Senin, 09 Desember 2013

Cerpen : Well, you're from mars and i'm from venus





Well, U R From Mars and I am From Venus, so ?

Langkah kakiku terhenti di depan sebuah gerbang sekolah yang berdiri angkuh membentengi sebuah gedung yang sama angkuhnya dengan gerbang sekolah ini. Aku menarik nafas panjang memandangi sekeliling halaman sekolah ini. Sekolah yang selama dua tahun terakhir ini telah menjadi tempatku menghabiskan seluruh sisa-sisa masa sekolahku, tempat yang menjadi saksi berbagai macam kenangan yang telah ku alami bersama orang-orang yang telah bersedia turut ikut campur dalam kehidupanku, sekolah yang akan menjadi tempat terakhir dimana aku tak akan lagi menemukan baju seragam yang sama sepertiku setiap hari, sekolah yang mempertemukan aku dengan berbagai macam sahabat, teman dan seseorang yang tiba-tiba bisa menjadi sangat spesial, sekolah ini pulalah yang menjadi saksi terakhir masa-masa kekanakanku dan aku menyadari kelak ketika aku dewasa nanti aku pasti merindukan masa-masa seperti ini, karna waktu tak akan pernah lagi bisa di putar ulang—
            Aku menatap papan tulis dengan malas sambil memelintir-lintir pensil di rambutku. Ini menjadi sejarah kesekian kalinya aku merasa sangat bosan berada di sekolah ini. Berulang kali ku bolak balik buku kimia di hadapanku ini, tapi tetap saja rumus-rumus itu tak berhasil ku masukkan ke dalam otakku bahkan dengan cara di paksa sekali pun. Kesekian kalinya aku menatap lagi papan tulis yang penuh dengan rumus kimia keparat yang di tulis oleh Bu Laras, aku mengerinyitkan dahi, ku lepaskan pensil itu dari lilitan rambutku dan—praakkkk—dengan sukses pensil itu patah oleh kedua tanganku. Yap! Inilah kebiasaan buruk ku yang tak pernah bisa ku hilangkan jika moodku sedang berada di ujung jurang. Entah sudah berapa ratus pensilkah yang kehidupannya harus berakhir sia-sia karna ulah ku. Sangat di sesalkan. Sungguh malang nasib pensil-pensil itu.
            “Ve, hobi banget sih matahin pensil, heran deh!” Tegur Niar padaku.
            Aku hanya nyengir seadanya menatap ke arah Niar. Niar seharusnya gak perlu heran lagi dengan kelakuan ku yang satu ini karna mungkin tiap pelajaran kimia berlangsung satu buah pensil pasti akan melayangkan nyawanya dengan sia-sia karna ulah ku.
            Niar menarik nafas panjang menatap ku “nikmatin ajalah”
            “kimia gak bisa di nikmatin dengan cara apapun” tukas ku cepat.
            Krriiinggg-
            Dan akhirnya aku bisa bernafas lega karna bel pulang baru saja berbunyi. aku menarik nafas yang teramat panjang untuk kelegaanku yang satu ini, akhirnya aku bisa terlepas juga dari maut yang bisa saja menghentikan nafasku secara perlahan tapi pasti itu. Dengan cepat aku mengemasi barang-barangku dan ingin segera pulang dan kemudian menghempaskan tubuhku ke kasur yang sangat empuk di dalam kamar.
            “cepet keluar yuk, aku gak mau jadi batu lama-lama bertapa di kelas jelek ini” dengan muka yang cemberut aku menarik Niar keluar dari kelas dan dengan cepat menggiringnya berjalan menuju koridor sekolah.
            Deg-
            Jantung ku serasa berhenti berdetak saat melihat apa yang ku lihat saat ini. Semua hal yang lebih menarik dari segala hal yang menarik yang pernah ku temui di sekolah ini. Niar spontan menyenggol bahuku dengan sengaja sambil terus memonyong-monyongkan bibirnya kearah seseorang yang membuat ku terpana sedari tadi.
            “Kak Rama tuh” Bisik Niar sambil terus saja monyong-monyong.
            “iya aku tau”
            Aku menatap apa yang ada di depannya, seorang cowok yang sedang berjalan ke arah ku dan Niar sambil membawa gitar—tersenyum manis ke arahku.
 Ini dia yang selalu saja sukses mengubah seluruh agenda kehidupan ku. Ya, namanya Rama. aku sih biasanya lebih senang memanggilnya dengan sebutan kak Rama, terlalu naïf memang. tapi menurut ku panggilan itu terlihat manis jika di pakai untuk memanggil seorang yang setiap hari membuatku kalang kabut tiap cowok itu show off di depanku dengan gaya khasnya yang tentu saja membuat ku megap-megap kehabisan oksigen jika meliatnya barang sekilas saja.
Aku memang menyukai Rama yang menjabat menjadi kakak kelasku itu sejak aku masuk SMA. Tapi menurutku ini hanya sekedar perasaan suka dan kagum yang sewajarnya dari seorang adik kelas ke kakak kelasnya yang menurutnya keren. Tapi aku memang seperti seorang yang sangat mengagumi seorang selebritis jika meliat sosok Rama dari kejauhan sejak awal aku melihatnya-tertawa, rasanya aku merasa amat sial jika sehari saja tidak meliat keberadaan artis idola ku ini hahaha.  Aku bukan cinta pada cowok ini, aku hanya menyukainya—catat. Karna bagiku, rasa kagum dan rasa jatuh cinta itu sangat berbeda.
Cowok berbadan sedang dan berkulit sawo matang. Cowok ini punya gaya khas berjalan dan cara berpakaian yang menurut ku sangat unik, mungkin hanya menurut ku, bisa saja bagi orang lain tidak, karna bisa saja aku sudah di butakan oleh rasa kagumku pada seorang Rama. Rasa kagum? dan satu lagi yang membuat ku makin menyukai cowok ini—senyumannya—ya, cowok ini mempunyai senyuman yang sangat manis, dan bagi ku senyuman itu tak akan pernah sama dengan seluruh senyuman yang pernah aku temui seumur hidupku. Cukup sederhana bukan ? atau malah sangat sederhana ? ya, kalau di lihat-lihat Rama itu bukan cowok yang sangat populer di sekolah ini. Di dalam daftar cowok populer SMA ini, masih ada lima nama lagi yang bisa di pertanggung jawabkan sebagai pemegang tahta cowok terpopuler di sekolahku, bahkan dua diantaranya bisa di katakan sebagai cowok paling sempurna di SMA ini dan mereka semua tentu saja adalah para kakak kelas yang seangkatan dengan Rama bukan cowok seangkatan ku yang masih ingusan dan kekanakan sekali.
Tapi Rama juga tidak jelek-jelek amat. Rama mempunyai wajah oriental dengan di hiasi matanya yang agak sipit tapi serasi dengan wajahnya sehingga membuatnya terlihat manis apalagi saat dia menarik kedua ujung bibirnya saat tersenyum. Rama adalah seorang yang sangat supel dalam pergaulannya tak heran banyak para adik kelas yang mengincarnya, paling tidak berharap menjadi adik angkatnya pun sudah lebih dari bersyukur. Dia aktif sekali dalam kegiatan sekolah baik dalam bidang olahraga dan akademik jadi tidak sulit untuk menemukan Rama dalam berbagai kesempatan emas. Rama punya gaya yang menurut ku cukup begeng, ternyata untuk pendapat yang satu ini semua teman-teman dekat ku pun menyetujuinya. Cara bicara Rama yang begitu sederhana tapi berlogat juga menjadi salah satu daya tariknya. jadi ? Rama gak jelek-jelek amat kan ? walaupun tidak sepopuler lima cowok yang termasuk dalam daftar cowok terpopuler SMA Pelita Bangsa  tetapi senyumannya membuat ku sangat menyukai memandangi Rama dari kejauhan daripada memandangi lima cowok populer tadi.
Sedangkan aku ?
Verda Dinata— aku di kenal sebagai cewek yang sangat … entahlah! aku ini sulit di tebak, karna aku tidak pandai dalam menilai diriku sendiri. Karna kehidupanku dari A sampai dengan Z sangat sulit di urutkan (Sampai-sampai aku yang menulis cerita ini pun bingung mendeskripsikan jalan hidupnya). Aku tidak mempunyai kehidupan yang cukup istimewa, Aku juga bukan gadis populer di kalangan teman satu angkatanku, aku hanya seorang gadis biasa yang menjalankan kesehariaku juga dengan sangat biasa dan dengan gaya yang apa adanya (bahkan terkadang aku sangatlah amburadul). Tapi, terkadang menurutku aku bisa mendapatkan keberuntungan yang sangat luar biasa dan tidak terbayangkan sebelumnya. Dan aku sangat bersyukur karenanya.
            Aku tak pernah menyangka bisa berkenalan sejauh ini dengan seorang Rama. Seorang yang dulu hanya bisa ku lihat dari kejauhan. Seorang yang membuatku megap-megap kehabisan oksigen di balik pintu kelas saat meliat cowok itu lewat di depan kelasku dengan gaya begeng-sok-cool-minta-dijotos itu. Seorang yang selalu membuatku berkhayal setinggi langit dan sedalam samudera (plis deh!), tapi aku tak pernah sedikitpun memimpikan bahwa aku akan bertemu langsung dengan Rama di masa depan dan mengenal Rama lebih baik dari sebelumnya. Membayangkannya saja sudah membuatku lemas dan melayang.
 Aku yakin hal itu tak akan pernah menjadi nyata dan pada akhirnya aku hanya menjalankan hari-hariku seperti biasa, hanya menjadi seorang secret admirer, dan aku tidak pernah memikirkan lebih jauh lagi tentang seorang Rama. Yang ku tahu hanyalah, aku menyukai caranya tersenyum. Yah, Cuma itu.
***
            Bruuukkk!!!
            Auuu!!!
            “pake mata dong kalo jalan! Panas nih!”  pekikku pada seseorang yang baru saja menumpahkan pop mie ku di depan kantin hingga membasahi bajuku.
            “sorry, panas ya?”
            Dasar goblok ya jelas lah, pop mie yang asepnya segini ngebulnya, masa gak bisa mikir sih? Pake nanya lagi.
            Aku sudah siap melanjutkan makianku pada orang yang tak tahu diri ini sekaligus gobloknya gak ketolongan ini.
            “eh, lain kali tu mata….” Aku langsung tercekat meliat apa yang ada di depanku yang pada akhirnya membuatku mengurungkan niatku untuk melanjutkan sumpah serapahku.
            Dia Rama.
            Rama menatapku dengan tatapan nih-cewek-aneh-banget-sih. Sedangkan aku masih saja melongo menatap wajahnya yang superganteng itu dan aku sangat bersyukur aku tidak menatapnya dengan mulut yang menganga dan meneteskan iler yang pastinya akan sukses membuatnya ilfill sejak pandangan pertama padaku.
            “Hei? Panas ya?” Rama melambai-lambaikan tangannya di depan mataku.
            Dengan cepat aku menyadarkan diriku dan kemudian mengalihkan perhatianku dengan mengelap rok ku yang basah karena ketumpahan air pop mie. “gak, aku gak apa-apa kok” cetusku pada Rama dengan memasang nada yang sok keren.
            “Maaf ya, aku buru-buru tadi, gak liat kamu bakalan keluar dari kantin”
            “oh eh, gak apa-apa kok kak” jawabku spontan.
            Rama tersenyum.
            Gila cowok ini membuatku mati gaya! Sialan. Aku merasa sangat bloon saat itu. Aku tak tau lagi apa yang harus ku bahas pada pertemuan tak terduga ini.
            Rama berdehem kecil. “sorry ya, aku buru-buru, mau ke kantor guru soalnya” katanya dengan cara bicara berlogatnya yang khas yang membuat seluruh tubuhku rasanya lemas.
            Aku tersenyum semanis mungkin menatap kepergian Rama yang menjauh.
            Kok cepet banget sih? Gak pengen kenalan nih? Batinku melonjak menjerit.
***
Handphone ku tiba-tiba saja bergetar sore itu. Tumben, biasanya nih hape sepi-sepi aja, batin ku. Memang benar pasca putusnya aku dengan Gilang beberapa bulan yang lalu, handphone ku seketika berubah menjadi kuburan darurat, hanya ada beberapa sms penting dari beberapa temanku yang mengisi inbox kotak masuk smsku.  Berminggu-minggu aku berusaha dengan sekuat tenaga menghilangkan rasa sakit hatiku pada Gilang yang memilih memutuskanku dan memilih cewek keparat yang menjadi selingkuhannya itu. Aku memergoki Gilang sedang berjalan bergandengan di mall dengan cewek yang tidak pernah ingin aku ketahui namanya itu dan aku juga tidak perduli apapun yang bersangkutan dengan tetek bengek cewek itu. Dan saat itu juga aku langsung menambahkan Gilang pada daftar nama-nama orang yang tidak ingin ku kenal lagi seumur hidupku. Aku juga tidak akan pernah lupa, betapa cewek itu menunjukan senyum kemenangannya terang-terangan di hadapan ku saat itu, ingin sekali rasanya aku mencabik-cabik wajah perempuan murahan itu kemudian memakan isi perutnya mentah-mentah karna telah berani merebut Gilang, tapi aku tidak akan pernah melakukan hal konyol seperti itu hanya untuk mempertahankan laki-laki idiot yang tega menyelingkuhiku dengan wanita jalang dan tidak selevel denganku itu. Walau akhirnya Gilang sukses juga membuat mataku sembab hingga berhari-hari. aku masih mengingat dengan jelas kata-kataku sendiri yang aku lontarkan pada Gilang saat itu dengan yakin…
            “gue masih bisa nemuin cowok yang lebih baik di banding cowok idiot kaya elo!” bisik ku sinis di telinga Gilang yang hanya terpaku setelah mendengar bisikan terakhir dari ku. Dan aku yakin, aku mampu buktikan hal itu pada Gilang suatu saat nanti.
            Aku membuyarkan ingatanku yang kembali menerawang ke masa lalu itu. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri tak akan lagi mengingat masa-masa sulit dan suram itu. Ku buka sebuah pesan yang masuk di dalam handphoneku dengan nomor yang belum di kenal.
            Ve, temenin gue yah kesekolah sekarang, ngambil flashdisk di ruangan TIK ketinggalan.
            Ternyata sms itu dari Niar. Tumben, pikirku. Mungkin hari ini Niar beruntung, aku sedang tidak sibuk seperti biasa dengan sederet les yang ku ikuti dan eskul yang membuat seluruh waktuku tersita. Aku sengaja mengikuti semuanya dan mempersempit waktuku berada di rumah, karna dirumah pun aku akan di tinggalkan sendirian oleh ayah dan bunda ku untuk bekerja. Setelah kepergian Gilang, aku berusaha sesibuk mungkin agar tidak ada lagi kesempatan untuk mengingat cowok kurang ajar itu.
Dan ku pikir nemenin Niar ke sekolah sore ini boleh juga sekalian jalan-jalan.
            Yap, jemput yak, mandi bentar ya.
            Ku tekan tombol send di handphoneku kemudian dengan cepat melesat pergi ke kamar mandi.
***
            Sore ini sekolah sangat ramai. Murid-murid menjalankan eskul dan beberapa lainnya berolahraga seperti latihan basket contohnya. Yah, setiap sore sekolah ini pasti ramai kalau tidak hujan.
            Aku menyapu mataku ke sekeliling sekolah sambil berjalan mengikuti Niar yang menggiringku menuju ruang TIK yang terletak di seberang kantor kepala sekolah yang letaknya memisahkan lapangan basket dan lapangan voly. Ya, bisa saja di sebut sebagai bangunan utama sekolah karna letaknya persis di tengah-tengah lahan sekolah yang sekaligus di sambungkan dengan ruangan-ruangan lain yang mengantre di belakangnya seperti ruang kelas, UKS, OSIS, BK de el el, ya kaya buntutnya gitu deh, tapi buntut di bagi dua di bagian sisi kiri dan kanan. Ruangan TIK dan kantor kepala sekolah ini di lengkapi dengan dua pintu utama kaca besar transparan yang masing-masing posisinya memungkinkan memantau keadaan lapangan basket dan lapangan voly karna menghadap kearah dua lapangan kebangsaan sekolah kami itu.
            Aku dan Niar melangkah masuk dari pintu masuk yang letaknya ada di sebelah kiri bangunan sekolah (sebenarnya di kanan juga ada sih, karna kebetulan pintu yang menghadap lapangan basket sore-sore gini pasti di kunci) kemudian melewati ruang tata usaha dan masuk melalui pintu belakang yang menghadap lapangan voly yang ku ceritakan tadi. Barulah sampai di depan ruang TIK sekolah. pintu ruangan TIK sudah di buka sama penjaga sekolah karna di minta sama Niar setengah jam yang lalu buat ngambil flashdisk-nya yang ketinggalan.
            “aku nunggu disini aja ya” pintaku pada Niar.
            “yaudah,” Niar kemudian melongos masuk ke ruang TIK.
            Aku duduk di bangku tamu yang letaknya di depan ruangan TIK sambil menunggu Niar. Karna biasanya bangunan ini di gunakan untuk menerima tamu-tamu kepala sekolah jadilah di letakan bangku tamu di sini, di tambah dengan dua lemari besar di depan kiri kanan ruangan kepsek yang isinya piala semua, entah sejak kapan para piala itu di dapatkan, aku tak pernah mau tahu.
            Aku kemudian berdiri dan melangkah mendekat ke pintu kaca yang menghadap lapangan basket karna tertarik melihat keramaian anak-anak cowok di lapangan basket yang sedang latihan basket di balik pintu kaca, ku lihat ada Ka Vito, ini dia yang ku sebut dengan salah satu pemegang tahta kekuasaan cowok ter-populer-di-SMA-Pelita-Bangsa karna wajahnya yang seperti blasteran arab-eropa itu. Kemudian Ka Wawan, eits jangan salah walaupun namanya Wawan, sebenarnya nama aslinya itu Erwan, supaya lebih enak di panggil sih katanya jadi Wawan, dia itu punya tubuh tinggi dan putih serta wajah yang mulus dan baby-face gitu, mirip kaya boyband korea yang lagi di gandrungi oleh anak muda sekarang, jadi nama gak nentuin tampang kan? Terus ada Kak Miko yang ku dengar kabarnya cowok ini dalam satu bulan bisa berganti cewek sampai lima kali, cowok ini punya wajah yang manis dengan rambut yang di gel bergaya mirip seperti Nial James Horan dan kharismanya bener-bener emang bisa bikin cewek kelepek-kelepek waktu berdekatan dengannya, tapi mungkin udah gak terhitung berapa cewek yang dia pacari kemudian di campakan begitu saja saat dia sudah bosan. Sisanya beberapa anak cowok dari kelas 10 dan kelas 11. Rata-rata kakak kelas yang populer itu memang rajin sekali latihan basket di sekolah setiap sore. Jadi tidak sulit untuk menemukan mereka buat para penggemar rahasia cowok super-cool itu.
Gimana ya rasanya punya cowok pemain basket ? tiba-tiba tercetus pertanyaan itu di benak ku. Berbagai jawaban melontar dari celah-celah pori-pori otakku.
“ngapain bengong sendirian disini ?” tanya seseorang yang kenapa bisa tiba-tiba nongol di belakangku kaya jin.
“oh eh” aku mendengus kaget karna ulahnya, kemudian spontan aku menghadap ke arahnya yang ku belakangi sedari tadi. Aku terdiam menatap apa yang ku hadapi, rasanya seluruh denyut nadiku berhenti saat itu juga. “gak apa-apa kok” jawabku cepat menyadarkan diri dari tatapanku pada cowok kurang ajar yang membuatku segini groginya—Rama.
“tumben sore-sore disini?” tanya Rama padaku yang mematung di membelakangi pintu yang menghadap lapangan basket.
“nemenin temen ngambil sesuatu di ruang TIK” jawabku polos, aku sudah tak tau bagaimana harus bersikap di depan Rama, aku hanya terus berdoa di dalam hati supaya Kak Rama tidak ilfill melihatku.
“oh… nama kamu siapa ? kamu yang aku tabrak waktu di depan kantin itu kan ?” tanya cowok ini ramah.
“Iya kak, heh ? namaku ?” aku menunjuk diriku sendiri dengan salting yang sudah tingkat dewa. “Verda Dinata” lanjutku.
“Oh, jadi panggilnya Ve aja ya biar hemat”
Iya deh, terserah elo! Yang penting elo udah tau nama gue siapa.
Aku menatap Rama dalam. Cowok ini selalu saja berpenampilan yang sumpah-keren-banget di setiap kesempatan aku melihatnya. Bergaya ala cowok metro-seksual, bukan seperti boyband yang memakai cardigan yang lebih menurutku lebih cocok di pakai cewek, ya jelas karna ala boyband bukan lah seleraku. Dia memakai setelan kaos putih dengan di lengkapi celana jeans 3-per-4 serta sepatu yang serasi dengan pakaiannya sehingga membuatnya terlihat bergaya ala Greyson Chance hanya saja rambutnya yang berbeda karna rambut Rama yang di gel lebih mirip seperti Zayn Javadd Malik. Dia terlihat sangat begeng sore ini. Dan sukses membuatku—argghhhh.
“lah kakak sendiri, ngapain disini ?” aku bertanya balik.
“kakak lagi ikut temen aja kesini, temen kakak lagi main basket tuh, ya jadi kakak keliling-keliling aja di sekolah sebentar”
Aku ngeh di dalam hatiku sambil tersenyum menatap Rama. kurang kerjaan banget sih, batinku. “kok kakak gak ikut main basket juga sih? Padahal daripada kakak sore-sore gini ngikut kesekolah sia-sia sama temen kakak, mending kakak ikutan main, kali aja kakak bakalan seneng mainnya ?” aku menutup mulutku dengan tanganku. aku tiba-tiba saja dengan lancangnya mengeluarkan kalimat itu. Padahal kan baru aja kenal udah sok-sokan ngasih pendapat.
Rama tertawa. “loh kok mulutnya di tutup?”
“sory kak, aku cerewet ya?”
Aduh lancang banget sih, bisikku sambil memukul-mukul kecil bibirku tanpa sepengetahuan Rama.
“ah gak kok, ada benernya juga sih apa yang kamu bilang itu”
Sore ini pertama kalinya aku menemukan Rama tersenyum kepadaku. Juga di dalam percakapanku yang pertama dengannya bertanda kutip resmi.
“emm, aku kesana dulu ya,” Rama mengarahkan matanya kearah parkiran di bagian kanan lapangan basket. Ku lihat berkumpulah beberapa cowok yang sudah pasti itu angkatan Rama, para kakak kelas teman-teman Rama.
“oh iya kak” jawabku dengan gaya sok-biasa-aja padahal dalam hati menjerit-jerit sambil dan berteriak ini-hal-yang-sangat-luar-biasa.
Rama kemudian pergi melangkah meninggalkanku dengan tawa kecil di bibirnya yang membuatku sukses mengawang di udara. Rasa maluku karna baru-kenal-udah-lancang seketika sirna saat melihat tawa itu akhirnya pernah ku dapatkan dari seorang Kak Rama.
“eh sorry ya lama, aku lupa naroh flashdisk-nya dimana, jadi nyariin… Eh kamu kok senyum-senyum sendirian?” Niar yang baru saja keluar dari ruang TIK langsung melongo saat melihatku yang berdiri tersenyum di sampingnya tanpa menyadari adanya dirinya.
“Kak Rama, yar!” aku menghambur kearah Niar dengan riang gembira bagaikan baru saja memenangkan undian lotre senilai lima puluh juta rupiah. Tapi bagiku, berkenalan dengan Kak Rama saja sudah lebih dari menang lotre.
“Kenapa Kak Rama ?”
“aku kenalan sama dia barusan!” aku tertawa berbisik di telinga Niar.
“ciyus lo ? Miapah ? nda oong kan ?” ternyata mendengar kabar ini Niar juga ikutan kaget karenanya, bahkan seperti tidak percaya. Bagaimana tidak ? Rama itu tuh orangnya super-cool banget. Dia Cuma tersenyum sekedarnya aja kalo dia gak kenal dengan orang lain, apalagi dengan adik kelas, di senyumin pun sudah merupakan anugrah, Rama lebih banyak cuek bebek sama orang lain selain sama temen-temennya.  Gimana aku bisa tahu, karena aku sering banget stalk di Dinding facebook-nya sama Timeline twitter-nya Kak Rama hehehe. Di facebook sebenarnya yang nge-like ataupun coment status cowok ini banyak, tapi paling Cuma di balas oh,iya,haha, gitu doang tapi terkecuali buat temen-temennya. Di twiiter, ya sama juga kali. Apalagi buat kenalan ? apa iya ? sungguh-sangat-sulit-dipercaya.

***
Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!
            Kepingin rasanya aku berteriak sekeras-kerasnya, membanting semua barang yang ada di kamar ini, melempar semua boneka dan bantal-bantal dari atas kasurku saking bahagianya. Aku mencubit lengan ku dengan keras sampai akhirnya berteriak Auuuuuuuu!! Dengan keras lalu kemudian aku tertawa karna aku menyadari yang terjadi saat ini bukanlah mimpiku saja. Ngomong sama Rama! Ya tuhan, mimpi apa sih aku semalem ? sore itu adalah sejarah awal perkenalanku secara resmi setelah kejadian tumpah ruah kemarin di depan kantin dengan Rama. Kamar ini menjadi saksi betapa aku bagaikan seperti orang gila belum sembuh yang baru saja kabur dari tahanan.
           
***
            Perkenalanku dan Rama sore itu merupakan awal semuanya. Sejak saat itu frekuensi pertemuan ku dengan Rama menjadi lebih sering. Entah kenapa bisa ? aku jadi lebih sering berpapasan dengannya saat melewati koridor ataupun melihatnya sedang bermain basket di lapangan sekolah, yah pada akhirnya sering ku lihat cowok itu bermain basket akhir-akhir ini dan benar saja cowok ini terlihat sangat gagah saat berlari-lari mengejar bola basket, jujur saja kadang-kadang aku bisa tersenyum-senyum sendiri dari jauh saat melihat Rama yang lari-lari di lapangan basket di lapangan. Tapi, sampai saat ini aku tidak pernah mengetahui alasannya pada akhirnya mengikuti basket juga. Saranku ? oh no no. tentu saja tidak! Mungkin saja memang tuntutan perannya dalam cerita ini. Aku tetap berusaha menepis rasa itu sekuat mungkin.  Mana mungkin seorang Rama bermain basket hanya gara-gara kata-kataku yang lancang tempo hari itu padanya?
            Dan dengan semua pesan singkat yang di kirimkannya padaku, aku bisa mengenal Rama jauh lebih baik. Sejak kapan aku bisa sms-an dengan Rama ? sebenarnya aku juga tidak mengerti sejak kapan, yang ku ingat hanyalah aku menemukan sebuah pesan di inbox ku dengan kalimat ‘ini Verda?’ dan ternyata semua hal yang ku anggap keberuntunganku itu tidak hanya berhenti sampai disitu, aku ingat pertama kali aku mengetahui cowok itu yang mengirim pesan itu, aku langsung melonjak dari atas kasurku sambil melempar semua buku yang ada di atas meja belajarku hingga akhirnya aku memecahkan sebuah gelas minumku yang ku letakan di atas meja belajarku kemudian sesaat itu mama langsung menjerit-jerit histeris di luar kamar, VERDA GELAS MAMA MAHAL!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Aku menyukai cara Rama berbicara padaku melewati pesan-pesan singkat itu. Terbukti, dia memang cowok yang supel. Dia bahkan selalu nyambung saat membahas apapun denganku, mulai dari buku, film, lelucon-lelucon kecil dan segar, ataupun membahas tentang kepribadian unik kami masing-masing. Hal itu membuatku makin menyukai sosok seorang Rama. Di mataku dia sangatlah sempurna sekarang. Apa aku mulai jatuh cinta pada Rama ? oh tidak, aku sangat berusaha menjauhkan pikiran itu jauh-jauh.
***
            Rama-ya-Rama!
            Aku menarik nafas panjang saat membayangkan wajah cowok superganteng yang sedang dekat denganku itu. Sedang dekat ? apa bisa aku menyebutnya dengan sebutan ‘sedang dekat’ yang hanya aku lontarkan sepihak dan itupun dari pihakku. Aku tidak yakin. Bisa saja bukan aku saja yang dia perlakukan sebaik ini, bisa jadi di belakangku masih ada rentetan antrian panjang, atau di depanku, mungkin?
            Entah kenapa aku bisa berpikiran seperti itu. Aku merasa Rama memang baik pada semua cewek. Dari caranya berbicara, caranya melihat, caranya berjalan, arrgggghhh semua bagaikan jam yang beputar cepat di otakku. Apalagi saat aku mengingat seberapa banyak perempuan-perempuan yang pernah dekat dengannya, itu baru yang ku tahu saja, bagaimana dengan mereka yang belum aku ketahui? Oh tuhan, aku memaki keras pada diriku sendiri jika aku sampai benar-benar jatuh cinta pada Rama.
            Tapi memang benar, tak bisa di pungkiri aku memang sangat bahagia bisa mengenal sosok seorang Rama saat ini. Aku bahagia bisa menjadi orang yang pernah di kenalnya di masa ini. Rama sangat baik padaku, semakin jauh aku mengenal seorang Rama semakin banyak hal-hal baik yang ku rasakan dari cowok ini. Bahkan pada saat malam ulangtahunku Rama dengan sukarela begadang hanya untuk mengirim pesan selamat ulangtahun padaku tepat jam 12 malam dengan kata-kata dan doa-doa yang naujubilah panjangnya. Tapi pagi itu hanya satu hal yang membuatku terpaku saat menatap layar handphoneku dan membaca sms Rama yang terkirim tadi malam yaitu Rama meletakan kata I Love You di akhir baris sms-nya.
            “aku rasa dia suka sama kamu Ve ?” jawab Niar saat ku ceritakan hal itu padanya.
            “masa sih ? kok aku gak yakin ya ?”
            “ya kalo kamu udah liat sendiri gini, dan aku sudah liat buktinya mau gimana lagi ?”
            “aku gak yakin” seketika aku merasa aku sangat tidak pantas menerima semua ini.
            “kenapa ?”
            “dia masih bisa dapetin cewek yang lebih baik dari aku, kenapa harus aku ? aku takut dia Cuma main-main yar”
            “emm, aku sih curiga juga sama tampangnya, ku rasa dia playboy”
            “darimana kamu tahu ?” seketika aku lemas mendengarkan penuturan Niar. Padahal di dalam hati, bukan seperti itu tanggapan yang ku harapkan dari Niar.
            “tuh cowok kan pernah pacaran sama cewek anak kelas 11 IPS 3 itu kan ? kamu tahu, mereka berdua tu putus gara-gara Rama nyelingkuhin dia, Rama jalan sama cewek lain waktu masih pacaran sama tuh cewek. terus yang ngefans sama dia kan banyak denger-denger, cowok mah kalo banyak yang ngefans apalagi dia tau fans-fans-nya itu yang mana-mana aja, dia pasti ngambil kesempatan”
            “ah serius kamu ? tahu darimana coba ?”
            “kamu kira aku bego apa, pas aku tahu kamu kenalan sama Rama, kebetulan waktu itu aku sempet ngobrol  gitu sama anak-anak di IPS 3, eh gak tau kenapa jadi cerita tentang Rama, nah dari situ aku tahu semua keburukan Rama. Dia itu Cuma manis di mulut doang Ve, katanya dia baik sama semua cewek, coba deh kamu liat perlakuan dia sama kamu ? semuanya sempurna kan ? persis! Begitulah playboy memperlakukan cewek. Aku rasa mending aku ngasih tau kamu sekarang di banding nanti kamu harus nangis-nangis lagi soal cowok, aku care sama kamu, makanya aku ngasih tau kaya gini. Dia bukan yang terbaik”
            Aku membelalak mendengarkan rentetan cerita yang ku dengar dari Niar barusan. Aku tak menyangka di balik tampang polosnya Rama ternyata Rama sama saja dengan cowok lain. Yah, akhirnya aku mengambil kesimpulan kalau semua laki-laki itu sama. Satu type saja.
            Aku menarik nafas sesaat kemudian, aku tak lagi mengatakan apapun pada Niar. Niar sukses membuatku terdiam. Di pikir-pikir apa yang dikatakan Niar ada benarnya juga dan aku tahu sahabatku ini tak akan mungkin tega membohongiku. Pada akhirnya akulah yang harusnya lebih pintar dari Rama. Karna aku tidak ingin hal yang terjadi pada ku dan Gilang terulang lagi padaku dan Rama.

***
            “kok kakak jadi main beneran main basket sih?” akhirnya aku menanyakan hal ini juga pada Rama setelah aku menyadari sudah beberapa bulan ini kami saling mengenal dan tidak ada salahnya aku menanyakan hal ini pada Rama dan kebetulan Malam ini aku mengundang Rama datang ke café tongkronganku biasa bersama Niar karna aku tadi siang cerita padanya kalau aku punya tugas olahraga yang lupa ku kerjakan dan ternyata tanpa ku sangka Rama dengan sukarela mau membantuku mengerjakan tugas itu di sini padahal dia ada jadwal latihan basket bersama teman-temannya malam ini. Gimana ? dalam hati aku bersorak salut pada cowok ini yang rela mengorbankan sesuatu untukku. Cowok yang cukup bisa di andalkan, pikirku.
            Rama meletakan pensilnya di atas meja kemudian menyeruput  cappuccino yang tadi di pesannya. “soalnya kamu yang bilang kemaren” sambungnya.
            “yakin ka?”
            “menurut kamu ?”
            “ya apapun bisa terjadikan ? mungkin aja jalan kehidupan kaka di takdirkan udah kayak gini, bukan karna aku?” aku mencoba berbicara tetap cool di hadapan cowok ini. Aku tak pernah sudi menunjukan perasaan yang selama ini aku tahan yang pada akhirnya hanya ku luapkan di kamar sambil berteriak-teriak tak jelas.
“tapi setelah kamu bilang kayak gitu sore itu, aku mulai ngerasa ada benernya juga lo, akhirnya ikutan juga deh”
“lebay”
Rama tersenyum memamerkan sederet gigi-giginya yang membuatnya terlihat manis sekali.
 “gak realistis alasannya kak”
“emangnya cerita ini realistis?”
***
            Apapun tentang Rama bagiku semuanya akan indah. Saat aku membayangkan dia tersenyum kearahku saat kami berdua berpapasan di koridor. Saat aku melihatnya berlarian mengejar bola basket. Walaupun aku terus saja di himpit rasa ini, rasa yang terus saja menghantuiku. Rasa takut yang begitu nyata. Entah sama nyatakah dengan perasaan Rama terhadapku ? aku tak pernah berhasil meyakinkan diriku tentang hal ini. Karna aku terlalu sibuk dengan rasa takutku menghadapi Rama. Aku tidak mengerti, apakah semua ini karna perkataan Niar tempo hari padaku yang bercerita tentang Rama atau jalan pikiranku yang memang sudah di bukakan tuhan ?  yang jelas sepertinya semenjak mendengar cerita Niar tempo hari aku mulai merasa kurang nyaman dengan Rama. Aku merasa aku sudah di tipu habis-habisan oleh Rama dan aku tidak ingin penipuan ini berlangsung lebih lama lagi. Mengingat semua kebaikan Rama padaku, entah kenapa aku merasa akulah satu-satunya yang berada di kehidupan Rama saat ini tapi kenyataan tak berpihak padaku. Nyatanya, Rama memang seorang playboy yang sudah memiliki cap. Aku ingin segera mengakhiri semuanya, tapi ternyata perasaan dan pikiranku tak pernah sejalan.
            Secara tidak langsung Rama pada dasarnya selalu menyatakan dia menyukai ku. Tapi hanya suka kan ? Rama pun tahu aku memang menyukainya sejak awal tapi nyatanya Rama tak pernah menembak ku secara resmi kan ? tapi aku tak pernah ambil pusing. kesimpulannya dia tidak serius padaku. That’s it! sebelum ini, aku tak pernah berani mengambil keputusan ini. Hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari kehidupan Rama sebelum semuanya terlambat.
            “ku rasa semua ini takkan berhasil” dengan seluruh jiwa raga aku menahan air mataku dan mengatakan hal ini di telepon pula malam-malam begini pula.
            “tapi kenapa?” ku dengar suara lirih seseorang yang kecewa di seberang sana.
            “ya ku rasa semua ini gak akan berhasil kak” aku mengibas-ngibaskan tanganku ke mataku agar mataku tidak mengeluarkan air mata dan suara ku tidak berubah karna aku tak ingin Rama tahu.
            “aku seneng bisa kenal sama kamu. Kamu pengertian, kamu baik, dan kamu yang terbaik”
            “masih banyak cewek-cewek yang ngantri di luar sana buat kakak”
            “segini aja ternyata? Setelah semua yang udah kita lewatin segini aja ?”
            “ka, kakak tahu gimana perasaanku ke kakak. Perasaanku selalu sama dengan kakak, tapi ku rasa kakak masih bisa mendapatkan yang lebih baik dari pada aku, coba liat kakak itu ibaratkan dari planet mars sedangkan aku dari planet venus, kita berbeda ka” aku melipat kakiku di belakang pintu sambil terus saja menahan air mataku.
            “oh, oke. Aku senang bisa kenal kamu”
            Kemudian telepon itu terdengar di tutup dari kejauhan. Urat-uratku rasanya lemas semua, kemudian air mata itu mengalir begitu saja di sela pipiku. Aku membantah keras kalau aku menyukai Rama.
            Rama gak mungkin suka denganku. Di luar sana masih banyak yang lebih dari aku. Rama pasti bisa lupain aku. Rama pasti bisa menghapus semua kenangan itu. Rama pasti dengan mudah menemukan orang yang lebih mengerti dia dibandingkan aku.
            Pada akhirnya aku memutuskan mengakhiri semuanya saat ini juga. Sebelum aku dan dia lebih jauh, sebelum perasaanku semakin jauh, sebelum semuanya berantakan dan ternyata juga sebelum aku tahu rasanya pacaran dengan seorang pemain basket.

***
            Malam itu aku duduk di depan komputer di dalam kamarku. Kupandangi sebuah foto pemberian Rama padaku yang terpajang menjadi wallpaper komputerku. Sebuah foto kue yang di susun dengan huruf-huruf yang menyerupai namaku. Aku melipat kakiku kemudian memeluknya sambil memandangi foto itu.
            “aku tadi baru buat kue lo sama mama, terus aku susun kue-nya jadi nama kamu”
            “masa sih ka ?”
            “gak percaya, nanti aku fotoin ya”
            “bener ya, aku minta fotonya”
            “iya bawel”
            Tiba-tiba otakku memutar ulang semua memori memori yang ku sejak seminggu yang lalu ku simpan rapat-rapat sejak keputusanku menjauhi Rama. Semua kenangan itu tiba-tiba terulang. Aku tersenyum memandangi foto kue bertuliskan namaku itu yang kemudian sukses membuatku meneteskan setitik hujan dari kelopak mataku yang dengan cepat ku hapus menggunakan telapak tanganku. Entah kenapa rasanya begitu sakit saat mengingat semua kenangan yang Rama pernah berikan untukku, padahal akupun nyatanya bukanlah apa-apa bagi Rama, aku hanya orang yang sempat di kenalnya—sempat dikenalnya.
            “ini film yang aku janjiin waktu itu sama kamu” Rama menyodorkan sebuah flashdisk di depan halte sekolah siang itu.
            “ini ?” aku menunjuk flashdisk itu kemudian dengan tampang bloon.
            “iya, udah deh bawa aja, terus kamu tonton ya”
            Aku tersenyum. “baik banget deh”
            “kamu harus janji, jaga film ini sampai kapanpun, filenya jangan di hapus ya, soalnya itu dari aku, jadi kamu bakalan inget aku terus, apalagi kalo kamu putar filmnya”
            “iya-iya aku janji bakalan jaga filmnya”
            “bagus!” Rama mengacak-acak rambutku sambil tersenyum.
            Huahh—Rama!
            “kakak latihan basket dulu ya”
            “iya. c3mun9udh c3mun9udh eAa mainnya :D”
            “dasar alay”
            Kenapa mesti kayak gini sih ? kenapa kamu mesti baik banget sama aku, kenapa kamu harus ngelakuin semua itu buatku ? dan kenapa kamu harus buat aku jatuh cinta sama kamu. What ? jatuh cinta ? aku bangun dari tempat tidurku menyadarkan semua lamunanku yang benar-benar sudah sangat keterlaluan. Iya Rama baik sama kamu. Tapi gak sama kamu doang kan ? sama cewek lain juga Ve! Sadar Ve sadar! Rama itu memang sudah seharusnya di kayaginiin. Aku tidak pernah mengerti kenapa perasaan ini selalu berpihak pada Rama padahal jelas-jelas Rama itu bukanlah cowok baik-baik.
            “ini pertama kalinya aku ketemu cewek kayak kamu, cewek yang punya imajinasi yang tinggi, dan khayalan yang gak pernah ada habisnya”
            aku mengangkat alisku sambil tersenyum sinis “sama kaya berharap kakak jemput aku pake Pegasus?”
            “iya kali, dan sampai kapan kita bakalan nyari Pegasus itu?”
            “sampai ketemu dong!”
            “coba cari di bawah rumah kakak, kali aja nemu” Rama tertawa meledek sambil mengacak-acak rambutku.
Semua ini akan berlalu sebentar lagi, setelah ini semua akan berjalan lagi seperti semula. Rama akan menemukan lagi orang yang bisa membuatnya tertawa. Setelah itu dia melupakan aku. Semuanya sebenarnya simpel saja. Kemudian aku juga akan melupakan Rama sebentar lagi dan menemukan orang baru lagi. Begitu kan kehidupan ? selalu begitu.
“kakak itu ibaratkan dari planet Mars dan aku dari planet Venus, so ?”
Ya benar. Kita dari planet yang berbeda. How can together ?
***
Setelah keputusan yang ku ambil itu aku selalu berusaha senantiasa tampil ceria apapun yang terjadi. Seakan gak ada duka sama kesedihan dalam kamus hidupku. Pada akhirnya Aku terbiasa ngomong “ENJOY AJA”. kesimpulannya Hidup itu gak perlu di pikirin, tapi di jalanin. Kalau orang terlalu banyak mikirin hidup, akibatnya cepet tua. Dan akhirnya cepet mati. Soalnya, kalau hidup terlalu di pikirin, perasaan pun jadi gak pernah tenang. Tetangga kaya, iri. Punya uang banyak, bingung. Enggak punya uang, apalagi! Tapi kalau hidup kita jalanin, mau tetangga punya mobil mewah kek, mau punya duit kek, mau bangun istana kek, atau mau ngapain aja terserah deh. Toh semuanya udah ada yang ngatur. Tuhan sudah mengatur segalanya. Kata orang, Tuhan tidak mungkin menyia-nyiakan sebuah pertemuan. sebuah moment terkecil dalam hidup sudah di rencanakan dengan matang.
            Berbulan-bulan sudah kejadian tentang aku dan Rama telah berlalu. Kemudian benar saja, semuanya terlupakan begitu saja. Terkadang aku masih sering saja mencuri waktu di sela lamunanku untuk mengenang Rama, semua kebaikannya, semua kenangan saat aku sempat mengenalnya. Dan terkadang aku menemukan sepasang mata yang berusaha mencuri kesempatan memperhatikanku begitupun aku sebaliknya, aku selalu saja menyalahkan diriku yang terlalu pede pada masalah ini, bisa saja cowok itu tidak sengaja melihat ke arahku kan? Terkadang hatiku merasa miris saat melewati Rama yang sedang melakukan sesuatu di depanku dan saat kedua mata kami saling bertemu seperti dulu tapi aku selalu saja berusaha menganggap Rama tak ada, aku selalu mencoba melupakan dirinya, walaupun kenyataannya sangat sulit tapi aku tau aku berhasil memendam perasaan ini jauh dari semuanya. Hanya satu yang tak pernah berubah, aku masih saja sering tersenyum dari jauh saat melihat Rama mengejar bola basket di lapangan, perasaan ini tetap hidup dan nyata, entah kenapa aku tak pernah bisa mengerti kenapa aku tak bisa seutuhnya melupakan Rama sampai saat ini, tapi ku pikir ku biarkan saja rasa ini, toh nanti semuanya akan menghilang sendiri. Biar bagaimana pun juga, setidaknya aku pernah tahu bahwa aku sempat berkenalan dengan cowok yang selalu aku lihat dari jauh saat aku SMA. Keberuntungan ini tak akan pernah aku lupakan. Dan aku yakin sampai kapanpun aku tetap tak akan bisa menghapus semuanya. Aku seharusnya berterimakasih pada Rama, karna ia aku sempat mempunyai kenangan indah di sekolah ini yang nantinya pasti akan sangat ku rindukan. Sama seperti dia. Aku berterimakasih karna dia sudah sempat bersedia turut ikut campur di kehidupanku untuk memberikan warna disini. Yah, setidaknya pertemuan ku dengan Rama di masa ini tak pernah sia-sia. Mungkin kita di takdirkan untuk bertemu dan berkenalan tapi tidak untuk bersama.
You know ? Aku masih sering berharap bisa bertemu Rama lagi, entah kenapa. Tapi, seperti yang ku katakan dulu pada Rama, you are from mars and I am from venus, and we are from different planets, so ? kalian bisa tarik sendiri kesimpulannya kan? Hey kenapa aku harus segalau ini, mungkin saja aku sangat egois, hati orang siapa yang akan tahu ? maksudku sudahlah ini sangat memalukan! kita lihat cowok itu sekarang…
Rama sepertinya sebaliknya, ia sudah menjalani harinya seperti biasa, dia sudah melupakan aku. Yah, ini kan yang ku harapkan ? seharusnya aku bahagia. Lagipula sebentar lagi Rama akan lulus dari sekolah ini, dia pasti dengan mudah melupakan semuanya, dan dia mungkin hanya sesekali kesini lagi, atau bahkan dia tidak akan mungkin kembali. Rama itu cowok yang begeng dia pasti dengan mudah menemukan cewek yang pantas buat dia, terbukti Ku dengar Rama sudah memiliki pacar sekarang. Cewek beruntung itu namanya Nayla. Aku sempat nge-stalk di facebook mengenai pacar Rama ini. Cewek itu sangat manis. Berkulit putih dan sangat cantik. Aku tersenyum meliat foto gadis itu, semoga dia lebih baik, pintaku.
            Sayang, jadi les ? aku jemput kapan ?
            Tiba-tiba sebuah sms masuk ke dalam handphone ku. Aku tersenyum kemudian membalas sms itu dengan cepat.
            Jadi, jemput aja sekarang.
            Aku kemudian mematikan laptopku. Kemudian beranjak mengambil tasku.
TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar