletakan pensilnya di atas
meja kemudian menyeruput cappuccino yang
tadi di pesannya. “soalnya kamu yang bilang kemaren” sambungnya.
“yakin ka?”
“menurut kamu ?”
“ya apapun bisa terjadikan ? mungkin
aja jalan kehidupan kaka di takdirkan udah kayak gini, bukan karna aku?” aku
mencoba berbicara tetap cool di
hadapan cowok ini. Aku tak pernah sudi menunjukan perasaan yang selama ini aku
tahan yang pada akhirnya hanya ku luapkan di kamar sambil berteriak-teriak tak
jelas.
“tapi
setelah kamu bilang kayak gitu sore itu, aku mulai ngerasa ada benernya juga
lo, akhirnya ikutan juga deh”
“lebay”
Rama
tersenyum memamerkan sederet gigi-giginya yang membuatnya terlihat manis
sekali.
“gak realistis alasannya kak”
“emangnya
cerita ini realistis?”
***
Apapun tentang Rama bagiku semuanya
akan indah. Saat aku membayangkan dia tersenyum kearahku saat kami berdua
berpapasan di koridor. Saat aku melihatnya berlarian mengejar bola basket.
Walaupun aku terus saja di himpit rasa ini, rasa yang terus saja menghantuiku.
Rasa takut yang begitu nyata. Entah sama nyatakah dengan perasaan Rama
terhadapku ? aku tak pernah berhasil meyakinkan diriku tentang hal ini. Karna
aku terlalu sibuk dengan rasa takutku menghadapi Rama. Aku tidak mengerti,
apakah semua ini karna perkataan Niar tempo hari padaku yang bercerita tentang
Rama atau jalan pikiranku yang memang sudah di bukakan tuhan ? yang jelas sepertinya semenjak mendengar
cerita Niar tempo hari aku mulai merasa kurang nyaman dengan Rama. Aku merasa
aku sudah di tipu habis-habisan oleh Rama dan aku tidak ingin penipuan ini
berlangsung lebih lama lagi. Mengingat semua kebaikan Rama padaku, entah kenapa
aku merasa akulah satu-satunya yang berada di kehidupan Rama saat ini tapi
kenyataan tak berpihak padaku. Nyatanya, Rama memang seorang playboy yang sudah
memiliki cap. Aku ingin segera mengakhiri semuanya, tapi ternyata perasaan dan
pikiranku tak pernah sejalan.
Secara tidak langsung Rama pada
dasarnya selalu menyatakan dia menyukai ku. Tapi hanya suka kan ? Rama pun tahu
aku memang menyukainya sejak awal tapi nyatanya Rama tak pernah menembak ku
secara resmi kan ? tapi aku tak pernah ambil pusing. kesimpulannya dia tidak
serius padaku. That’s it! sebelum ini, aku tak pernah berani mengambil
keputusan ini. Hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari kehidupan
Rama sebelum semuanya terlambat.
“ku rasa semua ini takkan berhasil”
dengan seluruh jiwa raga aku menahan air mataku dan mengatakan hal ini di
telepon pula malam-malam begini pula.
“tapi kenapa?” ku dengar suara lirih
seseorang yang kecewa di seberang sana.
“ya ku rasa semua ini gak akan
berhasil kak” aku mengibas-ngibaskan tanganku ke mataku agar mataku tidak
mengeluarkan air mata dan suara ku tidak berubah karna aku tak ingin Rama tahu.
“aku seneng bisa kenal sama kamu.
Kamu pengertian, kamu baik, dan kamu yang terbaik”
“masih banyak cewek-cewek yang
ngantri di luar sana buat kakak”
“segini aja ternyata? Setelah semua
yang udah kita lewatin segini aja ?”
“ka, kakak tahu gimana perasaanku ke
kakak. Perasaanku selalu sama dengan kakak, tapi ku rasa kakak masih bisa
mendapatkan yang lebih baik dari pada aku, coba liat kakak itu ibaratkan dari
planet mars sedangkan aku dari planet venus, kita berbeda ka” aku melipat
kakiku di belakang pintu sambil terus saja menahan air mataku.
“oh, oke. Aku senang bisa kenal
kamu”
Kemudian telepon itu terdengar di
tutup dari kejauhan. Urat-uratku rasanya lemas semua, kemudian air mata itu
mengalir begitu saja di sela pipiku. Aku membantah keras kalau aku menyukai
Rama.
Rama gak mungkin suka denganku. Di
luar sana masih banyak yang lebih dari aku. Rama pasti bisa lupain aku. Rama
pasti bisa menghapus semua kenangan itu. Rama pasti dengan mudah menemukan
orang yang lebih mengerti dia dibandingkan aku.
Pada akhirnya aku memutuskan
mengakhiri semuanya saat ini juga. Sebelum aku dan dia lebih jauh, sebelum
perasaanku semakin jauh, sebelum semuanya berantakan dan ternyata juga sebelum
aku tahu rasanya pacaran dengan seorang pemain basket.
***
Malam itu aku duduk di depan
komputer di dalam kamarku. Kupandangi sebuah foto pemberian Rama padaku yang
terpajang menjadi wallpaper komputerku. Sebuah foto kue yang di susun dengan
huruf-huruf yang menyerupai namaku. Aku melipat kakiku kemudian memeluknya
sambil memandangi foto itu.
“aku
tadi baru buat kue lo sama mama, terus aku susun kue-nya jadi nama kamu”
“masa
sih ka ?”
“gak
percaya, nanti aku fotoin ya”
“bener
ya, aku minta fotonya”
“iya
bawel”
Tiba-tiba otakku memutar ulang semua
memori memori yang ku sejak seminggu yang lalu ku simpan rapat-rapat sejak
keputusanku menjauhi Rama. Semua kenangan itu tiba-tiba terulang. Aku tersenyum
memandangi foto kue bertuliskan namaku itu yang kemudian sukses membuatku
meneteskan setitik hujan dari kelopak mataku yang dengan cepat ku hapus
menggunakan telapak tanganku. Entah kenapa rasanya begitu sakit saat mengingat
semua kenangan yang Rama pernah berikan untukku, padahal akupun nyatanya
bukanlah apa-apa bagi Rama, aku hanya orang yang sempat di kenalnya—sempat
dikenalnya.
“ini
film yang aku janjiin waktu itu sama kamu” Rama menyodorkan sebuah flashdisk di
depan halte sekolah siang itu.
“ini
?” aku menunjuk flashdisk itu kemudian dengan tampang bloon.
“iya,
udah deh bawa aja, terus kamu tonton ya”
Aku
tersenyum. “baik banget deh”
“kamu
harus janji, jaga film ini sampai kapanpun, filenya jangan di hapus ya, soalnya
itu dari aku, jadi kamu bakalan inget aku terus, apalagi kalo kamu putar
filmnya”
“iya-iya
aku janji bakalan jaga filmnya”
“bagus!”
Rama mengacak-acak rambutku sambil tersenyum.
Huahh—Rama!
“kakak
latihan basket dulu ya”
“iya.
c3mun9udh c3mun9udh eAa mainnya :D”
“dasar
alay”
Kenapa mesti kayak gini sih ? kenapa
kamu mesti baik banget sama aku, kenapa kamu harus ngelakuin semua itu buatku ?
dan kenapa kamu harus buat aku jatuh cinta sama kamu. What ? jatuh cinta ? aku
bangun dari tempat tidurku menyadarkan semua lamunanku yang benar-benar sudah
sangat keterlaluan. Iya Rama baik sama kamu. Tapi gak sama kamu doang kan ?
sama cewek lain juga Ve! Sadar Ve sadar! Rama itu memang sudah seharusnya di
kayaginiin. Aku tidak pernah mengerti kenapa perasaan ini selalu berpihak pada
Rama padahal jelas-jelas Rama itu bukanlah cowok baik-baik.
“ini
pertama kalinya aku ketemu cewek kayak kamu, cewek yang punya imajinasi yang
tinggi, dan khayalan yang gak pernah ada habisnya”
aku
mengangkat alisku sambil tersenyum sinis “sama kaya berharap kakak jemput aku
pake Pegasus?”
“iya
kali, dan sampai kapan kita bakalan nyari Pegasus itu?”
“sampai
ketemu dong!”
“coba
cari di bawah rumah kakak, kali aja nemu” Rama tertawa meledek sambil
mengacak-acak rambutku.
Semua
ini akan berlalu sebentar lagi, setelah ini semua akan berjalan lagi seperti
semula. Rama akan menemukan lagi orang yang bisa membuatnya tertawa. Setelah
itu dia melupakan aku. Semuanya sebenarnya simpel saja. Kemudian aku juga akan
melupakan Rama sebentar lagi dan menemukan orang baru lagi. Begitu kan
kehidupan ? selalu begitu.
“kakak itu ibaratkan
dari planet Mars dan aku dari planet Venus, so ?”
Ya
benar. Kita dari planet yang berbeda. How can together ?
***
Setelah
keputusan yang ku ambil itu aku selalu berusaha senantiasa tampil ceria apapun
yang terjadi. Seakan gak ada duka sama kesedihan dalam kamus hidupku. Pada
akhirnya Aku terbiasa ngomong “ENJOY AJA”. kesimpulannya Hidup itu gak perlu di
pikirin, tapi di jalanin. Kalau orang terlalu banyak mikirin hidup, akibatnya
cepet tua. Dan akhirnya cepet mati. Soalnya, kalau hidup terlalu di pikirin,
perasaan pun jadi gak pernah tenang. Tetangga kaya, iri. Punya uang banyak,
bingung. Enggak punya uang, apalagi! Tapi kalau hidup kita jalanin, mau
tetangga punya mobil mewah kek, mau punya duit kek, mau bangun istana kek, atau
mau ngapain aja terserah deh. Toh semuanya udah ada yang ngatur. Tuhan sudah
mengatur segalanya. Kata orang, Tuhan tidak mungkin menyia-nyiakan sebuah
pertemuan. sebuah moment terkecil dalam hidup sudah di rencanakan dengan
matang.
Berbulan-bulan sudah kejadian
tentang aku dan Rama telah berlalu. Kemudian benar saja, semuanya terlupakan
begitu saja. Terkadang aku masih sering saja mencuri waktu di sela lamunanku
untuk mengenang Rama, semua kebaikannya, semua kenangan saat aku sempat
mengenalnya. Dan terkadang aku menemukan sepasang mata yang berusaha mencuri
kesempatan memperhatikanku begitupun aku sebaliknya, aku selalu saja
menyalahkan diriku yang terlalu pede pada masalah ini, bisa saja cowok itu
tidak sengaja melihat ke arahku kan? Terkadang hatiku merasa miris saat
melewati Rama yang sedang melakukan sesuatu di depanku dan saat kedua mata kami
saling bertemu seperti dulu tapi aku selalu saja berusaha menganggap Rama tak
ada, aku selalu mencoba melupakan dirinya, walaupun kenyataannya sangat sulit
tapi aku tau aku berhasil memendam perasaan ini jauh dari semuanya. Hanya satu
yang tak pernah berubah, aku masih saja sering tersenyum dari jauh saat melihat
Rama mengejar bola basket di lapangan, perasaan ini tetap hidup dan nyata,
entah kenapa aku tak pernah bisa mengerti kenapa aku tak bisa seutuhnya
melupakan Rama sampai saat ini, tapi ku pikir ku biarkan saja rasa ini, toh
nanti semuanya akan menghilang sendiri. Biar bagaimana pun juga, setidaknya aku
pernah tahu bahwa aku sempat berkenalan dengan cowok yang selalu aku lihat dari
jauh saat aku SMA. Keberuntungan ini tak akan pernah aku lupakan. Dan aku yakin
sampai kapanpun aku tetap tak akan bisa menghapus semuanya. Aku seharusnya
berterimakasih pada Rama, karna ia aku sempat mempunyai kenangan indah di
sekolah ini yang nantinya pasti akan sangat ku rindukan. Sama seperti dia. Aku
berterimakasih karna dia sudah sempat bersedia turut ikut campur di kehidupanku
untuk memberikan warna disini. Yah, setidaknya pertemuan ku dengan Rama di masa
ini tak pernah sia-sia. Mungkin kita di takdirkan untuk bertemu dan berkenalan
tapi tidak untuk bersama.
You
know ? Aku masih sering berharap bisa bertemu Rama lagi, entah kenapa. Tapi,
seperti yang ku katakan dulu pada Rama, you
are from mars and I am from venus, and we are from different planets, so ?
kalian bisa tarik sendiri kesimpulannya kan? Hey kenapa aku harus segalau ini,
mungkin saja aku sangat egois, hati orang siapa yang akan tahu ? maksudku
sudahlah ini sangat memalukan! kita lihat cowok itu sekarang…
Rama
sepertinya sebaliknya, ia sudah menjalani harinya seperti biasa, dia sudah
melupakan aku. Yah, ini kan yang ku harapkan ? seharusnya aku bahagia. Lagipula
sebentar lagi Rama akan lulus dari sekolah ini, dia pasti dengan mudah
melupakan semuanya, dan dia mungkin hanya sesekali kesini lagi, atau bahkan dia
tidak akan mungkin kembali. Rama itu cowok yang begeng dia pasti dengan mudah
menemukan cewek yang pantas buat dia, terbukti Ku dengar Rama sudah memiliki
pacar sekarang. Cewek beruntung itu namanya Nayla. Aku sempat nge-stalk di facebook mengenai pacar Rama ini. Cewek itu sangat manis. Berkulit
putih dan sangat cantik. Aku tersenyum meliat foto gadis itu, semoga dia lebih baik, pintaku.
Sayang,
jadi les ? aku jemput kapan ?
Tiba-tiba sebuah sms masuk ke dalam
handphone ku. Aku tersenyum kemudian membalas sms itu dengan cepat.
Jadi,
jemput aja sekarang.
Aku kemudian mematikan laptopku.
Kemudian beranjak mengambil tasku.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar